BAB 21

1.2K 113 78
                                    

Dalam perjalanan menuju kelas, sedari tadi Sherin menjadi pusat perhatian. Bagaimana tidak? Ia berboncengan ke sekolah bersama Gibran—ketua OSIS yang jarang sekali terlihat bersama cewek.

Sementara, Gibran berniat untuk ke ruang OSIS sebelum masuk ke kelasnya. Namun, kedua sahabatnya justru mencegah langkahnya.

"Gib, gimana Bella. Udah ketemu?" tanya Reza.

"Iya nih, Gib. Dedek gemes gue dah ketemu 'kan?" timpal Deni.

"Sudah," jawab Gibran singkat.

"Alhamdulillah," ujar Reza dan Deni bersamaan—saling bertatapan. Namun, detik setelahnya mereka memutuskan pandangan masing-masing menyadari ada sesuatu yang aneh.

Kini, mereka berjalan bertiga, sambil berbincang-bincang. Bahkan tak jarang siswi meneriaki ketiganya, mereka merasa kagum pada mereka.

"Oh, ya, Gib. Lo ada hubungan apa sama Sherin adik kelas itu? Gue denger dari cewek-cewek katanya dia bareng sama lo berangkatnya." Deni merangkul Gibran dari belakang.

Perlahan tangan yang menggantung di leher Gibran, ia lepaskan. "Dia adik kelas saya."

"Aneh. Tumben-tumbenan mau ngurusin cewek."

"Udahlah, Rez. Mungkin Gibran kita ini lagi kasmaran sama tuh adkel." Deni menarik tangan Reza untuk pergi ke kelasnya, karena mendapat tatapan tajam dari Gibran.

Derap langkah seseorang di belakang, membuat Gibran spontan menoleh. Ia mendapati Tasya yang tersenyum ke arahnya.

"Gib, proposal pengajuan band untuk SMA Dirgantara gimana?" tanya Tasya bernada tegang.

Pasalnya bisa dibilang proposal ini terlambat untuk diserahkan, sebab pihak sekolah juga mendadak saat memberitahukannya.

SMA Dirgantara merupakan salah satu sekolah yang bisa dibilang dekat dengan lokasinya Dharmawangsa. Pada saat HUT nanti, band dari sana diundang untuk memeriahkan acara spesial yang diadakan beberapa hari lagi.

"Sudah saya selesaikan. Nanti saya akan berikan pada Ricki."

Harusnya bukan Gibran yang mengurus proposal itu melainkan Ricki sebagai ketua acara, tetapi karena ada satu dua hal yang membuat dia belum sempat membuatnya. Alhasil dilimpahkan pada Gibran.

"Syukurlah, kalau gitu siniin proposalnya biar gue yang kasih ke Ricki. Gue mau ketemu dia soalnya, jadi sekalian aja."

Gibran membuka tasnya lantas menyerahkan proposal yang ia buat semalam pada Tasya. Bel  sekolah akhirnya berbunyi, tetapi semua murid masih stay di luar. Sebab sama seperti kemarin, hari ini free.

Saat Gibran melanjutkan langkahnya menuju ruang OSIS, seseorang kembali datang mencegahnya. Apa tidak cukup kedua sahabatnya dan Tasya? Namun, kali ini Pak Hito yang menghadangnya.

Selain menjadi guru mapel fisika, Pak Hito adalah pembina OSIS SMA Dharmawangsa.

"Bisa ikut saya ke ruangan? Ada beberapa hal yang mau saya bicarakan," ujar Pak Hito.

"Baik, Pak." Gibran berjalan di belakang Pak Hito.

Saat sudah sampai di ruang yang dimaksud tadi, Pak Hito mempersilakan Gibran untuk duduk. Dua menit setelahnya, Pak Hito mulai menjelaskan sesuatu yang dimaksudkannya, dan Gibran fokus mendengar sesekali ikut berargumen.

-----

Telah terjadi aksi pembunuhan yang sangat keji, di mana pelaku menginjak korban sampai meninggal. Bahkan tak hanya satu yang menjadi korban, lebih dari pada itu. Di duga korban adalah deretan semut yang melintas di atas lantai kelas X IPS 4 dan sang pelaku adalah Rizal.

Formal Boy (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang