"Emang kamu di rumah bareng siapa biasanya?" tanya Hana menatap Yara, pagi ini mereka sedang duduk bersantai di sofa. Hana sebenarnya baru saja memasak sarapan untuk suaminya. Berharap jika Abian mau memakannya, karena laki-laki itu tidak makan sejak siang kemarin.
Ya, makanan yang kemarin malam Hana siapkan. Abian langsung menolaknya mentah-mentah.
Yara balas menatap manik coklat terang milik Hana. "Yara tinggal sama Mbak Husna, Mbak Husna itu orang yang udah bantu keluarga Yara dari Yara kecil," jawab Yara yang langsung membuat Hana mengangguk.
"Mbak Hana sama Yara cuma selisih empat tahun, lho. Harusnya Mbak Hana, kan, kuliah ... Mbak kenapa gak kuliah dan malah nikah sama Mas Bian?" Kini, Yara yang bertanya. Pertanyaan yang sering kali Hana dengar setelah adalah pertanyaan seperti ini.
"Emmm, Mbak gak kuliah, karena kondisi Mbak yang gini," jawab Hana. "Sebenernya Mbak waktu SMA ada niatan kuliah, cuma pas lulus, Mbak harus operasi mata Mbak yang udah bermasalah banget, jadi biaya kuliah Mbak yang udah di siapin Bunda Mbak, Mbak pakai untuk operasi." Lanjutnya memberi alasan sembari tersenyum.
"Terus, kenapa gak sekarang aja kuliahnya? Mas Bian, kan, bisa biayain Mbak," balas Yara.
Hana menggeleng. "Gak lah, Mbak gak masalah kok kalau gak kuliah. Lagian, kondisi Mbak juga gini ... kamu pasti ngerti, kan, apa yang Mbak maksud?"
Yara nampak berpikir, lalu menggeleng. "Yara gak ngerti, Mbak."
Hana menghela napas. "Di kondisi Mbak yang kayak gini, gak jarang Mbak dapet tatapan berbeda dari orang-orang. Ada yang menatap Mbak jijik, takut, kaget, pokoknya beragam. Dan ... Mbak tuh gak pernah bisa se-frekuensi sama mereka-mereka. Yang di umur segini bisa hang-out kesini, jalan ke situ, ya gitulah. Jadi banyak yang gak mau temenan sama Mbak," jelasnya.
"Banyak yang mau temenan sama orang sebaik Mbak Hana?" Yara memastikan. "Orang-orang makin aneh, ya, Kak. Mereka gak mau temenan sama Kakak cuma karena Kakak yang albino kayak gini?" Gadis itu menggeleng.
Hana tersenyum. "Udah, gak apa-apa. Mbak masih ada lah temen," balasnya santai.
Terlihat Abian yang sedari tadi mendengarkan kedua perempuan yang sedari tadi duduk di sofa ruang tengah itu. Laki-laki yang kini sudah siap dengan setelannya berjalan menghampiri keduanya. "Ra, besok jadwal cuci darah kamu, ya," ucapnya pada Yara.
Yara langsung menoleh, ikut menatap Abian. "Besok, ya, Mas?" tanyanya yang langsung di angguki oleh Abian. "B-boleh gak kalau Yara berhenti aja cuci darah?"
"Lho, kenapa?" Abian langsung duduk di sofa seberang kedua perempuan itu. Hana menunduk, perempuan itu tersenyum kecil saat mendengar sirat khawatir dari pertanyaan Abian. Jika boleh jujur, sekarang perasaannya campur aduk, antara senang karena Abian peduli dan mau membantu Yara yang sendiri, juga sedih saat melihat Abian yang terlihat begitu peduli pada Yara juga. Ada rasa cemburu? Iya, ada. Jika bisa, Hana juga ingin, Abian memperhatikannya sama seperti Yara.
"Y-yara capek terus kayak gini ...." lirih Yara.
Mendengar itu, Hana langsung memegang lengan Yara yang ada di sampingnya. "Jangan gitu, Ra. Kamu harus cuci darah, kan? Besok Mbak temenin kamu," ucapnya.
"M-mbak yang temenin aku?" Yara memastikan. Lalu, Hana mengangguk.
"Ya udah, besok kamu sama Hana aja, ya." Abian kini berdiri dari duduknya, lalu melangkah kembali menuju kamar setelah berucap, "Udah pagi, Mas harus anter kamu pulang, Ra. Kamu siap-siap, ya?"
Yara menatap punggung Abian. "Mas," panggilnya. Yang langsung membuat Abian berhenti dan membalikan badan. "B-boleh gak Yara di sini dulu? Yara mau ngobrol lebih banyak sama Mbak Hana," cicit gadis itu selanjutnya.
Abian mengangguk. "Ya udah, boleh." Laki-laki itu menyetujui, lalu kembali melangkah dan masuk ke dalam kamar.
Hana menatap Yara. "Ra, Mbak ke kamar dulu, ya? Bentar kok, nanti ke sini lagi," katanya lalu melangkah mengikuti Abian yang sudah masuk ke dalam kamar.
"Kak." Hana menghampiri Abian yang sedang membenarkan kemejanya di depan cermin. Abian tidak menoleh, laki-laki itu menatap Hana hanya dari cermin.
"Sarapan dulu, ya? Hana udah masakin Kakak," kata Hana menatap Abian dari samping.
Abian menggeleng tegas. "Lo masih aja masakin makanan buat gue, Han," katanya yang lebih terdengar lirih. Abian berucap sembari masih fokus membenarkan penampilannya.
Hana tersenyum. "Iya Hana masih masak. Makan ya, Kak? Jangan buat Hana males masak karena Kakak gak pernah hargain masakan Hana," balasnya menyindir. "Yuk, Kak!" Lanjutnya mengajak lalu menarik tangan Abian.
Abian menghela napas, hari ini ia tidak mau menciptakan masalah karena keberadaan Yara. Ah, Yara membawa pengaruh baik pada pernikahan mereka rupanya, setidaknya, Abian menurut pada Hana sekarang.
Hana menatap Abian yang sudah memakan masakannya. Ia juga menoleh, menatap Yara yang masih duduk di sofa sembari membaca buku yang tadi subuh gadis itu pinjam dari Hana.
"L-lo gak makan?" Hana langsung meneggakan tubuhnya. Apa ia baru saja berhalusinasi? Baru saja ia mendengar Abian bertanya seperti itu, apakah ini benar? Hana benar-benar kaget walaupun suara Abian terdengar dingin.
Namun, setelah itu Hana tersenyum. Perempuan itu menggeleng lalu menjawab, "Nanti aja, Kak." Dengan senang.
Allah, kenapa Hana jadi bahagia seperti ini?
Akhirnya, Abian selesai sarapan. Laki-laki itu berdiri dan melangkah kembali menuju kamar, lalu keluar dengan tas kerja yang ia bawa. Hana menatap jam, jam menunjukkan hampir pukul tujuh pagi.
"Kak Bian mau berangkat?" tanya Hana mendekat. Abian merespon dengan hanya mengangguk singkat.
Suasana hati Hana tiba-tiba baik pagi ini. Perlahan, ia harus membuat Abian berubah secara perlahan. Bukankah Abian bertanya padanya tadi itu adalah sebuah kemajuan? Ayolah, Abian yang biasanya tidak pernah mau memakan makanan yang ia masak dan menolak dengan kata-kata kasar dan ketusnya. Tadi, laki-laki itu sama sekali tidak menolak.
Abian kini melangkah mendekati Yara. "Ra, kalau ada apa-apa, kamu bisa hubungin Mas," katanya.
Namun, Hana buru-buru menggeleng. "Yara sama Hana, Kak," timpalnya.
Yara tersenyum. "Iya Mas, ada Mbak Hana kok," balasnya lalu berdiri dari duduknya. Setelah itu, ia dan Hana mengikuti langkah Abian yang keluar rumah.
Hana menghentikan Abian, perempuan itu tersenyum lalu mengambil tangan kanan Abian dan mencium punggung tangan suaminya itu. Abian terdiam kaget, karena yang di lakukan Hana sangat tiba-tiba.
Abian langsung saja melangkah keluar, tidak berucap apa-apa lalu masuk ke dalam mobil. Yara yang melihat itu, tersenyum kecil, tangannya menggandeng tangan Hana lalu berucap, "Mbak Hana sama Mas Bian cocok."
Hana hanya menghela napas lirih.
"Mbak Hana baru nikah sama Mas Bian, kan?" tanya Yara lagi.
Hana mengangguk.
"Mbak Hana pasti bahagia, punya suami yang baik kayak Mas Bian."
TBC
Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...