Abian membersihkan rumah yang terlihat berantakan akibat tiga hari ini tidak di bersihkan. Setelah selesai, Abian mendudukan dirinya di sofa lalu menghela napas. "Gue harus gimana lagi?" lirihnya.
Sampai laki-laki itu meneggakan badannya saat mendengar dering telepon dari ponselnya yang ada di kamar. Ia pun berdiri, lalu melangkah menuju kamar dan mengambil ponselnya.
"Lho? Mama?" gumamnya saat melihat layar ponsel. Laki-laki itu langsung saja menerima teleponnya dan menempelkan ponsel di teliga. "Hallo, Assalamualaikum Ma. Ada apa?"
"Waalaikumsalam. Bi, ada Hana gak di sana? Mama dari tadi teleponin dia gak angkat," balas Wina cepat.
Abian terdiam sejenak dan menunduk karena bingung. "H-hana gak ada, Ma." Akhirnya, ia berkata jujur. "Hana tinggal di rumah orang tuanya tiga hari ini ...."
"Apa?! Maksud kamu apa, Bian?"
"Bian ke rumah sekarang, ya? Ayah ada, kan? Bian mau minta maaf sama kalian," kata Abian. Lalu mematikan sambungan telepon setelah mengucapkan salam. Laki-laki itu kini menyimpan ponselnya di saku celana, mengambil kunci mobilnya dan segara melangkah keluar rumah.
Abian membuka pagar, lalu masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesinnya. Sedetik kemudian, mobil yang ia kendarai melaju menyapa jalanan. Ya, seperti kata Abian tadi, kini, laki-laki itu mengendarai mobilnya menuju rumah orang tuanya.
Abian sampai di depan rumah orang tuanya, laki-laki itu memasukkan mobilnya ke dalam pekarangan. Lalu turun dan melangkah menuju pintu rumah dengan cepat.
"Assalamualaikum." Abian memberi salam saat baru saja masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu tidak melihat siapapun, sampai Wina datang dari dapur lalu menghampiri putranya sembari menjawab salam.
"Kamu kenapa? Kok muka kamu keliatan muram gini?" Wina memperhatikan putranya. "Ini juga apa? Kamu abis nangis? Atau kurang tidur?" tanyanya lagi sembari mengusap kantung mata Abian yang terlihat jelas.
"Hana, dia kemana? Maksud kamu di telepon apa?" tanya Wina lagi.
Abian langsung memeluk tubuh sang mama. "M-maafin B-bian, Ma," lirihnya.
"Eh? Kenapa? Ayo duduk-duduk." Wina mengerutkan keningnya lalu melepaskan pelukan Abian dan menyuruh putranya itu duduk di ruang tamu. Setelah mereka sama-sama duduk, Wina menatap Abian. "Kenapa, hm? Ada apa?" tanya wanita itu.
"Bian udah kecewain Hana, Ma," ungkap Abian. "Bian udah hancurin semuanya ...."
Wina menggenggam tangan putranya, lalu menggamit jari-jari Abian. "Tau gak, Bi? Mama selalu mau kamu terbuka sama Mama kayak waktu kamu masih sekolah dulu ... Mama bahkan udah lupa, kapan terakhir kali kamu curahin isi hati kamu ke Mama," ucapnya, "kamu punya Mama, Bi. Kamu bisa ceritain semuanya ke Mama. Jadi, boleh kamu cerita sekarang? Ada apa sama kamu dan Hana? dan kenapa tiba-tiba kamu kayak gini?"
"Bian salah menilai Ayah, Ma. Bian kira--" Abian melanjutkan ceritanya pada Wina. Sampai laki-laki itu selesai bercerita, ia lihat mata mamanya yang sudah berkaca-kaca.
"Ya Allah, Bian ...." Wina melepaskan genggaman tangannya. "K-kenapa kamu bisa jadi kayak gini, hm? Mama jadi mer--"
"Maafin Bian, Ma. Mama boleh marah sama Bian, tapi tolong, jangan nangis. Bian mohon, Ma," potong Abian sembari mengusap air mata yang lolos jatuh ke pipi Wina. "Bian emang berengsek, jadi, Bian emang pantes, kan, dapetin ini semua?" Kini, suara laki-laki itu melemah.
"T-tapi Bian gak mau Hana pergi dari hidup Bian, Ma. Bian pengen Hana balik sama Bian, udah itu, kita mulai semuanya dari awal," lirih laki-laki itu.
"Mama sedih, Mama merasa gagal menjadi Ibu. Anak Mama sendiri, bertindak seperti itu sama perempuan," ucap Wina lalu menghela napas. "Mama marah banget? Iya. Tapi, Mama udah gak punya tenaga marah sama kamu. Sekarang, Mama cuma mau bilang, jangan sampai kamu berpisah sama Hana. Mama gak rela, apalagi, alasan kalian pisah karena k-kamu yang-- hiks." Wina menunduk tidak melanjutkan ucapannya, wanita itu kini menangis.
"Maafin Bian, Ma." Abian kembali menggenggam tangan sang mama.
"Bawa Hana pulang, Bi. Gak baik suami istri pisah rumah kayak gini ... kalau kalian terus gini, mau sampai kapan masalah ini berlanjut?" ucap Wina. "Sekarang, datengin Hana. Mau bagaimanapun respon dia, kamu harus kesana dan yakinin istri kamu itu, secepatnya."
"Ayah mana, M-ma?" tanya Abian.
"Ayah gak ada sekarang, kamu bisa ngobrol sama Ayah kamu nanti. Sekarang cepet, datengin Hana. Ini udah sore ...." balas Wina.
Abian akhirnya mengangguk, lalu menyalami tangan mamanya. "Bian bener-bener minta maaf, Ma. Jangan nangis lagi, ya? Bian janji, Bian bakal berusaha biar Hana pulang bareng Bian hari ini."
Setelah itu, Abian pamit. Laki-laki itu keluar dari rumah lalu masuk ke dalam mobil. Abian menyalakan mesin mobil, lalu melajukan mobilnya menuju rumah mertuanya.
Empat puluh menit berlalu, dan kini Abian sudah berada di depan pagar rumah mertuanya. Laki-laki itu menghela napas, lalu membuka pagar dan melangkah masuk ke pekarangan rumah. Abian juga berjalan menuju pintu, kembali menghela napas lalu mengetuk pintunya.
Tak lama kemudian, terlihat Hana membuka pintu rumah. Namun, saat melihat Abian yang datang, perempuan itu langsung kembali menutup pintu dengan cepat. Abian tidak tinggal diam, ia juga tak kalah cepat menahan pintu dengan tangannya walaupun terasa sedikit sakit karena tangannya terjepit.
"Aw, Han! Sakit," pekik Abian yang langsung membuat Hana kembali membuka pintu.
Hana menatap lengan Abian yang terlihat memerah, lalu menatap wajah suaminya itu dengan datar. "Ada apa kesini, Kak? Kak Bian mau apa lagi?" tanyanya tak kalah datar.
Abian menatap Hana. "Berjuang, Han. Gue mau yakinin lo biar pulang bareng gue sekarang," jawabnya, "pulang, yuk? G-gue kangen masakan lo."
Hana menghela napas. "Hana udah bilang, kan? Hana butuh waktu sendiri." Perempuan itu membalas. "Sekarang, Kak Bian mending pulang." Lalu, menutup pintu dengan cepat.
"Gue bakal nunggu di sini, Han," kata Abian yang masih bisa Hana dengar, karena kini perempuan itu masih ada di balik pintu.
Hana menghela napas, lalu menunduk dengan semua pikirannya yang campur aduk. Untung saja Sarah pulang terlambat hari ini, jadi perempuan itu tidak usah mendengar Sarah yang ribut lagi dengan Abian seperti tiga hari kebelakang ini.
Hana terdiam sampai ia mendengar kumandang adzan magrib. Perempuan itu langsung meneggakan tubuhnya, melangkah menuju jendela dan melihat keluar. Benar saja, Abian masih berdiri di depan pintu mereka.
Setelah terdiam sebentar, akhirnya Hana kembali melangkah menuju pintu. Membuka pintu tersebut dan menatap Abian. "Masuk, Kak. Salat Magrib dulu sebelum pulang," suruhnya.
"A-ayo kita salat berjamaah, Han!"
TBC
Ndak kerasa udah part 40 aja :"Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...