Bawah Tanah:
The Rumor Comes TrueA novel by Zivia Zee
•••
"Ah ... eh, bi-biar aku yang hadapi mereka!" ujar Aren tiba-tiba. Membuat aku dan Anya terkejut bukan main. Bagaimana bisa kami mempercayakan musuh kepada orang seperti Aren?!
Aren sudah menyerbu menghadang antek-antek Moreno saat aku hendak menghentikannya. Kami semua menganga melihatnya. Khawatir akan nasib tim kami yang bisa saja kalah karenanya, aku langsung melotot pada Anya.
"Lo bantuin dia!"
Anya ikut melotot padaku.
"Apaan?! Lo aja! Lo 'kan jago bela diri."
Penolakan Anya membuatku mendesis kesal. "Lo sama gue lebih pintar gue! Emang lo bisa mecahin kode ini?!"
Anya semakin melotot tajam sampai-sampai kupikir akan menggelinding ke bawah kalau aku memancing amarahnya dengan satu kalimat lagi.
"Gue bilangin Kak Cempaka lo suka Kak Sancaka mampus lo!"
Aku hampir tersedak mendengarnya. "Ap- sejak kapan gue ...."
Aku menelan kembali kata-kataku, mengulum bibirku dan menahan sekuat mungkin agar tidak menjambak rambut Anya. Kalau saja tidak ada Pak Sukma di belakang kami yang mengawasi, sudah aku hampar mulut sembarangannya itu.
"Biarin ajalah! Si Aren bawa pistol juga," katanya. Kini aku yang melotot.
Aren bawa pistol?
Ketika kuperhatikan lagi, benar saja, di tangan Aren ada revolver jadul yang entah ia dapat darimana. Maksudku, tentu saja ia dapat dari kotak perlengkapan karakter miliknya, tapi, pelayan macam apa yang membawa pistol?! Aku saja hanya diberi belati!
Gadis itu sibuk dengan revolvernya. Terdengar suara tembakan kecil dari benda itu memuntahkan peluru cat air dan mengenai antek-antek Moreno. Teman-teman sekelasku yang tidak pernah kuingat namanya karena malas berdiri ternganga melihat noda cat merah di baju mereka. Sepenuhnya lupa kalau mereka harus berlagak mati.
Aku sendiri juga ternganga melihatnya, dan kalau aku tidak segera mendengar langkah kaki yang berdentam-dentam dari arah Aren berada, aku mungkin tidak akan ingat untuk memecahkan kode yang ada di depan kami.
"Ra!" Anya menegurku.
Aku kembali menempatkan mata dan fokusku pada meja. Anya berdiri di sisi depanku. Kami mengamati sebuah papan catur dengan bidak yang berada dalam posisi acak. Seperti seseorang sudah memainkannya dan berhenti di tengah jalan.
"Lo ngerti catur?" tanyaku. Anya menggeleng pelan.
"Ngerti, sih, sedikit," tambahnya kemudian.
Aku menumpukan tanganku pada kedua ujung meja agar bisa melihat pola caturnya dengan lebih seksama. Sekilas penempatan caturnya hanya berupa pola acak tanpa makna berarti. Aku tidak bisa menemukan korelasi apapun yang berhubungan dengan nomor loker seperti yang dikatakan Pak Sukma.
"Mau coba dimainin?" tanya Anya. Membuatku tersadar dengan pola-pola catur di depan kami.
Sekilas, memang seperti pola acak biasa. Tapi kalau kita coba memainkannya, kita hanya dapat menggerakkan bidaknya dengan pilihan langkah yang lebih terbatas.
![](https://img.wattpad.com/cover/201033135-288-k770024.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Bawah Tanah: The Rumor Comes True
Action[Action X Teenfiction] Serial mata-mata remaja #1 Buku pertama dari Dwilogi Bawah Tanah Ada sebuah surat aneh diatas meja belajarku. Surat berwarna pink bersimbol hati. Kupikir itu dari Djanuar. Akhirnya cowok brengsek itu sadar juga bahwa meninggal...