Seorang gadis menarik lengan bajunya hingga menutupi seluruh lengannya yang terlihat sangat pucat. Ia menunduk sembari terus berjalan, menghindari tatapan orang-orang yang tertuju padanya. Gadis bernama Hana Putri Abqari itu akhirnya keluar dari taman.
Hana menghela napas, di balik lensa matanya, ia memperhatikan jalan raya, di mana suasana macet saat ini. "Nafi selalu telat," gumamnya kesal. Pasalnya, ia sudah menunggu temannya itu selama satu jam di tempat umum dalam keadaan matahari terik.
Akhirnya, Hana memilih duduk meneduh di halte bus. Gadis itu memperhatikan tangan pucatnya yang memerah akibat paparan sinar matahari secara langsung. Dengan cepat, gadis itu mengambil sunscreen dengan SPF tinggi dari tasnya lalu segera membuka dan memakainya.
"Hana!" Baru saja selesai, gadis itu menoleh karena seseorang memanggilnya. Setelah melihat siapa yang memanggilnya, gadis itu memutarkan bola matanya.
Seorang gadis berambut hitam legam menghampiri Hana dengan senyum yang merekah. Berbeda dengan Hana, karena gadis itu sudah membalas senyuman itu dengan wajah kesal.
"Hana, cuma sampai jam sepuluh, kok. Gak akan panas, jadi Hana gak apa-apa keluar," sindir Hana, yang langsung membuat gadis itu tertawa renyah sembari menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal.
"Maaf, Hana. Tadi Nafi ada urusan mendadak," kata gadis berambut legam bernama Nafi itu. "Sekarang, ke toko bukunya gak usah jadi aja. Udah panas banget, dan itu gak baik buat kamu. Jadi, ke rumah Nafi aja, yuk?"
Hana menghela napas. "Kamu udah buat Hana nunggu satu jam, Fi. Dan seenaknya kamu bilang gak jadi?" Gadis itu menggeleng. "Hana mau langsung pulang aja lah."
"Eittt, jangan!" Nafi langsung menarik tangan Hana yang baru saja akan melangkah pergi. "Nafi gak nerima penolakan, gak baik Hana pulang sendirian. Pokoknya Hana harus ke rumah Nafi dulu sekarang, ayo!"
Tangan Hana langsung di tarik Nafi, membuat Hana hanya bisa pasrah karena teman yang ada di depannya ini adalah sosok pemaksa dan sangat keras kepala.
Nafi membukakan pintu mobilnya untuk Hana. Setelah Hana masuk, gadis itu berjalan menuju kursi kemudi. Hana menggeleng, lalu menatap Nafi yang malah tersenyum padanya. "Eh, Fi. Jilbab kamu mana?" tanya Hana saat menyadari kalau temannya lagi-lagi tidak memakai jilbabnya.
Nafi lagi-lagi tertawa renyah. "Itu di belakang, tadi Nafi gerah, Han. Jadi Nafi buka, eh ternyata Nafi lupa pakai lagi waktu keluar," jawabnya enteng. "Lagian Nafi belum terbiasa pake jilbab, Han, apalagi kalau pakai jilbab super lebar kayak kamu ini."
Senyuman terukir di bibir pucat milik Hana. "Proses, Nafi. Kamu harus paksain pakai jilbab, udah itu bisa terus terbiasa," katanya, "ayo semangat, kamu pasti bisa sampai terbiasa!" Lalu, gadis itu mengepalkan tangannya memberi semangat.
Nafi menatap wajah pucat dan tangan Hana yang sedikit memerah. Lalu menatap mata Hana yang dan ikut tersenyum. "Gak tau kenapa, Han. Nafi seneng temenan sama kamu," ucapnya tiba-tiba.
Mendengar itu, Hana langsung mengerutkan keningnya. "Eh?"
Nafi mengangguk. "Iya, Han. Ini pertama kalinya Nafi bisa temenan sama cewek kayak kamu. Tapi maksudnya bukan karena kamu cewek albino, ya. Tapi karena kamu mau nasihatin Nafi, dan sadarin Nafi," katanya lalu kembali merekahkan senyumnya. "Ibu Nafi pasti seneng ketemu kamu, ayo kita berangkat!
Setelah itu, Nafi menyalakan mesin dan melajukan mobilnya. Hana menatap ke depan sembari terus tersenyum karena mengingat ucapan Nafi. Sama halnya dengan Nafi, hanya juga baru bisa kembali merasakan mempunyai teman. Karena jujur, saat sekolah dulu, Hana sama sekali tidak mempunyai teman.
Hana sering di juluki hantu karena kulit gadis itu yang berwarna putih pucat, matanya yang dulu mengalami nystagmus* berwarna coklat terang, serta alis dan bulu matanya yang pirang.
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...