Hana memeluk Yara erat. "Kalau ada apa-apa, bilang sama Mbak, ya?" katanya yang langsung di balas anggukan oleh Yara.
Yara melepaskan pelukannya lalu tersenyum pada Hana. "Makasih ya, Mbak. Maaf Yara repotin Mbak sama Mas Bian hari ini," ucapnya lalu melihat Abian yang ada di sebelah Hana.
Abian menggeleng. "Gak apa-apa kok."
"Ayo, Ra! Ibu udah nunggu." Yara menoleh, melihat Aryan yang sudah berada di dekat mobil memanggilnya. Gadis itu kembali tersenyum pada Hana dan Abian. Pamit sekali lagi, lalu melangkah mendekati Aryan setelah mengucap salam.
"Makasih, ya! Lain kali gue mampir lagi," ucap Aryan lalu masuk ke dalam mobil.
Setelah mobil Aryan keluar dari pekarangan, Hana langsung melangkah untuk menutup pagar. Namun, langkahnya terhenti karena Abian mendahuluinya sembari berucap, "Udah biar gue aja yang tutup, lo masuk, panas."
Hana terpaku untuk sesaat, perempuan itu membulatkan matanya tak percaya. Apakah semua yang di dengarnya benar? Seorang Abian berucap seperti itu padanya? Hana langsung menunduk salah tingkah.
Abian yang sudah menutup pagarnya berdecak saat melihat Hana yang malah menunduk dan tidak masuk. "Lo gak punya telinga apa?" tanyanya dingin. Membuat Hana tersadar lalu buru-buru melangkah masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang tidak bisa ia jelaskan.
Hana duduk di ruang tengah, sedang Abian masuk ke dalam kamar. Perempuan itu menatap televisi dengan senyuman manisnya, padahal televisi sedang menayangkan acara berita. Ah, kenapa ia jadi berlebihan seperti ini? Bagaimana tidak, bukankah kata tadi termasuk bentuk perhatian suaminya?
"Mau itu bahagia atau sebaliknya, pasti semuanya adalah yang tebaik buat lo."
Kata-kata Aryan tadi kembali Hana ingat, perempuan itu menghela napas. "Seenggaknya Hana harus berusaha, kan? Biar semua ini berakhir bahagia," gumamnya.
"Hana! Ada telepon tuh!"
Hana tersadar dari lamunannya, perempuan itu baru saja mendengar Abian berucap dengan nada tinggi. Langsung saja ia berdiri, dan melangkah menuju kamar.
Saat masuk, Hana lihat Abian yang sedang duduk membaca buku. "Lho? Katanya tadi ada yang telepon?" tanyanya.
"Emang, tapi lo kelamaan," balas Abian tanpa menoleh pada istrinya.
"Kenapa gak Kakak angkat coba? Tinggal ambil aja gak usah berdiri," gumamnya lalu mendekati Abian dan mengambil ponsel yang memang ada di meja dekat suaminya itu.
Hana menyipitkan matanya. "Ah, Mama yang telepon," katanya.
Mendengar itu, Abian langsung meneggakan tubuhnya dan menatap Hana. "Telepon balik, siapa tau penting."
Hana mendudukan dirinya di sebelah Abian, lalu menekan layar ponselnya untuk balik menelepon sang mertua. Tak butuh waktu lama, karena lima detik kemudian, telepon langsung tersambung. "Assalamualaikum, Ma? Ada apa? Maaf, tadi Hana telat angkat telepon Mama."
"Waalaikumsalam warahmatullah. Iya gak apa-apa kok. Mama nelepon cuma mau nanya kabar kalian aja, hari ini kan libur, bisa gak main ke rumah?" balas Wina di balik sana.
Hana menatap Abian yang ada di sampingnya. "Ah, iya. Bisa Ma, Hana tanya Kak Bian dulu."
"Kamu ada di deket Abian, kah? Mama aja yang bilang dia."
Hana mengangguk, lalu menyodorkan ponselnya pada Abian sembari berucap, "Mama mau ngomong sama Kakak."
Abian langsung mengambil ponsel yang Hana sodorkan dan menempelkan langsung ke telinganya. "Hallo, Ma? Assalamualaikum. Ada apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...