Sedang fokus membereskan baju, Hana di buat menoleh karena mendengar suara salam dari luar. Perempuan itu tersenyum, lalu berdiri dan melangkah keluar dari kamar.
Saat keluar, ternyata yang datang adalah Risa, Wina dan Nafi. Membuat Hana langsung melangkah mendekati mereka dan menyuruh semuanya duduk.
"Abian kemana, Han?" Mendengar pertanyaan dari mertuanya, Hana langsung terdiam. Pasalnya, ia tidak tahu kemana suaminya itu. Karena setelah mereka berdebat soal kamar tadi, Abian langsung melenggang pergi.
"E-emm, tadi Kak Bian keluar, Ma. Hana gak tau persis dia kemana," jawab Hana, lalu ikut duduk di sebelah Nafi dan menatap temannya itu sembari bertanya, "Kamu gak kuliah, Fi?"
Nafi langsung menggeleng. "Gak ada kelas, jadi Nafi kesini. Di ajak Tante Wina," jawab Nafi.
"Di ajak atau maksa ikut, hm?" sindir Wina yang langsung membuat semua tergelak.
Hana kembali berdiri. "Hampir lupa, Hana belum bikinin kalian minum," katanya, "Hana ke dapur dulu, ya. Mau ambil minum buat kalian." Lalu melangkah menuju dapur.
Sampai di dapur, Hana terdiam. "Ya Allah, Hana gimana sih? Kan baru pindahan, mana ada minuman di sini? Air putih juga gak ada lagi," gumamnya mengingat jika di dapur sama sekali tidak ada minuman.
"Nih." Hana menoleh, melihat Abian yang baru saja meletakkan satu buah kantong plastik di dekat kompor. "Gelasnya ada di atas," ucap Abian lagi. Membuat Hana langsung melihat isi dari kantong plastik itu.
Senyum Hana tertarik. Ternyata itu adalah jus kemasan. Perempuan itu menoleh, menatap Abian yang masih berada di tempatnya. "Wah, Kak Abian tau aja Hana lagi bingung karena gak ada minuman," ucapnya, "makasih, ya!" Lalu melangkah menuju rak untuk mengambil gelas.
Ekor mata Abian mengikuti setiap gerakan Hana. Sampai, terlihat sang istri kesulitan mengambil gelas di rak paling atas. Laki-laki itu menghela napas, lalu melangkah mendekati Hana dan mengambil gelas di sana. Membuat Hana terkaget karena posisi mereka sangat dekat sekarang.
Namun, setelah itu Hana tersenyum. Perempuan itu melihat Abian yang baru saja menaruh gelas lalu berucap, "Makasih, ya, Kak."
Abian hanya berdeham, setelah itu ia langsung melenggang pergi meninggalkan dapur. Melihat itu, Hana menggeleng. Tidak mau ambil pusing, perempuan itu langsung saja menuangkan minuman yang di berikan Abian tadi.
Setelah selesai, Hana keluar dari kamar dengan baki di tangannya. Ia lihat, Abian sedang mengobrol dengan mertuanya, menyimpan baki itu di tangannya lalu mendudukan diri di sebelah Abian.
"Jadi, bajunya udah di beresin, Han?" tanya Risa yang langsung membuat Hana menoleh.
"Lagi, Bun. Tadi tuh Hana lagi beres-beres baju," jawab Hana.
"Kita juga gak bakal lama, kok, Sayang. Mau selesain urusan setelah pernikahan udah ini. Paling kamu nanti di bantuin Nafi," ucap Wina.
Hana mengangguk. "Iya, Ma."
"Jadi, kalian mau liburan kemana? Mumpung kamu masih ada cuti, Bian." Mendengar itu, Hana langsung terdiam. Karena Hana tidak memikirkan soal liburan sama sekali.
"Liburan? Hana gak kepikiran liburan," ucap Hana jujur.
Wina menatap Hana. "Lho? Kok belum kepikiran? Pokoknya kalian harus cepet-cepet liburan. Sebelum Bian balik kerja."
Hana hanya tersenyum kecil, lalu menatap Abian sejenak lewat ekor matanya. Setelah itu, ia mendengar Abian berucap, "Udahlah, Ma. Jangan liburan aja, ribet-ribet."
Wina menggeleng. "Gak, Bian. Kalian harus liburan. Sekalian pendekatan juga, kan? Soalnya, Mama liat kalian masih kaku gitu."
"Gimana gak kaku, nikahnya aja gini caranya," gumam Abian yang sepertinya terdengar oleh Hana. "Gak usah, Ma. Lagian kalau pendekatan mah kita serumah. Kurang deket gimana?" Lanjutnya membalas ucapan sang mama.
"Kenapa sih nolak? Pokoknya kalian harus liburan, Mama gak nerima penolakan." Wina menggeleng lagi lalu menatap Hana. "Lagian, Hana juga setuju, kan?"
Hana hanya bisa mengangguk. Membuat Abian berdecak kecil lalu menghela napas panjang dan berucap, "Ya udah, tapi Abian yang nentuin tempat liburannya, ya, Ma."
Setelah itu, Abian berdiri. "Abian mau ganti baju dulu," katanya lagi, lalu melangkah pergi meninggalkan 4 perempuan yang sedang duduk di ruang tamu.
"Anak saya emang gitu, Ris." Wina menepuk paha Risa.
Membuat Risa tertawa renyah. "Gak apa-apa, Mbak. Kalau emang udah gitu. Semoga aja Hana bisa terbiasa," balasnya.
Setelah itu, mereka mengobrol sebentar. Sampai Risa dan Wina sama-sama pamit dengan alasan membereskan urusan pernikahan kemarin. Hana dan Nafi ikut berdiri, lalu perempuan berkulit pucat itu memeluk Risa dan Wina bergantian. "Hati-hati, ya, Bun, Ma. Maaf Hana gak bisa suguhin apa-apa."
"Gak apa-apa, lagian baru pindahan gini. Kita ngerti kok. Harusnya kita yang minta maaf, karena gak bisa bantu kamu beres-beres."
"Cuma baju kok, Ma. Yang lainnya kan udah Mama beresin kemarin-kemarin. Makasih ya."
"Ya udah, kita pamit ya, Nak. Assalamualaikum ... Nafi, jangan lupa bantuin Hana, ya. Salam juga sama Bian, kayaknya dia masih ganti baju."
Hana mengangguk sembari menjawab salam, lalu melangkah keluar rumah bersama Nafi untuk mengantarkan Wina dan Risa.
"Ah iya, jangan lupa. Pikirin tempat liburan, pokoknya harus minggu ini berangkatnya." Sebelum masuk ke dalam mobil, Wina berucap. Membuat Hana mengangguk lagi.
"Jadi, kamu mau liburan kemana, Han?" tanya Nafi pada Hana saat mobil baru saja keluar dari pekarangan rumah.
Hana menggedikan bahunya. "Gak tau, Fi. Hana juga bingung, lagian, emang harus banget, ya?"
"Iya, lah! Kata Tante Wina bener, anggap aja kamu sama Bang Bian PDKT-an." Nafi membalas lalu mengikuti langkah Hana masuk ke dalam rumah. "Pokoknya hari ini juga kalian harus ambil keputusan."
"Iya, Fi. Hana ikut Kak Bian aja, soalnya tadi dia bilang dia yang nentuin, kan. Sekarang, ayo beres-beres. Dikit lagi kok," ucap Hana. Baru saja akan ke kamar, ia lihat Abian yang keluar dari kamar.
"Mama udah pulang?" tanya laki-laki itu.
"Udah, Kak," jawabnya.
Abian mengangguk, lalu terlihat melangkah keluar dari rumah. Namun terhenti karena tiba-tiba Nafi memanggilnya membuat Abian menoleh dan menyahut, "Apa?"
"Mau kemana, Bang?" tanya Nafi, seakan mewakilkan Hana yang enggan bertanya karena jawaban Abian pasti--
"Bukan urusan kamu."
Hana menghela napas lirih, benar apa yang baru saja ia pikirkan.
Nafi berdecak. "Lha? Urusan Nafi lah, Hana temen sekaligus ipar Nafi. Hana juga istri Abang. Lagian Abang mau kemana sih? Bukannya bantuin Hana malah keluar? Emang penting banget?" Dengan berani, Nafi berucap seperti itu.
Abian menatap Nafi datar. "Oke, gak jadi!" ketusnya lalu mendudukan diri di sofa ruang tamu.
Melihat itu, Nafi tersenyum. "Nah, gitu dong!" katanya, "sekarang, mending kalian pikirin kemana kalian bakalan liburan."
"Ah, iya, Kak. Tadi Kakak bilang Kakak yang bakalan nentuin tempat liburannya. Kemana, Kak?" Kini, Hana bertanya.
Abian terdiam sejenak, setelah itu menjawab, "Gue suka pantai, jadi gue mau liburan ke daerah-daerah pantai."
"APA?!" Hana dan Abian di buat terkaget karena tiba-tiba Nafi memekik. "Bang Bian sehat? Ajak Hana liburan ke pantai? Abang gak liat keadaan istri Abang gitu? Jelas-jelas Hana itu sensitif matahari, masa di ajak ke tempat panas sih!"
Hana terdiam. Benar kata Nafi, kenapa ia tidak memikirkan hal itu saat Abian menjawab tadi.
Abian menggedikan bahunya. "Gak tau, gue maunya ke pantai."
"Tapi, Bang. Hana itu albi--"
"Gue gak peduli, Nafi!"
TBC
Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
روحانيات[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...