Bawah Tanah:
The Rumor Comes TrueA novel by Zivia Zee
•••
Baru kali ini aku gemetaran dan hampir berkeringat dingin hanya dengan melihat sebuah sweter. Sweter itu memang putih dan tergantung di dinding. Kalau tidak melihatnya dengan benar bisa-bisa otak menerjemahkannya sebagai hantu yang melayang. Tapi bukan itu yang membuatku gemetaran. Alih-alih hantu, otakku justru didatangi ingatan-ingatan yang membuat jantungku berdebar kencang.
Aku teringat Kak Sancaka.
Dan janji yang kubuat untuk bertemu dengannya di Tembok Perang Bubat kemarin sore.
Dan aku baru ingat sekarang.
"Sial."
"Pagi-pagi udah ngumpat aja," tiba-tiba saja Anya sudah mondar-mandir dibelakangku sambil menghias dirinya. Padahal seingatku tadi dia baru masuk kamar mandi. "Ngapain, sih, lo ? Kayak orang gila, ya, lama-lama."
Aku mendengus. Mengambil sweter Kak Sancaka dan menentengnya keluar. Hari ini harus ku kembalikan.
"Tungguin gue, Ar!" Anya berseru ketika pintu tertutup.
...
Aku mencari Kak Sancaka. Di manapun aku bisa menemukannya. Tapi, anehnya pemuda itu sama sekali tidak terlihat hari ini. Tidak saat apel pagi. Tidak juga saat sarapan bersama di Pondok Arjuna.
Sesudah sesi olahraga aku langsung ke ruang ganti. Mengganti kaus penuh keringat dengan seragam Bawah Tanah. Anya berjalan di samping ku ketika aku keluar ruang ganti dan menuju kelas pertama kami, spionase. Kami melintasi koridor yang ramai tapi masih cukup lenggang untuk berjalan di tengah koridor tanpa menyandung bahu siapapun. Semuanya tampak sibuk dengan urusannya. Berjalan dengan menghentak-hentakan kaki ke arah yang berlawanan atau searah dengan kami. Kebanyakan menenteng buku di tangannya dan kebanyakan orang berwajah serius seolah-olah bercanda di koridor adalah sesuatu yang aneh.
Pada dasarnya, aku tidak pernah menjadi begitu menyenangkan sebagaimana Alto dan Ririn yang suka bercanda di setiap kesempatan. Tapi aku tidak pernah benar-benar berada dalam sebuah lingkungan dimana semua orang tampak sangat kaku dan canggung. Dengan cara bicara yang begitu formal, tatapan yang seolah-olah selalu merendahkan dan betapa seriusnya orang-orang di sini membuat Bawah Tanah memiliki lingkungan yang terkesan berat dan ... agak buruk.
Aku penasaran dengan bagaimana era Mas Raga berlangsung. Ketika semua hal buruk yang terjadi di angkatan itu telah menyadarkan pihak-pihak di atas Bawah Tanah bahwa pendidikan yang salah telah menyebabkan tragedi yang fatal. Karena ketika semua orang menilai Bawah Tanah sudah tampak lebih baik, bagiku, tempat ini tidak mengalami banyak perubahan. Meskipun aku belum pernah merasakan menjadi salah satu siswa di angkatan itu. Tahun dimana hari-hari gelap pernah menaungi Bawah Tanah.
"Itu mungkin saja benar," aku mendengar Anya bergumam tentang sesuatu.
Aku menoleh padanya. Anya tidak terlihat sedang berbicara dengan seseorang. Matanya menatap lurus kedepan dan tidak ada siapapun di sampingnya selain aku.
"Lo ngomong sama siapa ?"
Anya menoleh padaku dengan mata lebar. Bola matanya tampak seperti hendak keluar dari tempatnya. Mulutnya terbuka. Tapi tidak lama karena seketika gadis itu memicing dan tatapannya berubah kesal. "Lo dari tadi nggak dengerin gue ?!"
"Lo dari tadi ngomong ?"
Ia mendengus.
Pandangannya kembali lurus ke depan. Dari sisi wajahnya dia terlihat sangat marah. Kami hening sesaat. Kemudian Anya berpangku tangan, dengan dahi yang berkerut dia bertanya padaku, "kok lo jadi sering banget melamun ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bawah Tanah: The Rumor Comes True
Ação[Action X Teenfiction] Serial mata-mata remaja #1 Buku pertama dari Dwilogi Bawah Tanah Ada sebuah surat aneh diatas meja belajarku. Surat berwarna pink bersimbol hati. Kupikir itu dari Djanuar. Akhirnya cowok brengsek itu sadar juga bahwa meninggal...