Oke, karena permintaan kalian buat ndak endingin dulu ini cerita. Kayaknya saya bakalan buat beberapa special part.
Selamat membaca dan jangan lupa tinggalkan jejak ♡■■■
"Serius gak apa-apa, Han? Aduh, Ma ... gimana ini?" Abian memijat tengkuk istrinya sembari menatap khawatir. "Aku bawain air anget ya, Han? Tunggu." Abian langsung berjalan dan mengambil gelas karena kini mereka sedang ada di dapur.
"Istri kamu hamil muda, Bi. Ya wajar kalau morning sickness kayak gini," celetuk Wina ikut masuk ke dalam dapur, lalu mengelus lengan Hana yang baru saja meneggakan badannya setelah mencuci muka. "Mama juga waktu hamil kamu gini, ini biasa terjadi kok."
Abian menatap Hana dan Wina bergantian. "Serius, Ma? Apa harus Bian ajak Hana ke dokter lagi?" tanyanya masih dengan raut cemas, apalagi saat melihat wajah pucat Hana yang semakin terlihat pucat.
Wina menggeleng. "Ya gak usah, dokter udah bilang, kan? Jangan terlalu khawatir Bian, yang perlu kamu lakuin sekarang, terus jagain Hana karena kandungannya masih rentan," jawabnya.
Hana menghela napas. "Hana gak apa-apa kok, Kak." Perempuan itu meyakinkan Abian dengan tersenyum simpul. "Udah mendingan juga."
Abian memberikan air hangat yang baru saja ia tuangkan pada Hana lalu menarik kursi yang ada di dekat sana dan menyuruh istrinya duduk dan meminum airnya. "Udah, kamu istirahat aja," tuturnya lembut mengelus surai Hana.
Wina ikut tersenyum melihat putranya yang terlihat sangat hangat itu. "Mama seneng, Bi. Kamu persis kayak almarhum Ayah kamu waktu Mama hamil kamu," katanya nyaris bergumam, yang langsung membuat Abian menoleh.
"Apa, Ma?" tanya Abian yang tidak terlalu mendengar ucapan mamanya tadi.
Wina langsung menggeleng. "Ah enggak, Mama ada acara sama temen Mama sekarang. Jadi, Mama harus pergi, kayaknya sampai sore."
"Aduh, Bian gak bisa anterin Mama sekarang." Abian menatap mamanya. "Gimana dong, Ma?"
"Gak usah, Mama udah di jemput sama temen Mama kok. Kamu gak usah anterin Mama. Disini aja temenin istri kamu, jangan di tinggal." Wina tersenyum lagi. "Karena Mama udah siap, Mama berangkat sekarang, ya?"
Abian dan Hana mengangguk, lalu menyalami tangan Wina. Setelah itu, mereka mengantarkan Wina sampai depan pintu. Saat melihat Wina sudah masuk ke dalam mobil temannya yang ternyata sudah menunggu di luar, Abian menatap istrinya lalu berucap, "Istirahat, Han. Muka kamu pucet banget."
"Muka Hana emang selalu pucet, Kak," balas Hana terkekeh.
Abian tersenyum kecil, lalu mengajak istrinya menuju ruang tengah setelah menutup pintu. Laki-laki itu menyuruh Hana berbaring di sofa dengan pahanya menjadi bantal. "Beneran gak apa-apa, Han?" tanyanya lagi.
Manik Hana menatap lurus, lalu tersenyum pada suaminya sembari menggeleng. "Gak apa-apa, Kak. Ya Allah, Kakak mukanya gak usah tegang gitu, Hana cuma morning sickness kok," balasnya.
Usia kandungan Hana sudah masuk bulan kedua. Dan di trimester pertama ini, perempuan itu memang selalu mengalami morning sickness. Namun, Hana tidak mempermasalahkan itu, karena Abian yang sangat memperhatikannya sekarang.
"Sampai kapan sih, Han? Emang kalau hamil harus mual-muntah kayak gini? Apalagi masih pagi ini." Abian menatap Hana.
"Kak Bian ini gak denger kata dokter kemarin?" tanya Hana.
Abian menggeleng. "Gak, aku terlalu seneng liat USG Dedek mungil," jawabnya jujur.
Hana tertawa renyah. "Pantesan," katanya, "gak lama kok Hana kayak gini. Lagian, Hana seneng, berarti Dedek mungilnya sayang sama Hana." Alasan macam apa ini? Tetapi, tetap saja itu membuat Abian menatap takjub perempuan di depannya.
"Ah! Sampai lupa aku." Terlihat Abian mendongak saat baru saja menyadari sesuatu. "Aryan sama Yara, kan, mau kesini. Jam sembilan katanya." Lalu, ia menatap jam yang sudah menunjukkan pukul 08:57.
"Ah, udah lama Hana gak ketemu Yara," gumam Hana yang masih terdengar oleh Abian.
Abian kembali menatap Hana lalu mengusap surai pirang istrinya. "Bangun dulu, yuk? Pakai jilbabnya, kayaknya Aryan bentar lagi nyampe," suruhnya lembut.
Hana mendudukan dirinya lalu tersenyum. "Hana ke kamar dulu, ya? Kak Bian disini aja, udah kedengaran mobil masuk tuh," balasnya lalu berdiri dan melangkah menuju kamarnya dan Abian yang hanya beberapa langkah dari meja ruang tengah.
Hana langsung mengambil dan memakai jilbab dan kaos kakinya. Setelah selesai, ia kembali melangkah keluar kamar dan melihat Aryan dan Yara yang sudah duduk di sofa ruang tengah.
"Mbak Hana!" Hana tersenyum saat Yara langsung berseru dan berdiri menyapanya semangat.
Hana berjalan mendekati Yara dan memeluk tubuh gadis lima belas tahun itu. Ada yang berbeda dari Yara, gadis itu kini memakai jilbab instan berwarna hitam, membuat Hana tersenyum lebar melihatnya. "Masya Allah, kamu cantik banget, Ra," pujinya.
Yara tersenyum. "M-makasih, Mbak."
"Semoga terus kayak gini, Ra." Setelah itu, Hana dan Yara duduk bersebelahan.
Hana tersenyum kecil pada Aryan untuk menyapanya. Lalu Aryan meneggakan badannya dan berucap, "Gue mau ngomongin sesuatu sama lo, Bian." Pada Abian.
Abian menatap Aryan. "Ngomong aja, ada apa?"
"Jadi, kemarin tuh Mbak Husna telepon gue, Bi. Dia bilang, Yara di cariin sama Pamannya," kata Aryan. Membuat Abian dan Hana saling memandang bingung. Sedang Yara tersenyum kecil.
"Paman?" Bingung Abian.
"Gue juga kaget, Bi. Ternyata Ibunya Yara tuh punya Kakak cuma jauh. Dan dia katanya udah cari Yara sama ehm--Yasa lama banget. Dan sekarang ketemu lewat Mbak Husna," jelas Aryan. "Gue udah pastiin kok kalau itu emang bener-bener keluarga Yara."
"J-jadi?" Kini, Hana bertanya.
"Besok sore Yara di jemput sama Paman, Mbak. Yara udah setuju buat ikut sama paman." Yara angkat bicara. "Ini kayaknya jalan terbaik buat Yara. Gak repotin kalian lagi, apalagi kalian yang jamin semua kehidupan Yara udah hampir tiga bulan."
Abian menatap Yara. "Kita ga--"
"Yara udah tau, gimana Mbak Yasa dan alasan kematian Mbak Yasa. Dan kalian masih baik sama Yara, kalian baik banget sama Yara." Yara memotong ucapan Abian cepat. "Mas Bian, Mas Aryan sama Mbak Hana udah bantu Yara banyak."
Hana terdiam. Ia juga sudah tau tentang Yasa dari Abian, tetapi tidak pernah berpikir jika Yara akan tahu bagaimana kakaknya itu.
"Makasih ya, Mas, Mbak." Yara menatap ketiga orang di sekitarnya sembari tersenyum. "Yara bakal terus lakuin pengobatan Yara walaupun Yara gak bisa sembuh."
"Ah iya, kalau Yara masih hidup ... Yara kesini lagi, kalau Dedek di perut Mbak Hana udah lahir." Ucapan Yara yang terdengar riang, tetapi mampu membuat mata Hana berkaca-kaca.
Hana memeluk tubuh gadis di sampingnya lagi. "Kamu gadis kuat, Ra."
Special Part - TBC
Masih bersambung, ya😅
Pasti mau lagi lanjut, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...