Part 7

24.1K 3K 114
                                    

Hana masuk ke dalam kamar, bisa ia lihat, Abian sedang duduk di tepi ranjang dengan menatap jendela sembari terdiam, membuatnya langsung melangkah mendekati suaminya itu.

Hana mendudukan dirinya di sebelah Abian. Abian masih diam, rupanya, laki-laki itu belum menyadari keberadaannya. Membuat Hana menatap Abian dari samping sembari terus berusaha degup jantungnya yang amat cepat berdegup.

"K-kak." Akhirnya, Hana memberanikan diri untuk memanggil suaminya. Perempuan itu bisa lihat Abian langsung menoleh.

Namun, sedetik kemudian Abian berdiri. Laki-laki itu menatap Hana balik. "Ngapain lo disini?!" tanyanya dengan nada suara sedikit naik.

Hana mengerutkan keningnya. "Ini kamar Hana, Kak," jawabnya yang langsung membuat Abian kikuk. Lalu ia tersenyum dan berucap, "Udah mau maghrib, Kak. Kata Ayah siap-siap shalat berjamaah di masjid."

Raut wajah Abian berubah datar. Dan lagi-lagi, Abian melangkah pergi tanpa berkata apapun. Membuat Hana memejamkan mata dan menghela napas panjang sembari berkata lirih, "Ya Allah ...."

Hana menggeleng. Perempuan itu berdiri dan membawa mukenanya yang di gantung di dinding. Lalu ikut keluar kamar untuk melaksanakan shalat berjamaah bersama perempuan yang lainnya.

Kumandang adzan maghrib terdengar saat Hana baru saja sampai di kamar sang Bunda. Dimana semua sudah berkumpul di sana. "Assalamualaikum," ucap Hana memberi salam, lalu menempatkan dirinya di sebelah Nafi.

Langsung saja mereka bersiap-siap dan melaksanakan shalat berjamaah. Selesai shalat, mereka berdoa bersama.

"Kita langsung pulang aja, ya," ucap Wina lalu berdiri, diikuti oleh Risa, Nafi dan tentu saja Hana.

"Eh, mau langsung pulang, Ma? Nginep aja dulu di sini, Mama bisa tidur di ruang tamu," balas Hana yang langsung membuat Wina menggeleng.

"Gak usah sayang, Mama emang mau pulang setelah maghrib. Kamu besok pindahan, kan? Nanti Mama ke sana barengan sama Bundamu, ya?" ucap Wina sembari memegang bahu Hana.

Hana mengangguk. "Berarti nunggu Ayah dulu ya, Bu--"

"Assalamualaikum!" Belum Hana selesai bicara, terdengar suara orang mengucap salam dari luar. Membuat Hana dan yang lain langsung membuka mukena dan keluar, ternyata Wijaya dan Abian yang sudah pulang dari masjid.

"Jadi, kita mau langsung pulang, Tan?" Nafi yang ada di sebelah Hana bertanya pada Wina yang baru saja menyalami suaminya.

Wina mengangguk. "Iya, yuk siap-siap," jawabnya lalu melihat ke arah Risa. "Makasih, ya, Ris. Semoga keluarga kita makin dekat." Dan memeluknya setelah berucap seperti itu.

"Iya, Mbak." Risa tersenyum dan membalas pelukan besannya itu.

Setelah itu, Wina beralih memeluk Hana. "Mama pamit, ya. Besok kalau mau berangkat kabari, biar Mama dan Bunda kamu anterin," ucapnya yang membuat Hana mengangguk.

Abian yang sedari tadi diam kini menyalami tangan mama dan ayahnya. Lalu, Wina, Wijaya dan Nafi pamit pulang setelah bersiap-siap sebentar.

Kini, tinggal Hana, Abian dan Risa yang ada di ruang tengah. "Kak Sarah dimana, Bun? Dari tadi Hana gak lihat," tanya Hana saat menyadari jika kakaknya tidak ada sedari sore.

"Di rumah Bibi, tadi sore dia ikut Bibi pulang." Risa menjawab.

"Lho, kenapa?" Hana kembali pertanya.

Risa menggeleng. "Udah, jangan pikirin. Sekarang, kalian ke kamar aja, siap-siap shalat isya," katanya, "Bunda juga mau ke kamar, udah shalat isya mau istirahat. Capek." Setelah itu, Risa melangkah kembali menuju kamarnya.

Hana menatap Abian yang ada di sampingnya, lalu ia melihat Abian langsung pergi menuju kamarnya setelah itu. Membuat Hana ikut melangkah mengikuti sang suami.

Hana masuk ke dalam kamar yang sudah di hias sedemikian indah itu. Melihat Abian yang langsung membaringkan tubuhnya. Hana mengerti, pasti Abian lelah.

"J-jangan tidur dulu, Kak," ucap Hana saat melihat Abian memejamkan mata. "Belum isya, kalau mau tidur nanti setelah isya."

Abian membuka matanya, lalu menatap Hana yang berdiri di depan pintu yang sudah tertutup. Laki-laki itu berdecak. "Gue tau," ucapnya ketus lalu kembali memejamkan mata.

Ucapan ketus Abian membuat Hana menghela napas lirih sembari memejamkan mata sejenak. Jujur, ada ganjalan di dadanya saat mendengar Abian ketus seperti itu. Namun, Hana harus kuat, kan?

Perempuan itu memilih duduk di kursi depan cermin, menatap pantulan suaminya yang masih memejamkan mata dari sana. Terdiam sampai kumandang isya terdengar.

Hana langsung menenggakan badannya. Berdiri dan melangkah mendekati Abian. "Katanya tau, tapi tidur," gumamnya sembari menggelengkan kepala. Lalu memberanikan duduk di tepi ranjang dan menatap Abian dalam.

Perlahan, tangan Hana bergerak menyentuh lengan Abian. "K-kak." Dengan gugup, perempuan itu mengguncang badan Abian pelan agar suaminya itu bangun.

Terlihat Abian langsung membuka matanya. Saat merasakan tangan Hana berada di tangannya, Abian langsung menepisnya dengan cepat. Laki-laki itu mendudukan diri dan menatap wajah putih pucat istrinya yang terlihat kaget.

Hana menunduk. "Adzan, Kak. Shalat dulu baru tidur," cicitnya pelan.

Abian berdecak. "Lo ganggu gue!"

Hana menghela napas pelan. "H-hana gak ganggu Kakak, Hana cuma mau Kakak shalat dulu baru tidur. Biar tenang," katanya.

Abian kembali berdecak. "Ya udah, lo aja shalat duluan," katanya dingin.

Hana menatap Abian. "K-kita bisa shalat berjamaah, Kak."

Abian langsung menyipitkan matanya. "Jangan ngarep lo, lagian, buat apa gue shalat bareng sama lo?!"

"Kak Bian suaminya Hana, imam buat Hana. Emang salah Hana pengen kita shalat berjamaah bareng? Sekalian shalat sunna--"

"Gue bilang, lo jangan ngarep." Abian memotong ucapan Hana dengan cepat.

"Kenapa? Hana itu istri Kakak, kan? Kenapa Hana gak boleh berharap diimami Kakak?" balas Hana. Sungguh, ia tidak bermaksud mendebat sang suami. Namun, ia harus bagaimana lagi? Ia tidak salah, kan, meminta Abian mengimaminya?

"Lo harusnya merasa beruntung, Han. Karena gue masih mau nikahin cewek yang punya kelainan kayak lo." Abian beranjak dari ranjangnya. "Gue yakin, cewek kayak lo itu gak gampang buat dapetin laki-laki normal!"

Perkataan Abian membuat Hana tersentak. Hana kembali menunduk, pandangannya mengabur karena air mata yang ada di pelupuknya. "K-kak ...." Perempuan itu berkata lirih.

Abian tersenyum miring. "Udah sana, pake mah nangis segala," ketusnya lagi.

Hana mengusap mengusap air matanya cepat lalu kembali menatap sang suami. "Kakak kenapa nikahin Hana?" Tiba-tiba saja pertanyaan itu ia lontarkan pada Abian.

"Lo tau, kan, gue gini gara-gara Ayah? Pake nanya segala," jawab Abian. "Gue terpaksa nikah sama lo, puas?!" Lalu, melangkah menuju kamar mandi dan membanting pintu dengan keras.

Hana menatap pintu yang kamar mandi yang baru saja tertutup itu. Air mata kembali jatuh dari pelupuk matanya.

Allah, kenapa ia harus merasakan pahit ini di hari pertamanya menikah?

TBC

Maaf karena jarang update, ya. Insya Allah setelah ini akan update rutin seperti biasa♡


Mohon maafbila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡

HANABIAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang