Setiap orang tentunya memiliki rasa cinta, rasa itu timbul begitu saja, terkadang tanpa meminta persetujuan dari keadaan. Keadaan memaksa kita untuk menjauh, walau sebenarnya hati ingin mendekat.
Hal itulah yang dirasakan oleh Sherin, ia tidak tahu apakah ia harus memperjuangkan cintanya atau memilih untuk pergi. Keduanya sama-sama menyakitkan baginya. Walau akhirnya ia memilih opsi pertama, yakni tetap memperjuangkan untuk mendapatkan cinta dari Gibran.
Contohnya sekarang, ia sudah berdiri di sebelah motor Gibran. Celingukan kesana-kemari mencari sang pemilik motor datang. Tujuh menit kemudian, orang yang ditunggu berjalan ke arahnya. Senyum yang sedari tadi selalu terbit diwajahnya, seketika luntur tatkala melihat dia dihadang wakil ketua OSIS, bernama Tasya Reygina Saputri.
"Gib, dua Minggu lagi kan ada acara HUT sekolah ketiga puluh tahun, gimana kalau kita bahas mulai hari ini? Tadi gue juga udah umumin di grup chat," jelas Tasya–waketos SMA Dharmawangsa.
"Baik."
"Oke."
Samar-samar Sherin mendengar perbincangan mereka, hingga tak sadar seorang cowok menghampirinya.
"Kamu kenapa bisa ada di sini?"
"Ya gue sekolah di sini lah, lo harusnya yang sopan sama gue, gue ini kakak kelas lo," tandas Reyhan Arya Saputra.
Dia adalah cowok yang ditemuinya tempo hari yang lalu, semalam sebelum peringatan hari ayah. Pertemuannya sungguh tidak mengenakan, kue yang rencananya buat ayah hancur ditabrak olehnya.
"Kak. Ganti rugi kue yang waktu itu dong, pake uang juga nggak papa atau boba boleh banget, yang penting ganti rugi."
"Panggil gue Rey," putusnya.
"Lah, tadi katanya disuruh sopan."
"Terserah gue lah, lo mau gue ganti rugi atau nggak?"
"Ya mau lah, tapi aku jangan diapa-apain ya."
"Nggak sudi gue sama bocil kek lo."
"Aku imut lho, Ka—"
"Rey!" potong Reyhan.
"Iya deh iya, Rey. Jadi, sekarang mana uangnya."
"Bocil kaya lo mata duitan juga ya?"
"Bukan masalah itunya, Rey. Justru kamu harus berterima kasih sama aku, soalnya di sini itu masalah tanggung jawab, apalagi kamu cowok. Berani berbuat, berani mempertanggung jawabkan. Yah, walaupun kemarin cuma kue dan sebenernya aku juga udah ikhlas, tapi tetep aja, apalagi itu aku beli pake uang tabungan aku dan itu nggak murah," jelas Sherin.
"Serah lo mau ngomong apa, sekarang lo ikut gue, ntar gue ganti rugi."
Perlahan Sherin menaiki motor itu, niatnya ingin bertemu dengan cowok yang ia suka gagal. Lima belas menit berlalu, belum juga sampai tujuan, entah berapa lagi ia harus berlama-lama berada diboncengan Reyhan.
Sebuah apartemen terpampang jelas di depan mata kepala Sherin, ia mengerutkan keningnya. Mengapa Reyhan membawanya ke sini, atau jangan-jangan?
"Eh, jujur deh sama aku. Ngapain kamu bawa aku ke apartemen, kalau kamu mau macem-macem aku teriak. To—"
"Diem bocil!"
"Namaku Sherin, bukan bocil. Lagian kenapa coba ajak aku ke sini, beneran nggak aneh-aneh kan?"
"Menurut lo?!" Reyhan semakin mendekat, lebih dekat, menyisakan jarak lima sentimeter di depan wajahnya.
Sherin semakin dirundung kecemasan, hatinya berdebar tak karuan, ditambah ia sudah menghantam tembok. Tubuh mungilnya kalah dengan tubuh kekar milik Reyhan, sehingga tak ada orang yang melihatnya karena posisinya saat ini benar-benar terhimpit.
Ketika ia ingin berteriak, Reyhan lebih dulu membekap mulutnya. Keringat dingin sudah membasahi wajahnya. Matanya ia pejamkan, hatinya terus merapalkan doa-doa agar apa yang ada dipikirannya tidak terjadi. Dan ...
-----
Di sinilah Sherin berada, di sebuah rooftop apartemen dengan boba di tangannya. Pemandangan sore hari benar-benar menyejukkan matanya, angin-angin sepoi menjamah kulitnya, seketika ia tersadar jika belum memberi kabar pada bundanya jika ia pulang terlambat. Ia segera mencari handphone di tasnya, lantas menelepon bundanya.
"Kamu tinggal di apartemen ini sama siapa?
"Menurut lo?"
"Nggak tahu lah, makanya aku nanya sama kamu."
"Gue tinggal sendiri."
Ketika Sherin ingin membuka suara, mulutnya lebih dulu mendapat dekapan tangan Reyhan, membuat kedua mata mereka bertemu walau hanya sesaat.
"Rey! Aku pulang ya, udah sore juga."
"Hmm."
"Yang manis kek jawabnya, nama kamu sama sifat kamu beda jauh."
"Hmm."
"Ish, hmm mulu jawabnya."
"Mau lanjutin yang tadi?" Reyhan mengeluarkan senyum smirknya.
Beberapa menit yang lalu ...
Ketika ia ingin berteriak, Reyhan lebih dulu membekap mulutnya. Keringat dingin sudah membasahi wajahnya. Matanya ia pejamkan, hatinya terus merapalkan doa-doa agar apa yang ada dipikirannya tidak terjadi dan ternyata Reyhan hanya menyentil dahinya.
"Lo mikir apa tadi?"
"Mmmm ... Ng-gak aku cu-ma kaget aja." Helaan nafas keluar dari mulut Sherin.
"Gue kalo mau ngelakuin itu pilih-pilih kali, nggak sama bocil kek lo."
"Enak aja ngatain aku bocil, terus mana ganti ruginya?"
Reyhan mengandeng tangannya, memasuki apartemen mewah itu dan membawanya ke rooftop apartemen, dimana di sana merupakan tempat favoritnya. Tak lama setelah itu, pelayan datang membawa tiga boba, membuat mata Sherin berbinar.
"Wah kayaknya enak bener nih boba, buat aku semua ya, Rey?"
Reyhan menyerahkan dua boba pada Sherin dan menyisakan satu untuk dirinya.
"Makasih, walaupun cuma boba yang penting kamu tanggung jawab, apalagi ini minuman favorit ku."
"Hmm."
Memikirkan kejadian itu membuat Sherin bergidik ngeri, yah walaupun bukan apa-apa, tetapi tetap saja sebagai seorang cewek, ia harus berjaga-jaga dirinya agar tidak ternodai oleh cowok manapun sebelum adanya ikatan sah.
"Jadi tujuan kamu selain beliin aku boba disini apa?"
"Nggak ada, katanya mau pulang?"
"Ya udah deh, makasih ya. Aku pulang duluan, jangan kangen."
Waktu sudah menunjukkan pukul lima sore, Sherin bergegas pulang dengan hati yang gembira, karena telah menghabiskan minuman kesukaannya, sementara Reyhan dia tiba-tiba tersenyum tanpa sepengetahuan darinya.
.
.Bagaimana dengan Bab 10?
Kalau ada yang salah kata atau apapun, coba Coment dong. Biar tahu letak kesalahannya dimana.
Jangan lupa tekan tombol bintang dibawah 👇🌟
Sekian dan Terima Kasih
Sampai ketemu di Cast Vector
✎﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏﹏
KAMU SEDANG MEMBACA
Formal Boy (END)
Novela JuvenilTentang Aksa Gibran Pratama yang dipertemukan dengan orang yang selalu mengejar cintanya, tak lain adalah Sherina Aliesa Alexandra. Namun, hatinya justru berlabuh pada sahabat dekat Sherin. Selain percintaan, sebuah rahasia keluarga yang disembunyik...