Ini tentang kehidupan setelah dua puluh. Mengisi yang kosong, mencari yang hilang, mencemaskan yang tidak ada. Perjalanan menuju pelarian, perjalanan menuju pencarian. Katanya dua puluh adalah saat-saat kamu ingin kembali ke sepuluh sebelumnya. Iya, itu hanya katanya saja. Tidak peduli seberapa menyenangkannya masa kecil dulu, aku tetap tidak ingin kembali. Karena itu artinya aku akan melalui masa-masa setelahnya sekali lagi. Bagiku hari-hari yang sekarang adalah cukup. Waktu yang dihabiskan sebelum bertemu malapetaka mungkin terasa lebih sempurna. Namun yang terbaik tetap saat-saat sekarang, saat sudah hadir hari di mana semua sudah terjadi di belakang. Hari-hari biasa namun tenang, hari-hari tanpa mencemaskan yang di depan, tanpa menyesali yang tertinggal di belakang. Aku adalah seseorang yang hidup untuk hari ini.
Namun pendirianku runtuh, saat berjalan di belakang seseorang yang punggungnya sangat ku kenal. Anak laki-laki dari masa lalu yang hanya meninggalkan ingatan yang baik-baik untukku. Aku menjadi penasaran atas hal yang tidak penting tentang adakah alasan kami bisa berhenti di stasiun yang sama sore itu? Hari di mana aku berjalan mengikutinya sampai ke pintu keluar.
Seseorang menunggunya di sana. Perempuan.
"Udah lebih dari seratus," sambut perempuan itu sambil menunjukkan alat penghitung waktu yang diatur di ponselnya.
"Siapa, Cas?" tanya dia yang mendapatiku berdiri tepat di belakang Lucas.
Seandainya aku bisa memberikan pertanyaan yang sama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeda Vu
ChickLitPertemuan pertama setelah 12 tahun, di stasiun kereta lepas petang, Gita mendapati orang itu kembali dengan raga yang jauh tumbuh dari yang dia lihat terakhir kali. Tinggi badan yang dulu ada di bawahnya kini harus membuatnya mendongak sedikit untuk...