Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Sherin melihat jam dinding, masih ada sepuluh menit lagi pukul setengah tujuh. Namun, sudah saja terdengar suara ketukan pintu. Saat dia ingin turun ke bawah, dia melihat seseorang dari balik pintu dan munculnya seorang perempuan paruh baya—tetangga sebelah rumahnya.
Sherin sempat mengira itu Gibran, ternyata bukan. Dia lantas kembali ke kamarnya, tetapi baru dua menit dia duduk di kursi. Bunda sudah memanggilnya untuk turun ke bawah, dan betapa terkejutnya kala ternyata sudah ada Gibran yang duduk di hadapan ayahnya.
Dengan langkah yang sedikit gemetar, Sherin menuruni setiap anak tangga. Dia gugup saat melihat ayahnya yang menatapnya serius.
"Sherin, benar Gibran ini kakak kelas kamu?" tanya Alex—ayah Sherin.
"I-iya, Yah."
"Kenapa nggak pernah bilang sama ayah?"
Sherin hanya terdiam, tanpa berniat menjawabnya, dan justru kini menundukkan kepalanya.
"Asal kamu tahu, Gibran ini—"
"Aku beneran nggak ada apa-apa sama Kak Gibran kok, Yah. Kak Gibran ini hanya kakak kelas aku," sergah Sherin. Dia takut ayahnya marah. Apalagi dia belum diijinkan berpacaran.
"Kamu ini, ya. Orang ayah belum selesai bicara juga!"
"Maaf, Yah. Jadi, tadi ayah mau ngomong apa?"
"Kebetulan Gibran ini anak dari temen papa waktu SMP, Elsa namanya. Benar bukan, Gibran?" tanya Alex pada Gibran.
Gibran mengangguk. "Iya, Om."
Ternyata waktu masih SMP. Alex dan Elsa pernah satu kelas. Alex mengingatnya kala Gibran menyebutkan nama lengkapnya. Bahkan sebelum Alex mengenal istrinya, dia sangat akrab dengan Elsa. Banyak yang mengira jika diantara keduanya memiliki hubungan, yang jelas-jelas tidak ada—hanya sebatas teman dekat. Namun, semenjak kuliah membuat mereka jarang bertemu.
"Oh, ya, kata Gibran dia ada perlu sama kamu Sherin."
Sherin mengangguk kaku.
"Kalau begitu ayah sama bunda keluar dulu. Ayah mau ajak bunda kamu makan malam di luar," ujar Alex.
Saat Sherin ingin bersuara, ayahnya lebih dulu mendekapnya.
"Gibran, om titip jagain Sherin, ya."
Gibran mengangguk dengan senyumannya.
Lantas Alex keluar dengan tangan yang menggandeng mesra Rina—istrinya. Pasalnya tadi dia melihat raut wajah istrinya yang cemberut, kala membicarakan soal Elsa.
Sepeninggal kedua orang tua Sherin, suasana mendadak hening. Sherin lantas duduk di tempat ayahnya tadi. Dia menatap ke arah Gibran yang terdiam. Sungguh berada di posisi seperti saat ini, membuat dia geram sendiri.
Akhirnya Sherin memberanikan diri untuk bertanya. "A-ada apa Kak Gibran ke si-sini?" Entahlah Sherin mendadak gugup saat berbicara dengan Gibran, padahal biasanya tampak biasa saja.
Sementara yang ditanya justru terdiam. Membuat Sherin semakin penasaran, tetapi tiba-tiba saja Gibran menyerahkan sebuah kertas. Begitu membaca kata-kata yang tertulis, dia teringat pada kertas yang dia temukan terjatuh di perpustakaan. Bedanya, kertas itu berupa fotokopi bukan aslinya.
"Kak, ini fotokopi kertas yang tadi bukan, sih?"
"Iya. Mulai besok kita latihan."
Perkataan Gibran berhasil membuat Sherin bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Formal Boy (END)
Teen FictionTentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah Sherina Aliesa Alexandra. Namun, hatinya justru berlabuh pada sahabat dekat Sherin. Selain percintaan, sebuah rahasia keluarga yang disembunyik...