Part 27

21.4K 2.6K 117
                                    

Hana tersenyum saat mendengar suara mesin mobil yang masuk ke dalam pekarangan rumah. "Kayaknya Kak Bian udah pulang," ucapnya pada Yara yang ada di sampingnya lalu berdiri untuk membukakan pintu.

Saat membuka pintu, Hana kembali tersenyum saat melihat Abian yang juga hendak membuka pintu. "Kak," ucap Hana lalu mengulurkan tangannya untuk menyalami Abian. Namun, Abian tidak merespon, laki-laki itu malah diam dan melangkah menuju kamarnya tanpa berbicara apapun.

Hana menutup pintu, perempuan itu mengkerutkan keningnya lalu bertanya, "Kenapa dia?" Sembari bergumam.

Yara yang melihat itu juga di buat heran, ada apa dengan Abian? Gadis itu langsung berdiri, lalu menghampiri Hana yang masih diam menatap kamarnya di depan pintu. "Mas Bian kenapa, Mbak?"

Hana menggeleng. "Mbak gak tau. Tunggu, Mbak ke kamar dulu, ya?" balasnya, lalu melangkah menuju kamar setelah  diangguki oleh Yara.

Hana masuk ke dalam kamarnya yang tidak Abian tutup. Perempuan itu menutup pintu perlahan lalu menatap Abian yang terlihat sedang duduk di tepi ranjang. Tidak seperti biasanya, karena biasanya Abian langsung membersihkan diri jika baru saja pulang dari luar.

Namun, Hana tidak terlalu menghiraukannya. Perempuan itu kini melangkah mendekati Abian lalu duduk di samping suaminya itu. "Kak Bian, kenapa lagi?" tanyanya dengan nada rendah. Abian tidak menjawab, laki-laki itu hanya melirik Hana sebentar lalu berdiri dan melangkah menuju lemari. Mengambil setelannya, lalu masuk ke dalam kamar mandi.

Hana menghela napas lirih. Ia kira, hubungan mereka akan mulai berubah setelah kejadian tadi pagi. Tetapi apa ini? Abian bahkan tidak berucap apa-apa padanya sama sekali. Ada apa dengan suaminya itu?

Hana terdiam sebentar lalu menatap jam. Sudah sore dan dia harus memasak sekarang. Akhirnya Hana berdiri, memilih melangkah keluar kamar dan berniat memasak untuk makan malam. Baru saja keluar dari kamar, Hana di buat kaget saat melihat seorang laki-laki yang duduk membelakanginya di sofa sedang mengobrol dengan Yara.

Langsung saja ia kembali ke kamar. Mengambil jilbabnya dan memakai kaus kaki. Perempuan itu kemudian keluar, dan melangkah menuju ruang tamu. "Eh, Kak Aryan?" Hana menghela napas, ia kira siapa yang datang.

Aryan menoleh, laki-laki itu tersenyum pada Hana. "Eh, Han! Lama gak ketemu, Assalamualaikum," sapanya.

Hana mengangguk lalu menjawab salam Aryan. "Kak Aryan bareng Kak Bian apa gimana? Kok Hana gak tau Kak Aryan ke sini?" tanyanya.

"Mobil gue di taro di luar gerbang, Han. Terus tadi, yang bukain pintu Yara," jawab Aryan. "Bian mana? Dia gak apa-apa, kan?" Lanjutnya bertanya, mengingat Abian pulang dengan keadaan marah padanya tadi.

Hana mengerutkan keningnya. "Lho? Kak Bian baik-baik aja kok. Emang kenapa, Kak?" balasnya.

Aryan buru-buru menggeleng. "Ah enggak, gak apa-apa kok. Gue kesini cuma mau jemput Yara. Biar Yara gue yang bantuin," ucap Aryan lalu menatap Yara dan tersenyum.

Hana mengerutkan keningnya bingung. "Eh? Kok Ka--"

Aryan berdiri, ia hendak menarik tangan Hana untuk mengikutinya, tetapi tidak jadi. Akhirnya, Aryan mengajak Hana keluar dari rumah dengan isyarat wajahnya. Hana mengerti, perempuan itu menatap Yara yang terlihat kebingungan lalu berucap, "Tunggu ya, Ra. Mbak mau ngomong sama Kak Aryan dulu." Setelah itu, berjalan mengikuti Aryan.

"Ada apa, Kak? Kok tiba-tiba Kak Aryan bilang mau bantu Yara?" Hana langsung bertanya.

Aryan tersenyum kecil. "Itu yang harus gue lakuin, Han," katanya, "gue bawa Yara biar kalian, maksudnya lo sama Bian bisa belajar buat saling menerima. Ah enggak, maksudnya biar si Bian cepet bisa nerima lo."

Hana menggeleng tidak mengerti. "Gimana?"

Aryan menghela napas. "Gini, gue tau, dengan keberadaan Yara di sini. Lo pasti bakalan berpikir kenapa si Bian bersikap baik sama dia sedangkan enggak sama lo, kan? Nah, gue tuh gak mau lo ngerasa makin sakit sama Bian karena liat perlakuan dia ke Yara," jelasnya.

"Hana gak masalah kok, Kak." Hana menimpal tidak yakin.

Aryan tertawa hambar. "Udahlah, Han. Berhenti bersikap kuat, gue tau gimana lo jalanin semuanya ini."

"Tapi Kak, Kak Aryan rawat Yara sendirian ... itu ga--"

"Lo pikir gue bakal rawat Yara sendiri? Gue laki-laki normal lah, walau dia masih lima belas tahun, Yara tetep aja cewek. Gue gak rawat dia sendirian, ada Ibu gue, biar Yara sama Ibu gue," potong Aryan. "Ini lebih baik, kan? Dari pada Lo sama Abian yang rawat dia?"

"Kak Aryan lakuin ini semua karena cuma gak mau Hana sakit hati?" selidik Hana.

Aryan menggeleng. "Gak, gak itu aja. Gue mau buat si Bian sadar sama kesalahannya itu. Lo masih bisa, kan, buat Abian berubah? Secara perlahan, Han," ucapnya.

"Hana udah berusaha, Kak," lirih Hana.

"Gue tau ini berat, tapi mau gak mau lo lakuin semua ini," balas Aryan. "Sekarang, biar gue yang jelasin sama Yara." Lalu, laki-laki itu membalikan badannya untuk kembali masuk ke dalam rumah.

"Kak Aryan, tunggu." Hana menghentikan langkah Aryan.

"J-jangan bilang soal Hana dan Kak Bian sama Yara," ucap Hana.

Aryan mengangguk. "Gue gak akan bilang itu."

Hana mengikuti Aryan yang kembali masuk. Aryan mendudukan dirinya di sebelah Yara, tersenyum pada gadis itu lalu berucap, "Yara ikut Mas Aryan, ya?"

Yara menggeleng. "Enggak, Mas. Yara mau di sini bareng Mbak Hana sama Mas Bian," tolaknya, "Y-yara gak kenal Mas Aryan ...."

Aryan menghela napas. "Kamu bilang, kamu hubungin Bian gara-gara kamu tau dari tulisan Kakak kamu di ruangannya, kan?" tanyanya, "Yara liat gak, di ruangan Yasa ada figura besar? Foto itu foto kita bertiga, Mas Aryan, Mas Bian sama Kakak kamu." Ah, Aryan akan selalu ingat bagaimana isi ruangan Yasa.

"Mas ini juga temen deketnya Kakak kamu, Ra. Lagian, ada Ibu Mas juga." Lanjut Aryan.

"T-tapi, kenapa Mas?" Yara menatap Aryan.

Aryan nampak berpikir. "Gak kenapa-napa, sih. Cuma, kan, Mbak Hana sama Mas Bian ini baru nikah. Yara ngerti, kan, maksud Mas? Mereka butuh waktu berdua, kan?" Ah, alasan macam apa ini?

"Ya, Ra?" Aryan meyakinkan.

"Yara repotin semua orang, ya, Mas?" Suara Yara terdengar lirih. "Maaf ...."

Hana yang sedari tadi berdiri memperhatikan kedua orang di depannya langsung mendekat dan mendudukan tubuhnya di sebelah Yara. Tangannya bergerak memegang punggung tangan Yara. "B-bukan gitu, Ra. Aduh, gimana ini, Kak?" Bingung Hana melihat Aryan.

Aryan menghela napas lagi. "Enggak kok, Ra. Cuma ya, ayo kita kasih Hana sama Bian ruang sama waktu buat mereka dan hubungan mereka. Kamu gak repotin mereka, kok. Kalau iya kamu repotin mereka, kenapa juga mereka masih bantu kamu sampai sekarang?" jelasnya.

Yara mengangguk kaku. "Y-ya udah, Yara ikut Mas Aryan. Makasih udah mau bantu Yara, Mas ...."

"Kamu adiknya sahabat Mas, itu bukan masalah," balas Aryan. "Yuk, kamu mau pulang, kan? Mas anter kamu."

"Kalian gak nunggu gue dulu?" Suara Abian membuat semua orang langsung menoleh.

Aryan menatap Abian canggung. Jangan lupakan jika mereka yang baru saja bertengkar tadi. Abian melangkah mendekati Aryan lalu menatap laki-laki itu dingin. "Gue minta maaf," ucapnya.

Membuat Aryan langsung merekahkan senyumannya dan mengangguk. "Gue harap, lo pertimbangin omongan gue tadi," balasnya lalu menepuk pundak Abian.

TBC

Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡

HANABIAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang