Bawah Tanah:
The Rumor Comes TrueA novel by Zivia Zee
•••
"Kita sampai."
Kak Sancaka membawa ku ke sudut hutan kecil di timur kompleks, kedepan sebuah pohon pinus yang nampak besar dan tinggi. Memiliki banyak cabang-cabang kokoh dan daun-daunnya bergemerisik diterpa angin. Ketika aku melihat keatas, aku bisa melihat cahaya bulan memberikan Kilauan indah disela-sela helaian daunnya.
"Pohon ?" tanya ku.
Kak Sancaka mengangguk.
Apa yang istimewa dari sebuah pohon ? Pohon Pinus seperti ini ada banyak di hutan diluar komplek. Di sekeliling kami juga dipenuhi pohon pinus.
"Ngapain kita ke pohon ?"
Lelaki itu tidak menjawab. Ia berjalan ke bagian belakang pohon. Aku mengamatinya.
"Sini," katanya.
Aku berjalan mendekatinya. Tidak ada perbedaan apapun yang membedakan selain posisi kami yang berganti ke bagian belakang pohon itu.
"Lihat keatas."
Aku melihat keatas.
"Apa yang kau lihat?"
"Daun."
Aku bisa mendengar Kak Sancaka berdecak.
"Bukan itu," katanya. Tangannya memposisikan kepala ku untuk mendongak sedikit lebih rendah. Ia menunjuk sesuatu yang menempel di pohon dan meminta ku melihatnya.
Saat itu lah aku sadar ada gundukkan aneh yang menggantung diatas sana.
"Apa itu ?"
Mata ku memicing untuk melihat
Lebih jelas. Kegelapan yang mengelilingi kami membutakan segalanya."Coba kau tarik," pintanya. Aku memandanginya dengan dua alis terangkat.
"Hah ? Nggak mau. Kelihatan benda apa aja enggak. Main suruh tarik sembarangan. Jangan-jangan bom lagi."
"Ya Allah ... mentang-mentang saya yang minta, bom terus yang diingat-ingat. Udahan, sih, dendamnya," ia merutuk sewot.
Aku membalas tak kalah gusar, "ya udah, lo aja yang ambil! Kenapa nyuruh gue ?!"
Ia mengulum bibirnya. Menatapku dengan pandangan gemas. Tangannya terangkat hendak mencakar. Tapi seinci pun tidak bergerak dari sisi tubuhnya. Erangan kesal terdengar kemudian.
"Apa ?!" Kata ku garang. "maju sini kalau berani!"
Aku menatapnya galak.
Lelaki itu mendengus.
Tak lama matanya memejam erat. Sembari menarik napas dalam-dalam, ia mengepalkan jemarinya dan meremas udara. Sejenak kemudian wajahnya kembali melembut. Atau mungkin lebih cocok disebut pasrah.
Ia berkata, "yaudah, saya yang tarik. Apa, sih, yang enggak buat Princess Aurora."
Aku memalingkan muka dan berpangku tangan. Ku bisikkan pada telinga ku, bahwa ia tidak mendengar kalimat terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bawah Tanah: The Rumor Comes True
Action[Action X Teenfiction] Serial mata-mata remaja #1 Buku pertama dari Dwilogi Bawah Tanah Ada sebuah surat aneh diatas meja belajarku. Surat berwarna pink bersimbol hati. Kupikir itu dari Djanuar. Akhirnya cowok brengsek itu sadar juga bahwa meninggal...