Bawah Tanah:
the rumor Comes trueA novel by Zivia Zee
•••
Aku mempelajari kedewasaan itu penting diumurku yang dini. Aku memang tidak beruntung menjadi yatim piatu bahkan ketika usiaku tak genap sepuluh tahun. Kendati dari sanalah aku belajar mempertanggungjawabkan segala keputusan-keputusan besar dalam hidup ku. Dari sanalah aku belajar menggenggam hidup. Lepas dari tangan-tangan dewasa lain seperti Om Hardi. Untuk bertahan dengan tungkai kaki-ku sendiri.
Sewaktu pertama kali menerima surat pernyataan lulus dari SMA Andalas, aku telah berjanji untuk lulus dari sana dengan nilai sempurna. Aku benci menjadi penjilat kata-kata sendiri terlebih setelah aku sudah setengah jalan. Tapi dengan datangnya surat beasiswa Bawah Tanah, aku menyadari bahwa dirikupun tidak bisa terus-menerus membohongi diri. Aku memiliki kesempatan lain. Dan sesuatu di dalam diriku sangat berhasrat untuk mengambilnya.
Bawah Tanah mungkin adalah batu loncatan paling dekat yang bisa aku pijaki untuk mencapai cita-citaku. Om Hardi pun sudah memberi lampu hijau. Jadi kenapa aku masih bersiaga di bawah lampu kuning.
Jawabannya hanya satu.
"Itu karena ayah."
Anya menghela napas. Mungkin lelah dengan aku yang rumit dan plin-plan. Ku katakan padanya bahwa aku belum yakin. Meski lembar kesediaan siswa telah terbubuhi dengan tanda tanganku.
Sebertemunya kami di kamar asrama Bawah Tanah yang cukup mengesankan ini, ia langsung memarahiku begitu tahu aku menandatangani lembar itu tanpa pertimbangan yang benar-benar matang. Aku tahu dia khawatir. Karena seperti yang telah diperingati oleh Fathah, jikalau nanti aku berubah pikiran soal menerima surat beasiswa itu, aku tidak punya jalan kembali. Pendidikan mata-mata selama tiga tahun harus kutempuh hingga selesai. Atau denda dengan nominal yang cukup besar akan menjadi penggantinya.
"Terus gimana kalau tiba-tiba lo berubah pikiran?" Tanya Anya.
Perihal konsekuensi dan resiko sudah kupertimbangkan matang-matang. Aku tahu di mana kemampuan materiku berada. "Untungnya, warisan ayah masih mampu bayar denda dengan nominal segitu. Jadi, nggak papalah."
Anya berdecak. Ia bilang ia merasa bersalah karena turut mempengaruhiku agar mengambil keputusan yang egois. Segera kukatakan padanya bahwa meski Anya turut andil, tetapi keputusan mutlak pertanggungjawabanku sendiri. Aku sudah biasa mengambil keputusan yang cukup beresiko dan biasanya aku bisa bertanggungjawab dan menemukan jalan keluar ketika resiko yang kupertaruhkan mulai berbalik menyerangku. Jadi kemungkinan penyesalanku kurang dari lima puluh persen.
"Nggak papa, oke?" Kataku, berusaha menyemangatinya, "gini aja, deh. Kalau nanti gue berubah pikiran lagi, lo harus berusaha sekuat tenaga biar gue nggak jadi berubah pikiran. Pakai kemampuan manipulatif lo, tuh."
"Kalau lo tetap nggak terpengaruh gimana?"
"Ya sudah. Berarti keputusan gue udah bulat. Lo nggak bisa apa-apa, An. Kita harus terima kalau suatu saat nanti kita nggak jadi mata-mata bareng."
Anya cemberut ketika aku berkata begitu. Aku tahu dia teramat menginginkan aku menjadi mata-mata bersamanya. Beberapa menit setelah kami bertemu di kamar asrama ini, Anya langsung histeris mengetahui aku benar-benar menerima surat beasiswa itu. Ia membawaku duduk dan menceritakan semua pengalamannya bisa sampai ke gedung institusi ini yang kurang lebih sama seperti aku. Bedanya, alih-alih bingung, Anya justru kelewat senang ketika dihampiri oleh orang aneh berwajah datar dan sangat formal seperti Fathah.
Anya bercerita ia memimpikan bahwa kami berdua akan menjadi duo super agen seperti di film-film yang selalu ia tonton. Menjadi kebanggan negara walau harus dengan kerahasiaan identitas. Aku juga punya mimpi untuk menjadi kebanggan negara. Tapi jiwa patriotikku lebih menyukai ketika semua orang mengenalku sebagai jenderal militer ketimbang menjadi ksatria dalam bayangan. Bahkan ketika Anya mengkhayalkan begitu tinggi profesi mata-mata kami, aku masih begitu memimpikan menjadi seorang tentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bawah Tanah: The Rumor Comes True
Acción[Action X Teenfiction] Serial mata-mata remaja #1 Buku pertama dari Dwilogi Bawah Tanah Ada sebuah surat aneh diatas meja belajarku. Surat berwarna pink bersimbol hati. Kupikir itu dari Djanuar. Akhirnya cowok brengsek itu sadar juga bahwa meninggal...