Hana menyapu lantai dengan tenang, sedang Abian yang duduk di sofa ruang tengah. Hari ini hari libur, otomatis, Abian tidak berangkat bekerja. Laki-laki itu juga memilih diam di rumah, tidak seperti biasanya.
Tujuh hari berlalu, dan hubungan mereka bisa di katakan mengalami perubahan. Kalian tahu? Abian sudah tidak lagi berkata kasar atau ketus. Laki-laki itu kini lebih banyak diam, dan jika kesal, ia hanya akan berdecak.
Hana rasa itu sebuah perubahan yang baik. Walapun mereka berada di dalam hubungan yang terbilang canggung, tetapi Hana suka itu. Hana lebih suka Abian yang menurut walaupun meresponnya dengan diam.
"Kakinya, Kak. Hana lagi nyapu," kata Hana, menyuruh kaki Abian naik karena dirinya kini menyapu di ruang tengah.
Abian menaikan kakinya dengan diam, dengan matanya yang masih fokus menatap televisi di depannya. Hana melirik Abian, menghela napas lalu bertanya, "Kak Bian tumben gak keluar? Biasanya paling gak betah di rumah."
"Gak apa-apa dong," balas Abian dingin.
Hana meneggakan badannya. "Kak Bian kok lebih banyak diem sih akhir-akhir ini?" tanyanya lagi.
Abian menggedikan bahu, tidak menjawab Hana, ia malah berdiri dan memilih masuk ke dalam kamar. Melihat itu, Hana mengerutkan keningnya, senyumannya juga kembali mengambang. Ah, akhir-akhir ini ia jadi sering tersenyum.
"Kak Bian beneran gak akan kemana-mana?" tanya Hana, suaranya ia tinggikan sedikit agar Abian yang ada di kamar mendengar.
"Iya! Udah, jangan banyak nanya!" Terdengar Abian menjawab.
Hana terkekeh. "Iya!" katanya lalu melanjutkan aktifitasnya yaitu menyapu.
Selesai menyapu, Hana melangkah menuju kamar. Di sana, ia melihat Abian yang terlihat sedang menatap laptop dengan kaca mata yang bertengger di hidungnya. Hana menghela napas, harus apa ia sekarang? Dia sudah membereskan semuanya dan ia juga tidak mau merusak suasana dengan menganggu Abian.
Lagi-lagi, Hana memilih mengambil bukunya di rak. Mendudukan dirinya di sebelah Abian yang duduk di sofa, memakai kaca mata lalu mulai membaca. Ah, selalu saja begini, mereka berada di ruangan yang sama tanpa sepatah katapun.
Namun, Hana lebih suka suasana seperti ini. Perempuan itu lebih suka mereka saling diam dan sibuk dengan urusan masing-masing. Dari pada saling menatap tajam dan berdebat dengan Abian yang berkata ketus dan tajam.
Dan Hana akan lebih suka, jika mereka bisa mengobrol santai seperti pasangan pada umumnya. Tetapi, biarlah. Mungkin belum waktunya, Hana ingin membiarkan Abian tenang dan nyaman di dekatnya sekarang. Bukannya Hana tidak ingin menciptakan pembicaraan, Hana hanya tidak ingin ia merusak mood Abian dan menganggunya.
Hana tidak bisa fokus membaca bukunya, karena suara keyboard yang diciptakan Abian yang sedang mengetik lumayan mengusiknya. Perempuan itu menghela napas, menyimpan bukunya, lalu menoleh dan menatap Abian dari balik kaca matanya.
Abian masih fokus menatap laptop. Entah apa yang di kerjakannya, Hana pun tidak mengerti. Perempuan itu juga tidak terlalu peduli, karena kini ia malah fokus menatap Abian dari samping.
"Kak Bian mau Hana buatin teh?" tawar Hana.
Abian hanya menggeleng.
Hana menghela napas lirih. "Kira Hana, Kak Bian di rumah tuh bakal seru, lha ini malah sibuk," gumamnya lalu berdiri dan melangkah menuju ranjang.
Abian nampak menggedikan bahunya acuh dan kembali fokus pada laptopnya. Hana menatap Abian yang duduk membelakanginya. "Bos--"
Drttt Drttt
Hana menghentikan ucapannya yang belum selesai, perempuan itu kini menatap ponsel Abian yang ada di meja samping ranjang bergetar. "HP Kakak bunyi tuh," ucap Hana.
"Tunggu," balas Abian.
Ponsel suaminya masih bergetar, dan tidak ada tanda-tanda Abian akan beranjak. Akhirnya, Hana yang berinisiatif beranjak dari ranjang. Melangkah mendekati ponsel Abian dan melihat nama yang tertera di sana. "Kak Aryan yang nelepon, Kak," katanya.
"Ya udah, lo angkat," balas Abian pelan dengan suara nyaris bergumam.
Hana menghela napas, lalu mengusap tombol hijau di layar dan menempelkan ponsel Abian pada telinga. "Hallo, Assalamualaikum. Kak Aryan, ada apa?" tanyanya langsung.
"Waalaikumsalam, Hana?! Ini lo yang jawab?" Kenapa Aryan terdengar heboh?
"Iya, ada apa, Kak?" balas Hana.
"Kok bisa? Suami lo gak marah apa?" tanya Aryan.
"Kak Bian yang suruh, eh. Ada apa?"
Terdengar Aryan terkekeh di balik sana. "Wah, kayaknya si Bian udah mulai mikir. Ah iya, gue sama Yara lagi jalan ke sana. Yara mau ketemu sama lo, katanya."
Hana tersenyum lalu mengangguk. "Oh, iya, Kak. Hana tunggu di sini," balasnya. Setelah itu, Aryan mengucapkan salam, di balas Hana lalu mematikan sambungan telepon.
Hana menyimpan kembali ponsel suaminya. "Kak Aryan sama Yara mau ke sini, Kak," ucapnya lalu menoleh pada Abian.
Abian menutup laptopnya lalu berdehem.
Hana menggeleng melihat respon Abian. Perempuan itu kini berjalan menuju lemari, mengambil jilbab dan kaos kaki, memakainya lalu keluar kamar setelah berucap, "Hana mau ke supermarket depan ya, Kak. Mau beli cemilan."
Tidak ada Abian yang berdiri dan bilang akan mengantarkan Hana, laki-laki hanya mengangguk dan berdehem merespon istrinya.
Hana juga nampak tidak mempermasalahkan itu, perempuan itu kini sudah berjalan keluar, membuka gerbang lalu berjalan menuju supermarket yang ada di depan komplek perumahan mereka.
Tidak terlalu jauh, kini Hana sudah sampai di supermarket, perempuan itu masuk lalu mengambil beberapa cemilan dan bahan makanan yang ia perlukan untuk dapur. Ah, tatapan tatapan yang tertuju padanya sangatlah beragam, seperti biasa. Dan seperti biasa juga, Hana nampak biasa saja karena hal seperti ini sudah biasa untuknya.
Selesai memilih belanjaannya, Hana berjalan menuju kasir. Untung saja ia tidak harus mengantre, jadi, lumayan cepat ia di sana. Setelah itu, ia mengambil kantung plastik berisikan belanjaannya dan berjalan keluar.
Hana berjalan sembari menunduk. Tak terasa, ia sudah sampai di depan rumah. Saat akan membuka pagar, ia tersenyum kecil karena sudah terlihat mobil Aryan di sana. Berarti Yara dan Aryan sudah datang.
Hana melangkah menuju pintu. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar Yara berucap, "Kasih tau Yara, Mas."
Hana akhirnya diam sejenak, ia pikir, ia tidak mau menganggu mereka yang sedang mengobrol. "Mas harus jelasin gimana, Ra?" Terdengar Abian membalas.
"M-mbak Yasa, kalian bisa jelasin tentang Mbak Yasa sama Yara? Yara cuma mau tau, Mas. Terus, kenapa Mas sama Mas Aryan mau bantuin Yara kayak gini? Sedeket apa kalian sama Mbak Yasa?"
"Kenapa kamu tiba-tiba nanya gini, Ra?" Kini, suara Aryan yang terdengar.
"Yara pengen tau aja, kenapa kalian baik banget sama Yara. Apa karena Yara yang penyakitan ini, atau karena Yara adik Mbak Yasa."
TBC
Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...