Hana tersenyum kecil saat melihat Abian yang dengan lahapnya memakan makanan yang ia masak. Ah, bahagia sekali rasanya. Ya walaupun Abian tidak berucap sepatah katapun sedari tadi.
"Kalau udah selesai piringnya ke dapurin, biar Hana yang cuci," kata Hana lalu melangkah menuju dapur sembari membawa piring bekas dirinya. Perempuan itu akan mencuci piring dan peralatan dapur yang tadi ia pakai untuk memasak.
Aryan dan Yara sudah meninggalkan rumah tiga jam lalu, tepatnya jam lima sore. Aryan membawa Yara ke rumahnya, setelah membujuk dan meyakinkan Yara, akhirnya Yara setuju tinggal di rumah Aryan. Hana tidak khawatir, karena di sana ada orang tua Aryan juga.
"Nih." Hana di buat kaget karena Abian yang tiba-tiba menyimpan piringnya di wastafel. Setelah itu, suaminya melangkah keluar dapur.
Hana di buat kebingungan. Hari ini, ia sama sekali tidak mendengar sentakan atau ucapan ketus Abian. Saat pagi tadi, laki-laki itu bersikap biasa saja karena ada Yara. Sekarang, Abian malah lebih banyak diam.
Dan lagi, ucapan Aryan dan Abian tadi terus saja hinggap di kepala Hana. Perempuan itu tidak mengerti saat Aryan berucap soal pertimbangan. Ah, apapun itu. Hana harap itu akan berdampak baik.
Selesai mencuci piring, Hana membersihkan dapur sebentar. Lalu keluar dapur dan berjalan menuju kamar untuk melihat Abian.
Saat masuk, Hana lihat Abian yang sedang duduk di atas ranjang dengan laptop yang ada di pangkuannya. Hana duduk di tepi ranjang. "Mau Hana buatin sesuatu, Kak?" tawarnya.
Abian menggeleng tanpa berucap apapun. Aneh, tidak ada ucapan ketus dari Abian seperti biasanya. Hana tersenyum kecil di buatnya, apakah mungkin Abian mulai berubah? Bolehkah ia merasa senang saat ini?
Hana menghela napas. Tidak mau menganggu Abian, perempuan itu kini beranjak, melangkah menuju rak buku lalu membawa satu buku dari sana. Hana juga membawa kaca mata, memakainya, duduk di sofa dan mulai membaca.
Di dalam kamar, pasangan itu sama-sama diam dan larut pada urusannya masing-masing. Keadaan sangat hening, Hana yang sudah fokus membaca bukunya, juga Abian yang larut dalam pekerjaannya.
Waktu berlalu terasa cepat, Hana kini mengucek matanya. Ia menatap jam lalu membulatkan mata kaget. Ah tidak, pantas saja matanya terasa sakit, ia sudah membaca hampir satu jam lamanya. Hana beristigfar, perempuan itu berdiri lalu membalikan badan.
Senyumannya merekah, Hana melihat Abian kini merebahkan tubuhnya di atas ranjang, mata laki-laki itu juga terpejam. "Kak Bian tidur di ranjang? Ah, Ya Allah ... ada apa, ini?" gumamnya senang.
Hana melangkah menuju kamar mandi sebentar untuk berwudu dan membersihkan dirinya sebelum tidur. Setelah itu, melangkah mendekati ranjang. Hana menatap Abian yang terlihat sudah damai tertidur, dengan pelan, perempuan itu naik ke ranjang dan ikut merebahkan badannya di sebelah Abian.
Hana tidur menyamping ke kanan, membuat tatapannya terpaku pada wajah Abian yang tepat ada di depannya. Senyumannya lagi-lagi tertarik. Menatap wajah suaminya yang terlihat damai membuat hatinya merasa tenang, entah kenapa.
Hana terus memperhatikan wajah Abian dengan bebas. Apakah ia sudah menjelaskan bagaimana suaminya itu? Abian tampan, dengan kulitnya yang kuning langsat. Laki-laki itu terlihat dewasa dengan rahang yang tegas juga alis yang tebal. Bulu matanya tidak terlalu lentik tetapi menarik menurut Hana, hidungnya yang terlihat biasa-biasa saja sangat cocok dengan bibirnya yang tidak terlalu tebal. "Masya Allah ...." gumam Hana, pertama kalinya ia memperhatikan Abian sebebas ini.
Hana menggelengkan kepalanya. Kenapa ia jadi memperhatikan suaminya ini? Hana menghela napas, membaca doa lalu memejamkan matanya dan mulai mencoba tidur.
***
"Ah, gak jadi sama Mbak, ya? Ya udah, gak apa-apa," ucap Hana, tangan kirinya memegang ponsel yang kini di tempelkan di telinga. Sedang tangan kanannya, sibuk menghidangkan makanan yang baru saja ia masak ke meja makan.
"Iya, waalaikumsalam. Kalau ada perlu, bilang aja sama Mbak." Hana mematikan sambungan teleponnya dan menyimpan ponselnya di meja. Baru saja Yara menelepon, gadis itu bilang jika hari ini Hana tidak usah mengantarnya untuk cuci darah. Karena Yara akan di antar oleh ibunya Aryan. Syukurlah, berarti ibunya Aryan mau menerima dan membantu Yara.
Hana menatap jam yang kini menunjukkan pukul tujuh kurang. Perempuan itu tersenyum, lalu melangkah menuju kamar untuk mengajak Abian sarapan. Karena laki-laki itu akan berangkat setengah jam lagi.
"Kak Bian, ayo sara-- eh, Kak Bian nyari apa?" Hana yang baru saja masuk ke dalam kamar kini menatap Abian yang terlihat sedang mencari sesuatu di dalam lemari.
Abian tidak menjawab, membuat Hana menghela napas lalu menghampiri suaminya itu. "Hana tanya sama Kak Bian, Kakak cari apa?" tanyanya sekali lagi.
"Dasi, hari ini gue ada meeting." Abian menjawab singkat, dengan mata dan tangannya yang masih terlihat sibuk mencari-cari di lemari.
Hana memegang tangan Abian, membuat laki-laki itu langsung menghentikan gerakannya. "Kak Bian awas dulu, biar Hana yang bawain," ucapnya. Membuat Abian memundurkan langkahnya sembari menarik tangannya dari tangan Hana.
Hana langsung menatap lemari, membuka rak di sana dan mengelurkan satu dasi milik Abian. "Ini, kan?" tanyanya membalikan badan dan memperlihatkan dasi yang ia pegang.
Abian mengangguk, lalu mengambil alih dasi di tangan Hana sembari berucap, "Makasih." Dengan cepat.
Hana tersenyum kecil lalu mengangguk. "Udah pakai dasi, keluar, ya? Hana udah siapin sarapan," balasnya lalu melangkah keluar kamar.
"Tunggu."
Baru saja akan melangkah keluar pintu, langkah Hana terhenti saat Abian menghentikannya. Hana membalikan badan, mengerutkan kening lalu bertanya, "Apa, Kak?"
Abian menatap dasinya lalu menggeleng. "Ah, gak jadi."
Hana terdiam sebentar, lalu menatap Abian dan dasi yang ada di tangannya bergantian. Perempuan itu terkekeh, lalu mendekat ke arah Abian dan mengambil dasi yang di tangan suaminya itu. "Kak Bian gak bisa pake dasi, kah? Kenapa gak bilang Hana coba," katanya lalu berjingjit dan mulai memakai dasi pada kemeja suaminya itu.
Rupanya, Abian ingin meminta bantuan Hana untuk memakai dasi.
"Kak Bian udah bertahun-tahun kerja, tapi gak bisa pake dasi?" tanya Hana, matanya fokus pada dasi yang sedang ia simpul.
Abian berdecak, namun tidak membalas ucapan Hana dan memilih diam. Membuat Hana mengerutkan kening, karena bukankah biasanya Abian akan membalas dengan ucapan ketusnya? Namun ia tersenyum, sepertinya pikirannya benar, Abian mulai berubah.
"Selesai, yuk sarapan!" Hana tersenyum lalu mendongak menatap Abian. Lalu, ia menggandeng tangan suaminya itu dan mengajaknya melangkah keluar dari kamar menuju meja makan.
Abian duduk, Hana tersenyum lalu menyiapkan makanan untuk Abian. "Di makan, Hana ke dapur sebentar mau ambil air," katanya lalu melangkah menuju dapur untuk mengambil air.
Hana kembali dengan teko di tangannya. Perempuan itu menatap Abian yang makan dengan tenang dari samping. Lagi-lagi, senyuman terukir di bibirnya. "Ya Allah, kenapa rasanya sebahagia ini?"
TBC
Double up ♡Mohon maaf bila ada kesalahan penulisan 😊
Terima kasih sudah membaca part ini ♡
KAMU SEDANG MEMBACA
HANABIAN ✓
Spiritual[15+ || Selesai] Berawal dari kesalahpahaman, Hana dan Abian menikah. Hana Putri Abqari, si gadis albino yang sabar, harus menikah dengan Abian Pratama, si laki-laki dingin yang ketus dan kasar. Hana juga di minta untuk merubah sikap laki-laki itu...