BAB 2

2.8K 317 318
                                    

Gibran pulang ke rumahnya dengan kondisi seragamnya yang basah akibat terguyur hujan tadi. Hal itu membuatnya segera menyambar handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi. Usai membersihkan badannya, Gibran memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mamanya.

"Mah, Gibran sudah pulang. Bagaimana kabar Mama?"

"..."

Selalu saja diam, hal inilah yang sudah menjadi kebiasaan Gibran ketika mengajak Mamanya berbicara. Penderitaan ini terjadi sejak lima tahun terakhir, semenjak papanya pergi meninggalkannya untuk selama-lamanya.

Gibran sendiri pun masih belum tahu benar mengenai penyebab mamanya itu depresi berat, yang dia tahu pasti Mamanya itu belum mengikhlaskan kepergian suaminya.

"Bi, apa ada perkembangan dari Mama saya?" tanya Gibran pada pengasuh Mamanya– Bi Saraswati.

"Maaf, Den. Masih sama seperti kemarin, hanya saja tadi nyonya Elsa sempat mengumamkan nama Den Gibran."

"Tetap awasi Mama saya!"

"Baik, Den."

Sebenarnya Mamanya sempat di rawat di salah satu rumah sakit yang khusus menangani masalah depresi. Namun, yang terjadi justru Mamanya semakin memburuk bahkan hampir setiap hari selalu berusaha menyakiti dirinya sendiri. Oleh karena itu, Gibran memutuskan untuk membawa Mamanya pulang, dengan catatan harus diawasi setiap hari.

"Kak, habis dari kamar Tante Elsa ya?"

"Iya adik kecil kakak." Gibran sedikit membungkuk untuk bisa meraih Bella dalam gendongannya.

"Bella, mulai dari sekarang kamu panggil Tante Elsa dengan sebutan Mama ya?"

"Boleh, Kak?"

"Tentu boleh dong sayang, Bella kan adik kakak."

Bella Cempaka Putri adalah nama adik angkatnya, dimana dulunya Bella adalah anak dari pembantunya yang kini sudah meninggal, sejak dua bulan yang lalu. Usianya yang kini menginjak enam tahun, membuatnya tidak tega jika harus menitipkannya ke panti asuhan. Apalagi, keluarga dari pembantunya tidak ada yang mau merawatnya. Padahal menurutnya, gadis kecil digendongnya saat ini sangatlah mengemaskan. Apalagi, dirinya merasa jika dekat dengan Bella, selalu saja terasa nyaman padahal tidak ada hubungan darah sama sekali.

Selesai dengan Bella, Gibran memutuskan untuk mengecek kondisi cafenya. Yap, walaupun masih berstatus sebagai pelajar, Gibran sudah mampu mengurus beberapa cabang cafe peninggalan almarhum papanya. Apalagi dirinya anak tunggal dari keluarga Pratama. Untung saja Gibran diberikan kecerdasan dan tekad untuk bisa menjalaninya.

Tanpa sengaja tiba-tiba dia teringat oleh cewek yang baru ditemuinya beberapa jam yang lalu, dimana cewek itu meminta dirinya untuk mengantarkannya pulang. Menurutnya, ketika cewek itu mengajak berkenalan, dia seperti tidak asing dengan namanya. Namun, siapa dia sebenarnya?

"Apa semuanya baik-baik saja?" tanya Gibran pada orang kepercayaannya– Haris Maulana Malik.

"Baik, Pak. Hanya saja—" ucapannya terpotong kala tak sengaja suara terdengar suara pecahan gelas.

Alhasil Gibran memutuskan untuk mencaritahu sumber suara itu, iris matanya tanpa sengaja menangkap wajah seorang cewek yang baru saja dia temui tadi, tengah membersihkan sedikit minuman yang tumpah dicelanannya.

"Maaf, saya nggak sengaja." Orang yang menyebabkan gelas pecah itu tampak terburu-buru, buktinya setelah meminta maaf pada orang yang dia tabrak langsung pergi.

"Yah, jadi kotor kan."

Ketika Gibran berniat untuk kembali ke tempatnya, sebuah tangan mencekalnya dari belakang, ada yang tahu itu siapa?

"Anda lagi!"

"Wah, Kak Gibran. Jangan-jangan kita jodoh lagi, baru aja tadi ketemu eh sekarang udah ketemu lagi," celetuk Sherin dengan wajah cerianya.

"Maaf, saya tidak ada waktu." Gibran berlalu saja meninggalkan Sherin dengan wajah ngedumelnya.

Padahal baru saja Sherin ingin berdekatan dengannya, eh sudah ditinggal begitu saja. Apalagi, sekarang celananya basah akibat tumpahan minuman tadi. Sherin menghembuskan nafas kasarnya, lantas menghentakkan kakinya di atas lantai, lalu keluar begitu saja.

Sementara Gibran kembali dengan kegiatannya yang sempat tertunda.

"Katakan apa yang mau Anda katakan kepada saya."

"Begini, Pak. Tadi ada salah satu pelanggan kita yang protes."

"Kenapa mereka bisa sampai protes? Apa pelayanan yang dikasih menurun?"

"Bukan, Pak. Melainkan tadi beberapa pelanggan protes karena sudah bosan mendengar penyanyinya, Pak. Mereka minta untuk segera ganti."

"Baik, akan saya pikirkan. Anda bisa kembali bekerja dan ingat, pastikan semua pengunjung merasa puas."

.
.

Bagaimana dengan bab 2?

Kalau ada yang salah kata atau apapun, coba Coment dong. Biar tahu letak kesalahannya dimana.

Jangan lupa tekan tombol bintang dibawah 👇 🌟

Sekian dan Terima kasih.

Sampai ketemu di BAB 3

✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏

Salam sayang,
Azka.

Formal Boy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang