32. Di Atas Arena

924 208 38
                                    

Bawah Tanah:
The Rumor Comes True

A novel by Zivia Zee

•••

Tidak pernah dalam tiga bulan terakhir sesi olahraga kami menjadi sesi yang menyenangkan. Tidak pernah, kecuali hari ini. Barangkali Pak Sukma membawa berkat ke dalam kelas olahraga Pak Frans yang biasanya hanya dipenuhi oleh keringat, bau badan dan bentakan.

Di atas salah satu arena, Pak Frans dengan singletnya serta Pak Sukma dengan kaus ketatnya sedang beradu kekuatan. Mereka bergulat dengan tangan kosong. Ruangan ini agak redup, lampu sorot di atas membuat mereka tampak menonjol. Aku, dari bawah sini bisa melihat bulir-bulir keringat yang bercucuran ke dahi. Setiap kali satu orang berhasil melayangkan tinju, kami bersorak kegirangan. Lima belas orang di kelas terbagi menjadi dua kubu. Aku tentu saja masuk kubu Pak Sukma.

"Eaaa!!" Seru kubu sebelah ketika Pak Frans berhasil melayangkan tinju besarnya dan hampir menumbangkan Pak Sukma.

Pak Sukma membalas dengan memberikan serangan-serangan dengan teknik yang unik. Mungkin dia menggunakan lebih dari satu jenis beladiri. Aku lihat ciri khas silat dalam gerakan bertahannya tetapi juga ada ciri khas ala taekwondo dalam tinjunya. Ia melayangkan pukulan keras yang langsung dihalau Pak Frans dengan tangannya. Kemudian mereka saling meninju dan bertahan dengan gerakan super cepat yang sulit kubaca. Lalu dalam sejenak, kami semua hanya bisa terperangah melihat pergulatan yang semakin lama semakin intens.

"Gue nggak sangka Pak Sukma jago banget beladiri," gumam Anya dengan mata yang kini terpaut lekat pada sosok guru taktik dan perencanaan kami.

Aku langsung menyikut pinggangnya. "Punya gue! Lo udah ada Mas Raga."

Ia membalas dengan sewot. "Lo juga udah ada Kak Sancaka."

"A-" aku tercekat, "mana ada?! Gue lebih pilih Pak Sukma daripada si bahlul Caka."

Ia mengabaikanku. Dasar menyebalkan!

Kami fokus lagi ke pertarungan sengit. Kami yang menonton semakin heboh. Terumata cewek-cewek yang selalu berteriak setiap kali dua guru kami berhasil saling menonjok. Hingga di satu titik, dua orang yang sedang bergulat itu saling melepaskan diri dan menjauh. Mereka diam sesaat. Kami yang menonton turut diam. Kemudian situasi panas oleh ketegangan. Aku sudah sepenuhnya lupa cara bernapas ketika dada Pak Frans dan Pak Sukma masih naik turun dengan stabil. Agak sedikit lebih cepat tetapi stabil. Keduanya punya pengendalian pernapasan yang sangat baik. Justru kami yang menonton yang terasa ngos-ngosan.

Di detik-detik menegangkan itu, Pak Sukma tiba-tiba menyeringai aneh. Lalu seperti ada benang yang menyatukan kedua ujung bibir mereka, di detik selanjutnya Pak Frans turut tersenyum miring. Kemudian keduanya mulai saling menyerang lagi. Satu pukulan dari Pak Sukma. Beberapa pukulan dari Pak Frans. Lalu serangan-serangan dengan kecepatan tinggi yang membuat mataku berputar kesana-kemari melihatnya. Lalu detik berikutnya, mereka terjebak dalam kondisi saling bertahan. Detik berikutnya aku sudah tahu apa yang akan terjadi setelahnya.

Aku sering melakukannya ketika melawan seseorang yang lebih besar dariku. Cara terbaik mengalahkan mereka, jika adu fisik masih belum cukup, yaitu buka pertahanan mereka. Buat celah, lalu dengan gerakan cepat banting lawan dan piting bagian lehernya hingga mereka merengek minta dilepaskan karena kehabisan napas. Dan itu adalah hal yang persis tengah dilakukan oleh Pak Sukma. Aku bahkan tidak menyadari apa yang terjadi ketika Pak Sukma tiba-tiba saja bergerak dengan sangat cepat membawa tubuh Pak Frans yang dua kali lebih besar darinya ke udara. Lalu dalam sekejab suara bedebum yang terasa menyakitkan memenuhi udara. Hanya dalam sekali kedipan, aku sudah melihat Pak Frans terlentang di lantai arena dengan Pak Sukma memiting lehernya. Serentak kami berteriak heboh.

Bawah Tanah: The Rumor Comes TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang