Hana membuka matanya saat merasakan pipinya yang di tepuk lembut. Perempuan itu tersenyum, melihat Abian yang ternyata membangunkannya. "Tahajud, yuk?" ajak laki-laki itu yang langsung diangguki oleh Hana.
Perempuan itu mendudukan dirinya, lalu menatap Abian dan berucap, "Kak Bian wudu duluan aja, biar Hana siapin alat salat-nya."
Abian mengangguk, lalu melangkah menuju kamar mandi. Hana tersenyum lagi, ini ketiga kalinya Abian membangunkannya untuk salat tahajud bersama setelah tujuh hari mereka berbaikan. Hana senang bukan main, apalagi Abian benar-benar membuktikan ucapannya untuk berubah.
Ya, hubungan mereka sangat baik sekarang. Apalagi Abian yang seperti sekarang ini, membuat rasa bahagia menyapa Hana terus menerus. Perempuan itu beranjak, lalu mengambil alat salat mereka dan menyiapkannya dengan cepat.
Tepat Hana selesai, Abian keluar dari kamar mandi. "Sana, lo wudu juga," suruhnya. Ah, ada satu hal yang masih belum Abian ubah. Ya, laki-laki itu masih menggunakan kata 'gue-lo' pada istrinya.
Hana mengangguk, lalu melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya sembari berwudu. Tidak terlalu lama, ia kini keluar dan langsung memakai mukenanya dan mulai melaksanakan salat berjamaah dengan Abian.
Mereka selesai melaksanakan salat, setelah sama-sama berdoa, seperti biasa Abian membalikan badannya menatap Hana dan tersenyum pada istrinya itu. "Pagi," sapanya lembut.
Hana tersenyum dengan degup jantung yang kian berpacu cepat. Ah, mungkin sapaan ini akan menjadi kebiasaan. Karena sejak tiga hari yang lalu, Abian selalu mengucapkannya.
"Han, gue mau ngomongin sesuatu sama lo," ucap Abian.
Hana menatap suaminya, lalu mengubah posisinya menjadi duduk di sebelah Abian. "Ngomong apa, Kak? Tinggal omongin aja gak usah bilang-bilang," balas perempuan itu.
Abian menggenggam tangan Hana dari balik mukena yang di kenakan istrinya itu. "Kita udah tujuh hari di sini. Dan Mama pasti butuh kita terus, Han." Abian mulai berucap. "Kalau kita pulang ke rumah kita, Mama pasti sepi di sini. Dan gue, gue gak mau hal itu terjadi, Han." Laki-laki itu menghela napasnya.
"Setelah gue pikir-pikir, kayaknya lebih baik kita tinggal disini, Han. Temenin Mama biar gak sendiri, sekarang." Abian menatap Hana. "Tapi, ini semua balik ke lo. Lo mau gak tinggal disini bareng Mama."
Hana tersenyum lalu membalas genggaman suaminya. "Kenapa Kak Bian harus tanya Hana, hm? Hana ini, kan, istrinya Kakak. Jadi, mau kemanapun Kakak ajak Hana, Hana pasti akan selalu ikut dan ada di samping Kakak," ucapnya, "lagian, Hana gak punya alasan buat keberatan tinggal disini. Justru Hana seneng, bisa tinggal bareng sama Mama."
Abian menatap Hana takjub lalu ikut tersenyum. "Lo istri yang baik, Han. Perempuan hebat yang pernah gue temuin setelah Mama. Tau gak? Kadang gue suka benci sama diri gue sendiri karena pernah bersikap buruk sama perempuan sebaik lo," tuturnya.
Hana menggeleng. "Udah ya, Kak. Kita, kan, udah sepakat buat enggak ungkit-ungkit masalah kita sebelum ini. Cukup dijadiin pembelajaran aja biar kedepannya, kita lebih baik," balasnya.
Abian memperhatikan wajah Hana lekat. Kulit pucat, bulu mata dan alis yang pirang, manik mata coklat terang, juga hidung mancung dan bibir tipisnya, kini menjadi favorit Abian. "Sekarang, gue udah tau alasan kenapa gue selalu suka sama manik mata lo, Han," ucapnya, "lo cantik, dan gue sayang sama lo."
Jangan tanya bagaimana reaksi Hana, karena sekarang perempuan itu sudah menunduk dengan pipinya yang merona dan jantungnya yang semakin berdegup kencang.
Abian terkekeh, melihat rona merah yang sangat terlihat karena kulit putih Hana. "Lo kenapa, Han?" godanya.
Hana menatap Abian kesal. "Tolong, Kak. Jangan gombal pagi-pagi gini. Mending, sekarang Kakak siap-siap salat berjamaah di masjid. Udah mau subuh soalnya. Hana mau bangunin Mama salat subuh."
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...