Bawah Tanah:
The Rumor Comes TrueA novel by Zivia Zee
•••
Kutinggalkan segala euforia hari kelulusan yang luar biasa ini. Toh, ini bukan hari kelulusanku. Ini hari kelulusan pacarku dan seharusnya kita berdua merayakannya dengan touring ke sekitar Jakarta pada malam hari. Aku bahkan membawa makanan ringan untuk acara tersebut. Tapi sepertinya bayangan touring berdua dengan Djanuar harus kandas ketika kulihat cowok itu sedang berbicara serius dengan Camila. Entah apa yang dibicarakannya. Barangkali topiknya adalah bagaimana caranya memutuskanku tanpa rasa sakit, saking serius dan dekatnya dua orang itu.
"Ra, lo mau nyamperin Kak Djanu? Disana ada Camila lho."
Aku bersumpah mataku masih sangat bagus untuk melihat sosok cantik nan langsing yang kakinya menjulang semampai itu. Lalu kenapa? Aku adalah pacarnya Kak Djanuar. Terlepas dari bagaimana sikap Kak Djanuar padaku beberapa menit lalu.
"Gue harus nyamperin dia, Sa. Gue datang kesini buat dia," tegasku. Berusaha menebalkan muka terhadap tatapan dingin kak Djanuar yang kini terarah padaku. Lorong yang kami lewati sangat sepi. Derap langkahku yang saat ini memakai sepatu ber-hak menggema di udara. Memberi sinyal pada dua orang di depan bahwa ada seseorang yang akan menginterupsi waktu berduaan mereka.
"Itu Kak Djanuar kok kayak sinis banget natap lo nya? Udah yuk, Ra. Nanti aja ketemunya. Mungkin dia lagi pengen sama teman-temannya," aku berhenti untuk menghadap Teresa yang wajahnya antara bingung dan terkejut karena aku tiba-tiba menghadapnya dengan wajah super bete.
"Lo pulang duluan aja, Teresa. Gue mau ketemu Kak Djanuar," kataku. Sama sekali tidak bermaksud mengusirnya, namun aku juga tidak ingin terus terdistraksi oleh ocehan-ocehannya.
Teresa menatapku keberatan. Namun aku sama sekali tidak merubah raut kerasku. Saat ini bukan saatnya memikirkan perasaan teman yang terus menganggu. Akhirnya, ia berbalik dan berjalan pergi. Aku melanjutkan langkahku menghampiri Kak Djanuar.
"Sekali lagi selamat ya atas kelulusan lo," kata Camila ketika aku berdiri bersebelahan dengan Kak Djanuar. Aku yakin itu hanya basa-basi untuk menutupi topik sebenarnya.
" Gue tinggal dulu ya, Aurora?"
"Iya kak, selamat ya." Ia tersenyum padaku kemudian berjalan pergi. Tersisa kami berdua. Derap langkah Camila perlahan memudar hingga hanya tersisa keheningan belaka. Lorong itu begitu sepi.
"Selamat ya, kak!" ujarku, tersenyum manis dan menggandeng lengannya. Kak Djanuar langsung melepaskan tautan yang baru terjalin itu.
Sekali lagi, rasa perih itu merayapi dadaku. Kutebalkan muka, sekeras mungkin bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.
"Kita jadikan mau rayain kelulusan kamu sambil touring keliling Jakarta? Aku udah bawa cemilan buat nanti malem. Aku juga udah siapin kamera buat foto-foto. Nanti kita mau mampir kemana dulu? Taman yang dekat perumahan kamu itu kayaknya bagus. Katanya disana ada—"
"Ra, gue nggak bisa."
Aku terpaku sejenak menyadari perubahan gaya bicaranya padaku.
"Oh, kakak nggak bisa touring. Mau ada acara sama temen-temen, ya? Yaudah, kita rayain nya siang aja. Mau kemana gitu? Aku sih nyaraninnya ke—"
"Aurora!"
Dua tahun berpacaran dengan Kak Djanuar, aku mengenalnya sebagai sosok lembut yang selalu tersenyum manis. Cowok baik yang selalu menghargai perempuan, terlebih aku yang adalah pacarnya. Belum pernah aku mendengarnya berbicara sekasar dan sekeras itu padaku. Dengan mata sedingin es yang rasa dinginnya mulai menjalari ujung-ujung jari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bawah Tanah: The Rumor Comes True
Action[Action X Teenfiction] Serial mata-mata remaja #1 Buku pertama dari Dwilogi Bawah Tanah Ada sebuah surat aneh diatas meja belajarku. Surat berwarna pink bersimbol hati. Kupikir itu dari Djanuar. Akhirnya cowok brengsek itu sadar juga bahwa meninggal...