Part 11

22.9K 2.9K 195
                                    

Hana menatap Abian yang masih tertidur di sofa yang ada di kamar mereka. Ya, walaupun Abian setuju berada dalam satu kamar dengannya, laki-laki itu enggan untuk tidur di samping Hana. Jadi, Abian menyimpan sofa di dalam kamar dan tidur di sana.

Hana berdiri, dengan masih memakai mukena karena ia baru saja selesai melaksanakan salat, perempuan itu melangkah mendekati Abian. Lalu, menyentuh tangan suaminya itu dan mengguncangnya pelan.

Abian terbangun, dan lagi-lagi, ia malah terpaku menatap wajah pucat Hana yang membangunkannya. Sedang Hana, ia memasang senyumannya, walaupun ia kesal dengan sikap Abian kemarin malam.

"Salat subuh, Kak. Udah mau jam lima," ucap Hana lembut pada Abian yang masih diam. Setelah itu, ia berdiri, dan membuka mukena sebelum ia melangkah keluar dari kamar.

Hana terdiam di meja makan. Tadinya, ia akan memasak. Namun, jangan lupakan jika ia belum membeli bahan-bahan makanan.

Hana menghela napas panjang. Soal liburan, pagi ini ia dan Abian akan berangkat, dengan Aryan juga. Entah apa maksud Abian dengan membawa temannya ikut. Mau tidak mau, Hana harus menerima semuanya.

Sekitar 5 menit, Hana melihat Abian yang keluar dari kamar. Perempuan itu menatap sang suami, terdiam sejenak sebelum berucap, "Gak ada bahan masakan, jadi Hana gak masak sarapan, Kak."

Abian hanya berdehem, lalu mendekati Hana dan memberikan sebuah kartu pada perempuan itu. "Uang bulanan lo gue kirim kesini, jangan boros!" katanya dingin.

Hana menatap sebuah kartu yang Abian berikan. Senyumannya terukir, ia berpikir, setidaknya, ada sedikit rasa peduli dari Abian untuknya. Perempuan itu mendongak, menatap Abian. "Makasih, suami," katanya.

"Gak usah beli sarapan, Aryan bentar lagi datang bawa. Siap-siap aja, jam setengah tujuh kita berangkat," kata Abian lalu melangkah dan duduk di sofa ruang tengah.

Hana mengangguk, lalu berdiri dan berucap, "Hana mau siap-siap." Pada Abian, setelah itu, ia melangkah menuju kamar.

Abian mengubah tatapannya, laki-laki itu memejamkan mata lalu menghela napas lirih. Tak lama, ia menoleh saat mendengar pintu di ketuk. Langsung saja laki-laki itu berdiri, lalu melangkah untuk membukakan pintu.

Saat pintu di buka, Abian lihat wajah datar Aryan menyapa. "Gue terpaksa ikut, ya, inget," ucap Aryan lalu masuk ke dalam rumah tanpa menunggu Abian mempersilakan.

Aryan mendudukan dirinya di sofa ruang tamu, laki-laki itu menatap Abian. "Gak ngerti lagi gue sama lo, udah bawa Hana liburan ke pantai, bawa gue lagi. Pikiran lo kemana sih?!" omelnya.

Abian memutar bola matanya, lalu ikut duduk di sebelah Aryan. "Ya terserah gue lah, Yan. Mana sarapan yang tadi gue pesen?" balasnya.

"Di mobil, bawa sendiri aja," jawab Aryan datar.

Abian mendecak. "Untung lo temen gue, Yan," ujarnya, lalu melangkah keluar rumah setelah mengambil kunci mobil yang di sodorkan Aryan.

Sedang Hana, perempuan itu baru saja memakai jilbabnya. Dan kini, ia melangkah keluar kamar, lalu tersenyum kecil saat melihat Aryan yang tengah duduk di ruang tamu.

"Kak," sapa Hana yang langsung membuat Aryan menoleh.

"Eh, Han." Aryan mengangguk dan membalas senyuman samar Hana. Lalu melihat Hana yang kini duduk di depannya.

"Kak Bian kemana, Kak?" tanya Hana saat menyadari tidak melihat keberadaan Abian di sana.

"Dia ambil sarapan yang tadi gue beli, di mobil." Aryan menjawab. "Eh, Han. Gue minta maaf, ya. Terpaksa gue ikut kalian, soalnya si Bian ma--"

"Gak apa-apa, Kak," potong Hana tidak membiarkan Aryan merumpangkan ucapannya. "Gak usah minta maaf, lagian, gak ada masalah juga, kan, Kakak ikut? Bunda, Mama sama Ayah gak tau kok."

Aryan terdiam, ia memang mendengar Hana berucap tidak apa-apa. Tetapi Aryan melihat raut yang berbeda dari wajah Hana. Senyumannya itu seakan bilang, jika semua tidak baik-baik saja.

"Ah, iya, Kak, Hana mau tanya," ucap Hana. "Kata Kakak waktu hari pernikahan kemarin, Kak Aryan bilang kalau Kakak mau Kak Bian balik kayak dulu lagi. Emang, dulu Kak Bian kenapa?"

Aryan tertegun. "L-lo belum di kasih tau sama Om Wijaya kalau Bian pern--"

"Lo cuma beli dua, Yan?!"

Belum Aryan menyelesaikan ucapannya, ia dan Hana langsung menoleh, menatap Abian yang baru saja masuk dengan sebuah kantung plastik di tangannya.

"Iya, gue beli dua doang. Tadi pas gue beli cuma sisa dua porsi," ucap Aryan.

"Ya udah, lo makan sama gue, ya. Biar Hana sendiri," ucap Abian. Lalu mendekati Hana dan Aryan dan duduk di sebelah Aryan sembari menyodorkan sekotak makanan pada Hana.

Aryan menggeleng. "Gak ada, ya. Gue gak mau berdua sama lo. Lo aja sama Hana sana. Hana, lo gak masalah, kan?" katanya.

Hana menggeleng. "Eh? Kak Aryan kalau mau makan sendiri, ini. Biar Hana beli sarapan di depan aja," ucap Hana menyodorkan makanan yang baru saja ia ambil dari Abian.

"Gak ada, lo makan sama Bian aja. Bian, sono lo, makan sama istri lo," ucap Aryan yang langsung membuat Abian menatapnya jengkel. "Udah sana, ah. Sama istri sendiri juga, sana, sana." Kini, laki-laki itu memaksa Abian berdiri dan duduk di sebelah Hana.

"Gue gak akan makan, sebelum kalian berdua makan," ucap Aryan, membuat Hana langsung membuka kotak makanannya dan memakannya setelah mengucap doa. Diikuti Abian walaupun ia agak enggan.

Aryan tersenyum senang, rencananya mendekatkan pasangan suami istri yang ada di depannya itu nampaknya berhasil, walaupun terlihat jelas jika mereka sangat kaku dengan posisi yang dekat seperti itu.

Sementara Hana, perempuan itu kini terus saja merasakan degup jangtungnya yang berpacu cepat akibat berada di dekat Abian. Entah kenapa, namun rasanya sangat asing, di tambah tatapan Aryan yang tersenyum saat menatapnya dan Abian.

Sampai mereka selesai, Hana cepat-cepat membereskan semuanya dan pamit ke dapur untuk membuang sampah dan membawakan minum.

"Puas gue," ucap Aryan yang kini di balas dengan tatapan tajam Abian.

"Sengaja ya, lo?!" kesal Abian yang langsung diangguki oleh Aryan dengan santai.

"Lo itu harus terbiasa deket sama dia, An. Lo gak bisa terus kasar, ketus, dan bersikap dingin sama Hana," ucap Aryan. "Hana butuh lo yang berbeda dari lo yang sekarang. Dan gue, gue harus buat kalian deket biar Hana gampang buat lo berubah kayak du--"

"Gue gak akan pernah berubah, Aryan!"

"Kita liat aja." Aryan tersenyum. "Gak tau kenapa, gue yakin Hana bisa buat lo berubah, An. Dan gue selalu nunggu, momen di mana kalian saling .... cinta."

"Se yakin itu lo sama tuh cewek pucet? Gue sih gak yakin, kita liat aja, seberapa kuat sih dia hadapin gue?" Abian tertawa hambar. "Terus apa? Momen yang lo tunggu itu pas kita saling cinta? Jangan ngaco! Karena momen yang paling gue tunggu adalah, saat gue sama cewek albino itu pisah."

Tangan Hana bergetar.

Jangan lupakan Hana yang kini berada di dekat mereka dan mendengar semuanya.

TBC

Jadi, gimana part ini?

Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡

HANABIAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang