Part 37

31.3K 3.2K 234
                                    

Abian membuka pintu rumah perlahan, dengan Aryan yang ada di belakangnya. Setelah itu, ia melangkah masuk ke dalam rumah dan melihat keadaan rumah yang terlihat sangat sepi. "Hana pasti di kamar, Yan," katanya lalu melangkah menuju kamar.

Laki-laki itu langsung membuka pintu kamar dan masuk ke dalamnya. Sama halnya dengan keadaan rumah, kamar juga sepi. Tidak terlihat Hana di sana. Abian melangkah menuju kamar mandi berharap Hana ada di sana, tetapi kamar mandi terbuka dan tidak ada Hana di sana.

Abian menghela napas kasar, lalu keluar dari kamar dan melihat Aryan yang ada di dekat meja makan. "Hana gak ad--"

"Liat, Bi. Istri lo masih buatin sarapan," potong Aryan langsung menatap Abian. "Padahal ya, kalau gue ada di posisi Hana, gue udah tinggalin lo dari awal."

Abian menatap makanan yang sepertinya sudah dingin. Lalu membalas tatapan Aryan dengan raut wajah yang tak terbaca. "H-hana gak ada, Yan," lirihnya. Abian langsung saja melangkah menuju belakang rumah, siapa tahu istrinya ada di sana. Tetapi nihil, ia tidak melihat keberadaan Hana di sana.

"Bagus, Bi! Istri lo gak ada!" ucap Aryan mendekati Abian yang terpaku menatap lurus ke depan. "Lo terlambat, Hana udah pergi, mungkin? Dan ini semua, karena lo!" Aryan menyetak selanjutnya.

"Masih emosi gue sama lo, tau gak?! Kalau gue gak kontrol diri gue sekarang nih, ya. Udah gue pukul lagi lo sekarang." Aryan berdiri di samping Abian lalu menoleh menatap temannya itu. "Lo obatin dulu luka di badan lo itu, gue gak mau minta maaf karena gue mukul lo kayak gini karena emang ini pantes buat lo."

"Udah itu, telepon Hana. Tanya istri lo itu dimana." Aryan menghela napas lirih. "Itu pun kalau Hana angkat telepon lo dan masih mau nerima suaminya yang berengsek ini." Lalu, ia kembali melangkah masuk ke dalam rumah.

Dada Abian sesak, pandangannya sudah mengabur akibat air mata yang hampir saja keluar dari pelupuk matanya. "A-apa gue pantes di terima lagi, Yan?"

"Gak! Lo gak pantes di terima lagi!" balas Aryan yang rupanya masih bisa mendengar pertanyaan Abian. "Tapi, kalau lo bener-bener mau berubah, dan ternyata Hana udah nyerah. Sekarang, giliran lo yang berjuang ... berjuang yakinin Hana biar balik sama lo. Kecuali kalau lo mau lepasin Hana."

"G-gue gak bisa lepasin Hana di saat gue udah ambil semua dari dia."

"Ya udah! Obatin luka lo sana! Gue gak mau ya, kalau nanti gue masuk penjara cuma gara-gara kasih pelajaran ke cowok kayak lo." Aryan berkata dingin, lalu kembali melangkah masuk.

***

Hana menatap dirinya di cermin. Wajahnya yang sembab sangat kontras terlihat, apalagi wajahnya yang pucat, kini bertambah pucat karena sepertinya perempuan itu sakit sekarang.

Perempuan itu menghela napas, lalu menunduk dan lagi-lagi menangis saat mengingat kejadian kemarin malam. "Ya Allah ... hiks."

Hana tidak menyadari jika Sarah memperhatikannya sedari tadi dari pintu. Kini, Sarah masuk ke dalam kamar, melangkah mendekati Hana lalu memegang pundak adiknya membuat sang empu terkaget karenanya.

Hana buru-buru menghapus air matanya. "K-kak? Ada apa?" tanyanya dengan suara parau.

"Gue udah pesen makanan. Lo belum makan, kan? Yuk keluar, kita makan bareng," ajak Sarah dengan nada suara rendah.

Hana menatap jam di samping rak bukunya. "Masih jam sepuluh, Hana makannya nanti aja, sekalian makan siang." Perempuan itu menggeleng, menolak ajakkan sang kakak.

HANABIAN ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang