5. Sayangnya, aku masih mengingatmu

175 27 4
                                    

Suara Gita 🍁


--------------

Maret 2007

"..., sembilan puluh enam, sembilan puluh tujuh, sembilan puluh delapan, sembilan puluh sembilan, seratus. Kok Lucas lama sih."Aku menunggu di samping sepedaku yang rantainya lepas saat asik bermain.

"Dorrrr!!!!" Lucas datang dengan sepedanya.

"Lucas kayak superman datengnya pas banget. Aku baru selesai ngitung loh."

"Nih." Susu kedelai datang dari tangannya.

"Untung warungnya deket. Naik sepeda bisa cepet."

"Seratus itu lama dong, Kas. Kalo cepet itu sepuluh. Kayak rumah kita, cuma sepuluh." Maksudku waktu itu, bukan rumahnya ada sepuluh, tapi perjalanan dari rumah Lucas dan aku bisa dijangkau dalam hitungan sepuluh. Lucas hanya terkekeh.

"Tapi kata nenek aku punya rumah baru." Sambungku setelah sedikit meneguk susu kedelai.

"Wah, seru dong. Nanti kita main di sana ya."

"Tapi jauh. Nggak bisa naik sepeda, harus naik pesawat." Setelah mengatakan itu, bisa kulihat ekspresinya langsung berubah.

"Yah, nggak bisa ikut dong. Gigi mau pergi?" Aku mengangguk pelan merasa bersalah.

"Tapi nanti ke sini lagi kan? Ini kan rumah Gigi juga. Nanti Lucas hitung sampe seratus ya? Eh enggak, kecepetan. Seribu? Wah banyak banget, cape dong." 

--------------


"Siapa, Cas?" Temannya mungkin bingung dengan kehadiranku.

"Ada perlu apa lagi ya?" Dia kepadaku.

"Boleh tau nom- whats app, ah, instagram?" Tanyaku terbata-bata.

Dia menatapku tak enak. Ah aku juga bodoh bertanya seperti itu di depan perempuan yang bisa jadi pacarnya ini. Dia pasti salah paham.

"Lain kali aja ya." Sudah kuduga bakal ditolak.

"Yuk." Ajaknya dan segera bergegas dengan perempuan itu.

"Kamu jurusan apa di kampus?" Aku berusaha menunda kepergiannya. "Masa yang ini juga ga boleh dijawab?"

"Hubungan Internasional. Maaf ya saya buru-buru."

Aku tersenyum lega. Mulai malam itu, aku punya kesempatan untuk menyambung tali yang putus. Ah, saking semangatnya aku lupa caranya kembali masuk ke stasiun karena sebenarnya itu bukan stasiun tujuanku. Ngga papa, ngga papa, mungkin aku harus berbagi kebahagiaan ini dengan berbagi rezeki sama mas ojol.

***

Hubungan Internasional ya? Akhirnya aku datang juga. Tepat di depan gedung fakultas ini aku menunggu seseorang keluar. Kuperhatikan baik-baik wajah yang berlalu-lalang ini dari tadi. Jadwal dan ruangannya saja aku tidak tahu. Bahkan kalaupun hari ini dia akan keluar, bisa saja aku sudah melewatkannya dari tadi. Di sini kan luas sekali. Walaupun begitu tidak ada yang bisa kulakukan selain mengambil peluang walau bahkan hanya 0,1 persen. Hari ini aku akan membuatnya ingat kalau waktu kecil aku yang mengajarinya naik sepeda.

"Maaf, nanya dong. Kenal Lucas ga? Anak jurusan ini." Aku kepada mas-mas berkacamata. Dia nampak berpikir, mungkin sedang menyusun daftar nama-nama teman yang ada di kepalanya.

"Wah kurang tau, Mba. Coba tanya yang lain dulu deh, mungkin saya terlalu ansos."

"Emm gitu. Makasih ya, Mas."

Jeda VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang