8. Cerita Anya

1.5K 322 7
                                    

Bawah Tanah:
The Rumor Comes True

A novel by Zivia Zee

•••

Malam menjadi sangat gelap karena hujan. Jendela kamarku memiliki titik-titik air di luar dan embun yang memenuhi permukaan dalam. Udara menjadi sangat dingin. Suara petir di luar membuat suasana kian mencekam. Lebih lagi komplek perumahanku biasa sudah sepi di jam-jam segini. Dalam fase hujan yang parah, biasanya lampu di jajaran rumahku akan mati. Tapi untungnya malam ini hujan tidak mengamuk sebesar itu.

Anya menepati janjinya. Dia datang ke rumahku menjelang magrib dengan keringat yang sungguh banyak. Anak itu seperti baru saja dikejar preman yang biasa malak di gang dekat rumahku. Karena aku mudah jijik dan tidak ingin kasurku terkontaminasi oleh keringatnya —Anya berencana menginap ternyata, kusuruh dia mandi terlebih dahulu selagi aku mempersiapkan semangkuk mi instan andalanku untuk menjamunya.

"Enak banget! Tahu gini gue datang saja ke rumah lo tiap jam makan kali, ya?" begitu tanggapannya setelah dua kali seruput kuah mi. Aku bilang padanya semangkuk harganya dua puluh ribu rupiah apabila dia berencana untuk benar-benar merealisasikan perkataanya.

Setelah jamuan mi legendarisku habis tak bersisa, kami pindah ke kamarku. Di sinilah suasana berubah menjadi super tidak mengenakkan. Setengah jam kami diam tanpa arti. Aku menunggunya memulai apapun yang ingin dia ceritakan. Tapi Anya tak kunjung membuka suara. Perilakunya malah makin aneh dari waktu ke waktu. Gadis itu menutup tirai kamarku rapat-rapat seolah-olah ada tukang intip berteropong yang mengintai kami. Dia terlihat resah sekali. Sedari tadi tidak berhenti menggigiti kukunya yang berwarna pink itu. Kadang juga dia melihatku, lalu memalingkan muka seolah-olah aku sudah menjahatinya.

"Far, kenapa sih?" tanyaku tak tahan. Anya seperti tersentak. Kelakuannya benar-benar absurd. Tapi akhirnya dia melakukan sesuatu yang berarti. Tangannya merogoh saku jaketnya. Dia mengeluarkan sebuah amplop berwarna cokelat dan menyodorkannya padaku. Di bagian permukaan tertera alamat yang sangat jelas bahwa benda itu datang dari Universitas Melbourne, Australia.

"Lo dapat beasiswa ke Australia? Wah, keren! Kenapa nggak bilang dari tadi," selorohku. Mengambil surat dari tangan Anya. Tapi Anya tidak tampak senang, bahkan ketika aku sudah sangat takjub melihat amplop itu. "Kenapa, Ay?"

Anya duduk di kursi belajarku. "Gue memang lagi cari-cari beasiswa buat kuliah ke luar negeri. Target gue Melbourne sama Cambridge University. Terus tiba-tiba surat itu datang. Coba lo cek isinya apaan."

Aku mengerutkan dahi. Sejenak bingung dengan apa maksud Anya. Tapi kemudian aku teringat akan surat cinta palsu yang kudapatkan dua hari lalu. Aku menatap surat ini lamat-lamat. Logo yang sama dengan Melbourne University berikut dengan alamat lengkapnya. Dadaku tiba-tiba berdebar. Ini sudah jelas sekali. Aku tahu apa yang ada didalam surat ini.

Dan memang isinya sama persis dengan apa yang aku bayangkan. Secarik kertas. Surat beasiswa yang diatasnamakan oleh sebuah instansi pendidikan bernama Bawah Tanah. Organisasi penuh rumor yang kini seakan tengah meneror kami.

"Sebulan sebelum ini, gue udah feeling-feeling nggak enak gitu. Gue terus ngerasa kayak ada yang ngawasin gue. Terus surat itu datang, dengan modus beasiswa yang gue cari..."

"Mereka memang ngikutin lo," Aku melanjutkan kalimatnya. Anya diam, aku segera beranjak dari kasurku dan menghampiri meja belajar. Kuambil surat cinta palsu dan kusandingkan dengan surat beasiswa Melbourne milik Anya di atas karpet bulu. Melihat itu, Anya ikut bersila di depanku.

Bawah Tanah: The Rumor Comes TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang