11. Katrina dan Sirin

1.3K 282 5
                                    

Bawah Tanah:
The Rumor Comes True

A novel by Zivia Zee

•••

Anya tidak dapat dihubungi.

Dalam otak kananku yang sedang kelimpahan imajinasi dan rasa panik, terbesit sedikit, sedikit sekali, bahwa ini mungkin bukan kebetulan. Mengingat orang brengsek yang sejak beberapa hari lalu namanya adalah terlarang juga tidak dapat dihubungi hingga kini, kemudian Anya yang mendadak mengalami masalah daring yang sama. Mungkinkah mereka berdua sebenarnya bermain di belakang ku?

Tidak. Aku tidak berpikir serius soal itu. Itu hanya pengalih atas kebingungan, kepanikan dan bahkan mungkin ketakutan yang tengah melandaku saat ini. Anya tidak dapat dihubungi. Setelah sebelumnya ia memborbardir ponselku dengan panggilan kecemasan miliknya, kini ponselnya seratus kali seribu persen mati. Tidak satupun dari ribuan panggilanku yang masuk ke ponselnya. Aku sudah muak mendengar suara mbak-mbak operator yang menjawab telponku alih-alih Anya.

"Ck," kamarku jadi terasa sangat panas padahal cuaca berkata sebaliknya. Mungkin ini efek emosiku yang tidak stabil. Belum lagi wanita asing yang mengaku orang Bawah Tanah itu masih ada di ruang tamu. Duduk dengan tenang bersama suguhan teh hijau dan beberapa kudapan simpanan untuk musim liburku.

Aneh sekali. Kemarin-kemarin aku dan Anya pontang-panting mencari kebenaran soal Bawah Tanah. Bahkan sampai memasuki klub malam yang tentunya haram dijamah oleh anak seumuran kami. Sekarang, aku kedatangan orang yang mengaku berasal dari organisasi terkait. Katakan padaku apakah ini kelimpahan durian atau kejatuhan tangga?

Ini tampaknya tidak benar. Maksudku, tentu saja ini benar kalau aku adalah Anya. Jawaban yang aku tunggu akhirnya datang menghampiriku setelah kami berdarah-darah mencarinya. Tapi sayangnya aku bukan Anya. Aku seribu persen bingung apa yang harus aku lakukan dengan seseorang di bawah sana.

Dan kalau boleh jujur, sebenarnya aku agak ragu sewaktu menerima tawaran Anya untuk sama-sama menerima beasiswa aneh itu dua hari lalu.

Jangan salahkan aku atas perilaku plin-planku, ya. Aku remaja yang didesak untuk bertindak egois oleh teman baikku sedang aku belum berdiskusi apapun dengan Om Hardi.

Ah, ini tidak bisa ditunda lagi. Bagaimanapun, aku telah membuat suatu keputusan dan aku harus mempertanggungjawabkannya.

Setelah perdebatan panjang dengan batin yang terasa sangat melelahkan, akhirnya aku menampilkan diri di depan tamuku. Wanita itu sangat tenang dan sumpah demi apapun, wajah datarnya tidak berubah sejak pertama kali kami bertemu beberapa menit lalu. Bahkan tidak untuk satu kerutan dongkol sebagai ekspresi dari betapa lamanya aku meninggalkannya. Rupanya ia sangat sabar.

"Apakah anda sudah selesai dengan urusan anda, nona Bhayangkari?"

Nada bicaranya yang formal itu membuatku gugup. Aku duduk dengan tidak nyaman di sofa single berusaha sekuat tenaga untuk terlihat dingin.

"Ya, terima kasih sudah menunggu."

"Tidak masalah. Anda adalah aset penting negara. Anda berhak mendapatkan waktu yang anda perlukan."

Aku tersenyum mendengar penuturannya. "Jadi," kataku akhirnya, "anda dari Bawah Tanah ?"

"Ya, ah, maaf atas ketidaksopanan saya. Nama saya Fathah, anda bisa memanggil saya cukup dengan Fathah saja. Saya staf administrasi Bawah Tanah. Saya yang akan membantu administrasi kepindahan anda ke institusi kami."

Aku mengangguk mengerti. Fathah kemudian kembali melanjutkan penjelasannya tanpa menunggu reaksi lanjutan dariku. "saya yakin anda sudah menerima surat beasiswa kami. Surat itu sebenarnya surat tidak resmi. Itu dimaksudkan untuk menghindari campur tangan pihak ketiga dalam pengambilan keputusan calon murid kami. Kami perlu tahu keputusan murni calon murid kami sebelum dipertimbangkan dengan keputusan walinya. Karena anda telah memberikan respon persetujuan, saya sudah mengirim surat beasiswa resmi kepada wali anda."

Bawah Tanah: The Rumor Comes TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang