Part 24

20.4K 2.6K 97
                                    

Hana menghidangkan masakannya, ia baru saja memasak setelah melaksanakan salat magrib. Yara juga masih di rumahnya, sedang Abian, laki-laki itu masih berada di dalam kamar, dan Hana tidak mau menganggunya, Hana ingin Abian merasa tenang dulu.

Yara menghela napas lalu menatap makanan yang di hidangkan Hana dengan getir. "M-mbak Hana masak buat Yara?" tanya gadis itu.

Hana mengangguk. "Iya, yuk di makan!" balas Hana semangat. Namun Yara menggeleng, dia menatap Hana dengan tatapan yang tak terbaca.

"Kenapa, Ra?" tanya Hana bingung. "Kamu gak suka masakannya? Kamu mau di buatin yang lain?" Lanjutnya.

Yara lagi-lagi menggeleng.

"O-oh, atau kamu mau nungguin Kak Bian? Tunggu ... biar Mbak panggilin dia, kita makan bareng, ya?" ucap Hana lagi, lalu tersenyum pada Yara dan melangkah menuju kamarnya yang masih tertutup.

"Mbak," panggil Yara lirih, membuat Hana menghentikan langkahnya dan membalikan badan, menatap gadis lima belas tahun itu. "G-gak usah, k-karena kita gak bisa makan bareng kayak gini." Lanjut Yara berucap, lalu menunduk dan mulai terisak.

Melihat itu, tentu saja Hana panik. Perempuan itu dengan cepat melangkah mendekati Yara dan memeluk tubuh gadis kurus itu. "Ra ... kamu kenapa? Mbak salah ucap, ya?" tanya Hana merasa bersalah.

Bisa Hana rasakan, Yara menggeleng. "E-enggak, Mbak. Mbak Hana sama sekali gak salah sama Yara," jawab gadis itu lemah.

"T-terus?"

"Yara mau berterima kasih banyak sama Mbak yang mau terima Yara dengan baik gini, Mbak Hana baik banget," lirih Yara. "Makasih juga udah repot-repot buatin Yara masakan yang keliatan enak ini, t-tapi--"

"Yara gak bisa makan semua ini, Mbak. Mbak liat air yang Mbak kasih tadi? Bahkan, minum air pun Yara gak bisa banyak-banyak." Gadis itu membalas pelukan Hana, tepatnya melingkarkan tangannya di perut perempuan itu.

Hana menoleh ke arah ruang tamu yang memang tak jauh dari sana, melihat makanan dan cemilan yang ia hidangkan memanglah terlihat belum tersentuh. "R-ra ...."

Yara mengangguk. "Iya, Mbak. Yara kena gagal ginjal," ungkap Yara. "Yara gak bisa makan apapun setiap harinya, selain segelas air dan sedikit nasi dan telur." Lanjutnya lalu melepaskan pelukan Hana dan mendongak menatap perempuan itu.

"Akibat kebebasan yang Yara punya, Yara terus makan makanan yang gak sehat, dan akhirnya ... ginjal Yara bermasalah, ini udah terjadi enam bulan yang lalu. Dan hari ini, Yara udah ada di kondisi terparah," jelas Yara, yang langsung membuat Hana duduk dan ikut menatap gadis itu.

"Ra, maafin Mbak, ya. Mbak gak tau kamu sakit apa," kata Hana. "Kalau Mbak tau kamu sakit ini, Mbak gak akan masak dan buat kamu sedih kayak gini, Mbak minta maaf." Perempuan itu terus meminta maaf pada Yara.

Yara menggeleng. "Mbak Hana gak usah minta maaf," balasnya, "harusnya, Yara yang minta maaf sama Mbak. Udah buat Mas Bian repot dan temenin Yara setiap harinya, karena itu, Mas Bian pasti selalu ninggalin Mbak Hana."

Hana menghela napas dalam diam, ia tahu gadis di depannya ini sama sekali tidak mengetahui bagaimana hubungannya dengan Abian. "Udah, gak apa-apa ...." Lalu, ia kembali membawa Yara ke dalam pelukannya. Perempuan itu juga mengelus kepala gadis di pelukannya ini sayang.

"Yara udah lama banget gak rasain pelukan seorang Kakak kayak gini," lirih Yara. "Mbak Hana sehangat Mbak Yasa, dan Yara seneng ada di pelukan ini." Lanjutnya yang membuat Hana langsung terpaku.

Yara paham situasi, gadis berumur lima belas tahun itu langsung mengerti kenapa tiba-tiba elusan di kepalanya terhenti. Langsung saja Yara menggeleng, membuat Hana tersadar dan kembali mengelus kepalanya. "Mbak Hana harus terus bersyukur sama Tuhan," kata Yara, gadis itu ingin mengalihkan pembicaraan.

HANABIAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang