9. Black the Terorist

1.6K 319 6
                                    

Bawah Tanah:
The Rumor Comes True

A novel by Zivia Zee

•••

3 jam sebelumnya...

Aku memandangi ponselku yang terus memperdengarkan bunyi dering. Sekali lagi, belum ada yang mengangkat. Hingga ponselku mati sendiri. Aku kembali menekan ikon telepon hingga layarnya berubah menjadi mode memanggil. Masih memperhatikannya. Bunyi dering yang panjang. Tetap, belum ada yang mengangkat.

"Ck, dia kemana sih?!"

"Siapa?"

Anya muncul di ambang pintu kamarku. Aku menoleh sedikit padanya. Kumatikan ponselku saat itu juga. "Bukan siapa-siapa."

Ia mengangguk tidak peduli. Gadis berambut keriting itu masuk dan mulai melakukan sesuatu yang aku juga tidak peduli. Persetan dengannya. Aku kembali memperhatikan ponselku yang tergeletak di meja. Mulai melakukan panggilan ulang.

Dua jam setelah bincang-bincang panjang kami. Cerita Anya yang ... ah, membuatku tidak tahu harus menanggapinya dengan seperti apa lagi. Kurasa ini sudah jauh dari topik permainan kami. Ini sudah melebihi batas dari yang seharusnya dihadapi anak SMA.

Kami baru kelas dua SMA, aku lima belas dan Anya mungkin sudah enam belas. Kalau tidak salah ingat ulang tahunnya Februari lalu. Aku baru akan menginjak usia itu pada November mendatang. Usia ini dan harus menghadapi Teror bom juga pesan ancaman yang sangat membuat kepala pusing, lalu surat aneh yang membuat kami merasa seperti sedang dikerjai seseorang, ini jelas terlalu berlebihan. Dan kalau boleh maka akan kuingatkan lagi ini masih musim libur. Teman-temanku seperti Teresa menghabiskan waktunya bersama keluarga mereka atau teman mereka bermain-main tanpa memikirkan beban siapa yang sedang berusaha mempermainkan kami.

Sedangkan aku dan Anya, demi tuhan ini sangat menyebalkan ketika menyadarinya, apa sih yang sedang kami lakukan disini. Dengan setumpuk pertanyaan yang rasanya mustahil untuk dijawab. Apalagi kalau hanya bermodalkan dua buah surat tidak jelas darimana asal-usulnya untuk mencari jawaban. Aku agak sedikit muak dengan rasa terpermainkan ini.

"Kita nggak bisa nunda lagi. Menurut gue, malam ini juga kita harus bertindak," dari kata-katanya, jelas sekali aku dan Anya tidak satu pikiran.

Anya memang masih sangat bersemangat untuk mengungkap semuanya. Sementara aku sudah muak dengan segalanya, Anya malah menyusun rencana untuk menemui Black. Bisa bayangkan seberapa mustahil hal itu. Teroris yang sangat pintar, kaya, dan licik mana mungkin bakal mau menunjukkan wajahnya hanya dengan permohonan dari seorang gadis yang sudah setengah mati penasaran akan semua hal yang terjadi. Well, Anya sepertinya terlalu optimis untuk melihat bahwa ini sangat tidak mungkin.

"Malam ini? Memang kita punya rencana?" kataku, masih memperhatikan ponselku yang berdering untuk ke sejuta kalinya.

"Gue punya rencana."

Aku memencet ikon telepon lagi, "oh, ya? Like what? Lo bakal WhatsApp dia, 'hei, Black. How was your day, dude? Gue baru saja menyelamatkan seorang gadis broken home yang hampir dibunuh ayahnya, dan dapat surat beasiswa dari instansi aneh bernama Bawah Tanah. Can we meet tonight and tell me is this for real?"

Aku tertawa hambar. Kadang sisi optimis seseorang itu tidak bisa ditolerir. Mungkin sisi pesimisku akan membantunya menjadi lebih masuk akal.

Bawah Tanah: The Rumor Comes TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang