51. Painful Truth

695 146 89
                                    

Bawah Tanah:
The Rumor Comes True

A novel bye Zivia Zee

•••

Mantan kekasih bisa menjadi sumber masalah paling merepotkan di dunia apabila semua hal yang terjadi di masa lalu tidak diselesaikan dengan baik. Aku baru saja menjadi bukti nyata dari kejamnya dunia 'per-mantan-an' ini. Akibat keputusanku meninggalkan Djanuar di Bandung tanpa menyelesaikan masalah kami dulu, kini aku harus menerima konsekuensinya. Djanuar—yang entah bagaimana bisa tahu aku ada di Nusa Dharma—baru saja melakukan tindakan kriminal luar biasa. Ia menculikku menggunakan helikopter. Parahnya, bukan hanya aku saja yang jadi korban!

Aku tidak tahu bagaimana harus berkata lagi terlebih setelah aku melihat mantan pacarku itu baru saja membuang pacar dan sahabatku ke laut seperti tengah membuang sampah plastik. Tanpa ragu dan tanpa ba-bi-bu. Oh, jangan tanya betapa marahnya aku setelah melihat wajah tak bersalahnya saat lelaki itu melepas penutup wajahnya. Aku mengamuk hebat sampai helikopter yang kami tumpangi hampir terjatuh, dan cowok itu dengan super tega memukul tengkukku hingga pingsan.

Begitu aku terbangun, aku sudah berada di salah satu kamar hotel entah di kota mana. Tidak ada waktu untuk memikirkan lokasi. Hal pertama yang aku lakukan setelah membuka mata adalah mengambil pemukul baseball yang nangkring di sudut ruangan, lalu mengejar-ngejar Djanuar seperti psikopat gila.

Brakk!!

Vas bunga tak bersalah itu hancur begitu pemukulku mendarat di sana setelah Djanuar dengan gesitnya berhasil menghindar. Ia melirik pecahan vas bunga itu dengan ujung matanya. Mukanya lantas kian memucat.

"Lo diam di situ. Minimal kena sekaliii aja," pintaku

"Habis itu lo berhenti?"

"Habis itu gue ganti pakai pistol. DJANUAR!"

Lelaki itu berlari keluar kamar. Aku mengejarnya dengan kecepatan seribu kaki. Beberapa tamu yang tengah berjalan di koridor terkejut bukan main melihatku berlarian dengan pemukul mata menyalang bak harimau melihat mangsa.

"Tahan liftnya!" teriak Djanuar ketakutan. Tangannya menggapai-gapai ke depan hendak mencapai lift yang akan menutup. Orang-orang di lift menoleh penasaran dan menahan liftnya.

Aku langsung berseru heboh. "NGGAK! Jangan tahan liftnya. Gue geprek satu-satu kalau ada yang berani!"

Melihat aku yang berlari-lari dengan mengacungkan pemukul sembari melotot super lebar, mereka lantas berjegit takut. Lalu berhenti menahan liftnya. Mereka kini memencet-mencet tombol lift panik agar pintunya cepat tertutup.

"TIDAK!" teriak Djanuar saat pintu lift tertutup sempurna. Ia menoleh ke arahku dengan wajah penuh teror. Aku menyeringai senang.

Djanuar berhenti berlari. "Aurora, please. Ampun. Nggak akan gue ulangin lagi. Sumpah!"

Kuhentikan langkahku tepat di depannya. Mengetuk-ngetukan pemukul ke lantai agar ia tahu kalau aku masih punya nafsu untuk membuat sebuah bola tenis bertengger di kepalanya.

"Nggak akan ngulangin, ya?" tanyaku. Ia mengangguk cepat. Aku mendengus. "Ya iyalah nggak akan ngulangin orang nyawa lo bakal gue cabut sekarang juga!"

Bawah Tanah: The Rumor Comes TrueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang