Abian menghela napas panjang lalu menatap lurus ke depan. Laki-laki itu menunduk, memikirkan semua yang tejadi karenanya membuat kepalanya sungguh sakit saat ini.
Tiga hari sudah setelah kejadian ia bertengkar hebat dengan Hana. Dan kini, istrinya itu enggan untuk bertemu dengannya dan tidak pernah membalas pesan dan teleponnya.
Penyesalan yang amat mendalam, itu yang di alami Abian saat ini. Laki-laki itu sangat menyesal karena dirinya sendiri yang sudah mengacau saat ini. Menyia-nyiakan istri sebaik Hana dan mendiamkan orang tua yang sama sekali tidak salah hanya karena dirinya yang tidak bisa menerima apa yang terjadi di masa lalu.
"Udah lah, Bi. Lo jangan terus kayak gini." Abian langsung meneggakan badannya, melihat Aryan yang masuk ke dalam ruangannya dan kini berjalan mendekat. "Kalau lo mau terus kayak gini, mendingan lo jangan masuk kerja."
Abian menghela napas. "Gue harus gimana, Yan? Hana sama sekali gak respon gue sekarang."
"Ya rasain!" ujar Aryan. "Nih, ya. Kalau gue ada di pihak Hana sekarang, udah seneng gue lo di diemin Hana kayak gitu. Rasain, kan, lo? Gimana lo gak di respon dan gak di denger? Itu yang Hana rasain."
"Lo udah terlambat, Bi. Orang sesabar Hana sekarang udah nyerah sama lo." Aryan tertawa hambar. "Sekarang, keputusan ada di lo. Kalau emang mau hubungan lo sama Hana selesai, ya bisa. Kalau lo masih mau ada Hana di hidup lo, ya lo berjuang lah! Jangan cuma telepon dia, datengin dia. Lo tau, kan, Hana di mana?"
"Tiga hari ini, gue selalu kesana. Tapi Sarah gak biarin gue ketemu Hana, Aryan!" balas Abian.
"Gak berpikiran luas lo!" Aryan menatap Abian. "Cara lo biar dapet perhatian Hana cuma gitu?"
"Gue harus gimana?"
Aryan tersenyum kecil mendengarnya. "Kayaknya kita bisa manfaatin keadaan."
***
Hana menutup bukunya lalu menghela napas bosan. Tiga hari ini, ia hanya diam di kamar sembari membaca buku. Perempuan itu kini sendiri di rumah, Sarah sudah berangkat kuliah sejak jam delapan tadi.
Hana sebenarnya bingung, bundanya akan pulang seminggu lagi. Sedang Hana, ia tidak mau bundanya sedih karena tahu kalau keadaannya seperti ini. Hana juga tidak bercerita pada siapapun selain pada Sarah.
Drttt Drttt
Hana menoleh menatap ponselnya yang bergetar, perempuan itu menghela napas tanpa berpikir untuk beranjak untuk melihat siapa yang menelepon. Karena itu pasti telepon dari suaminya. Tiga hari ini, Abian selalu meneleponnya. Dan Hana, ia sama sekali tidak menerima telepon itu.
Hana tahu ia salah mengabaikan suaminya seperti ini. Tetapi, Hana sama sekali tidak ingin merespon suaminya itu. Hana sudah lelah. Ya, dia sudah lelah dengan semuanya sekarang.
Melihat ponselnya yang tak berhenti bergetar, Hana menghela napas kasar. Perempuan itu beranjak berniat mengaktifkan mode diam pada ponselnya. Namun, saat melihat layar ponselnya, Hana mengerutkan kening. Karena bukan Abian yang meneleponnya, melainkan Yara.
Hana akhirnya menerima telepon itu dan menempelkan ponselnya ke telinga. "Assalamualaikum, Ra? Ada apa? Kamu baik-baik aja, kan?" tanya Hana.
"Waalaikumsalam, Mbak. Yara baik-baik aja kok," balas Yara di balik sana.
Hana menghela napas lega. "Mbak kira ada apa, jadi, kenapa kamu nelepon?" tanya Hana.
"Sekarang jadwal cuci darah Yara, Mbak. Tante Mila gak bisa anterin Yara. Mbak Hana bisa gak anterin Yara cuci darah sekarang?" kata Yara.
Hana terdiam. "K-kamu kenapa gak sama Kak Aryan aja?" balasnya. Sungguh, Hana tidak ingin pergi sekarang. Apalagi, bertemu Yara. Sebenarnya tidak masalah dengan Yara, tetapi Yara pasti di temani Aryan dan mungkin Abian.
"A-ah, ya udah ... Mbak Hana gak bisa, ya?" Suara Yara terdengar lemah.
Mendengar suara Yara, Hana jadi tak enak hati. Akhirnya, perempuan itu tersenyum kecil dan berucap, "Mbak bisa kok, kamu mau Mbak tunggu di mana?"
"Yara aja yang ke rumah Mbak, sama Mas Aryan," balas Yara.
"E-eh? Kita janjian di rumah sakit aja langsung, Ra," kata Hana cepat.
"Gak apa-apa, Mbak. Nanti aja bareng Yara ke sananya, Yara sekarang siap-siap, ya? Bentar lagi Yara berangkat ke rumah Mbak." Yara masih bersikeras. "Makasih Mbak Hana, Yara tutup teleponnya, ya? Assalamualaikum."
"W-waalaikumsalam." Setelah itu, sambungan terputus. Hana menatap lurus, jadi, hari ini ia harus datang ke rumah Abian?
"Ya Allah," lirih Hana lalu berdiri dari duduknya. Perempuan itu melangkah menuju lemari untuk mengambil gamis dan jilbabnya. "Kak Bian jam segini pergi kerja, jadi gak apa-apa." Perempuan itu kembali berucap.
Setelah itu, Hana mulai bersiap. Mau tidak mau, ia harus datang ke rumah Abian sekarang. Ia tidak ingin membuat Yara sedih dan tidak jadi melakukan cuci darah karenanya.
Setelah siap, Hana melangkah keluar rumah dan memesan taksi online. Hana tidak bilang pada Sarah, karena ia yakin, Sarah pasti akan melarangnya pergi. Apalagi, ia akan datang ke rumah Abian.
Taksi yang Hana pesan datang, perempuan itu langsung masuk dan taksi pun melaju. Sebenarnya, jarak rumah bundanya dengan tempat tinggalnya dan Abian tidak terlalu dekat. Hana harus menaiki taksi selama kurang lebih tiga puluh menit hingga sampai.
Tak terasa, kini taksi sudah berhenti di depan rumah Abian yang terlihat sepi. Hana menghela napas lega, apalagi saat melihat mobil Abian tidak ada di pekarangan rumah. Jadi, Abian pun pasti tidak ada di rumah.
Hana membayar lalu keluar dari taksi setelah mengucapkan terima kasih pada sang supir. Perempuan itu membuka pagar perlahan lalu berjalan menuju pintu. Saat berada di depan pintu, Hana menghela napas lirih karena pintunya terkunci.
"Ah, Kak Bian ngunci pintunya," gumam perempuan itu lalu menunduk dan menatap vas bunga yang ada di sampingnya. Hana masih ingat, kunci yang ia punya ia tinggalkan di sana.
Hana tersenyum. "Ketemu," katanya, lalu mengambil kunci itu dan mulai membuka pintu.
Saat pintu terbuka, Hana di buat terpaku. Ia lihat, ada Abian berdiri di dekat sana. "K-kak Bi-bian?" Perempuan itu langsung membuang tatapannya lalu membalikan badan untuk kembali keluar rumah.
Namun, tangannya di tahan Abian. "Tunggu, Han."
Hana menggeleng. "Hana harus nunggu Yara, Kak. Jadi, tolong lepasin Hana," katanya tanpa menatap Abian.
"Gak ada Yara, dia udah pergi cuci darah sama Aryan satu jam yang lalu," balas Abian. "Liat gue, Han. Gue tau gue lakuin kesalahan besar. G-gue minta maaf!"
Abian melepaskan tangannya yang memegang tangan Hana, lalu menatap Hana yang sudah menatap balik dengan mata yang berkaca-kaca. Sedetik kemudian, Abian langsung membawa Hana ke dalam pelukannya dengan cepat.
"Gue minta maaf, Han ...." lirih laki-laki itu.
Hana langsung melepaskan pelukan Abian dan menggeleng.
"B-boleh Hana bersikap egois kayak Kakak sebelumnya?"
TBC
Double up ♡Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...