4. Misi Sukarela

2.1K 385 69
                                    

Bawah Tanah:
The Rumor Comes True

A novel by Zivia Zee

•••

Selama sesaat keheningan menyelimuti kami dengan sangat menegangkan. Tidak ada satu orangpun yang berani membuka suara, atau bergerak meninggalkan lapangan. Asap dari puing-puing aula yang telah hancur masih membumbung tinggi, namun tidak sepekat sebelumnya. Helikopter itu pergi pada satu titik di langit yang tidak dapat kami jangkau dengan mata dan menghilang menyisakan teror dan kebingungan. Terutama untukku. Napasku masih saja terasa berat. Aku lemas bukan main. Kalau tidak ada lengan Kak Djanuar yang menyangga tubuhku, aku pasti sudah jatuh terduduk.

Dalam keheningan itu, sebuah suara tiba-tiba menggaung dari pengeras suara yang biasanya digunakan untuk pengumuman atau alarm bahaya. Itu suara lelaki yang menyanderaku sebelumnya. Aku ingat benar seperti apa suara yang berbisik di telingaku itu. Tidak terlalu berat, tetapi dalam. Suaranya sangat enak didengar kalau figurnya bukan sebagai teroris.

"Check. Halo semuanya! ini masih saya, Black. Kalian tidak lupa, kan?" aku sangat ingin meneriaki wajahnya dengan kata tidak. Kami —lebih-lebih aku— tidak mungkin lupa dengan seseorang yang tiba-tiba datang dan memporak-porandakan SMA Andalas kami tercinta.

"Maafkan saya untuk semua debu yang menyelimuti kalian karena helikopter ini. Kendaraan ini diperlukan untuk menambah tingkat kekerenan saya sebagai teroris. Ya, kalian tahulah, citra kami sebagai penjahat harus terlihat keren agar lawan gentar. Iya, kan, Aurora?"

Iya. Kami sangat gentar sekali. Bukan! aku yang sangat gentar. Mengetahui lawanku adalah seorang penjahat profesional yang super kaya dan niat. Memiliki kemampuan mempermainkan orang yang sangat mumpuni dan tampaknya sudah sangat siap melihat mayatku dari balik layar monitornya. Dimanapun ia berada.

"Saya tidak berencana mengganggu permainan kalian, tapi saya hanya ingin menyampaikan sesuatu. Informasi ini mungkin akan sangat berguna jika kalian menggunakan otak kalian. Yang jelas..." Ia menjeda kalimatnya. Aku gregetan sekali dengan kebiasaan bicaranya yang selalu membuatku deg-degan. "Jika kalian ingin memenangkan permainan ini, kalian hanya perlu mencari dua buah kotak kayu. Kotak itu berisi bom yang perlu kalian matikan kalau tidak ingin nyawa dan sekolah kalian hancur. Clue-nya hanya dua. Pertama, penting. Kedua, umum. Dalam durasi tiga jam dua bom itu akan meledak. Tentu saja dengan skala yang lebih besar dari bom pertama. Itu saja. Permainan ini dimulai. Semoga yang berkepentingan selalu menjaga kesehatannya sehingga tidak perlu menutup hidung. Selamat bersenang-senang."

Suara berdenging yang singkat mengakhiri kata-katanya. Kemudian hening kembali mengawang disekitar kami. Hening itu tidak lama karena sejurus dengan suara denging dari pengeras suara yang hilang, suara histeris seseorang membakar suasana yang sudah memanas ini.

"Ada bom! Lari semuanya! Tinggalin sekolah. Cepat!" Kata suara itu. Aku menoleh ke titik sembarang di keramaian hanya untuk dibuat bingung karena tidak berhasil menemukan siapa oknum itu. Semua manusia di sekelilingku langsung berhamburan panik menuju gerbang utama. Hanya tersisa aku dan Kak Djanuar yang tidak bergerak se incipun dari tempat kami.

Ketika tidak satu orang pun berada di sekeliling kami lagi, Kak Djanuar mencari tanganku dan digenggamnya, "ayo," ia menarik tanganku.

Dua langkah dari sana, aku berhenti dan menahannya.

"Kenapa?"

Bawah Tanah: The Rumor Comes TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang