Cerita Lucas 🍀
Gita mendapatiku duduk di taman kampus menggunakan earphone lengkap dengan pemberkasan beasiswa yang sedang aku persiapkan untuk semester depan. Di tangannya ada dua botol teh kemasan dan satunya dia tawarkan untukku saat dia masih berdiri di sebelahku. Aku mendongak menatapnya dengan sedikit melawan sinar matahari. Sebenarnya aku sedang memproses, dia sudah tidak marah?"Tenang aja, ini ga pake perasaan kok," katanya lalu duduk di sampingku. Aku terima pemberiannya. Jujur, memang aku lagi butuh minum di hari yang cerah ini.
"Gimana temen lu?" tanyaku membuka percakapan yang aku harap tidak akan secanggung kemarin.
"Dia kan ada Bagas," jawabnya santai sebelum meneguk minumannya. "Katanya masalah orang bukan urusan lo, kok malah ikut campur?"
Aku menoleh ke arahnya, dia terlihat lebih tidak ramah dari biasanya. "Dia kan temen lu."
"Iya, makasih, ya." Kali ini dia membalas tatapanku di sampingnya. "Udah bantuin Dyra."
Dari belakang Leo datang dengan dua hamburger di tangannya. Tadinya memang aku yang punya ide untuk dia membelikan itu tapi kemudian kepala dan ujung mataku otomatis bergerak memberikan gestur agar dia pergi dari sini.
Aku ingin mendengarnya lebih lama.
"Ngeliat mereka gue jadi kepikiran, gimana kalo pertemanan kita dulu berlanjut, ya?"
Aku bingung bagaimana meresponsnya, aku sama sekali tidak berpikir akan hal itu. Aku cuma bisa diam menunggu lanjutannya sendiri. Dia mungkin juga bingung karena aku tidak bilang apa-apa. Dari ekor mataku bisa kubilang kalau dia sekarang melihat ke arahku untuk menunggu balasan.
"Sial ganteng banget."
Aku agak kaget mendengarnya. Ini bukan yang pertama kali tapi tetap saja aku tidak terbiasa dengan ketiba-tibaannya. Maksudnya, aku juga tidak berusaha untuk terlihat begitu di matanya tapi dengan dia sampai berucap spontan begitu, bagaimana bilangnya, ya.
"Gue udah tau lama sih lo ganteng. Tapi kok baru nyadar seganteng ini ya?"
Aku masih bingung. Daripada salah tingkah, lebih ke, sedang berpikir bagaimana cara menutup mulutnya.
"Kas mau pacaran ga?"
Dia ini, benar-benar semau-maunya.
"Jangan ngelantur." Dia hanya tersenyum bodoh mendengarnya. Seperti sudah kebal dan tidak akan rugi apa-apa karena perasaannya sudah ketahuan.
"Hari ini hari gue pindah loh," ucapnya membuka topik baru. Aku paham, maksudnya saat dia meninggalkan kota itu. Aku ingat, tapi diam seolah tidak terpengaruh.
"Cas, kita harus sering menjalin silaturahmi."
"Kenapa?"
Dia menatapku santai seolah sudah menduga responku.
"Lo ga mau?"
Aku tidak bilang tidak mau juga, sih.
"Yaudah." Jawaban sederhana itu ternyata membuatnya puas sampai sulit berhenti tersenyum. "Btw gua balik duluan ya, ada urusan." Aku langsung bangkit dari posisi.
"Mau kemana?" tanyanya dengan penuh antusias. Tidak berniat untuk menyembunyikannya juga, akhirnya kujelaskan kalau aku akan pulang ke rumah pagi ini. "Rumah" di kota kecil itu, tempatnya Niki, ayah. Dan Mama.
"Ikutt dong. Boleh kan?" Bagaimana caranya matanya bisa membulat secepat itu. Aku tau ini hal yang sia-sia, menggelengkan kepala sebagai jawaban tidak untuknya.
"Gua gak ganggu kok, bisa urus diri sendiri. Ya?" sambungnya.
"Udah lama juga ga ke sana." sambungnya lagi.
Betul, aku tidak yakin dia pernah kembali lagi setelah pergi dari sana. Toh yang mau dia temui tidak ada lagi, makanya tidak ada alasan untuk kembali.
Intinya aku kalah dan dia menepati janjinya untuk tidak mengganggu. Dia sangat berusaha untuk itu seperti menjaga kesadarannya agar kepalanya tidak jatuh di pundakku walau beberapa kali kelepasan dan aku biarkan. Dia tidak menyusahkan setidaknya sampai di rumahku.
"Kak Gigi!!" Niki berlari kecil saat kami tiba di depan pintu. Bukan untukku, tapi untuk dia. Bagaimana bisa dia memperlakukan majikannya seperti ini?
Gita memutar pandangannya ke seisi ruangan seperti bertanya-tanya kemana penghuni yang lain. Tentu saja tidak ada lagi, ayahku kan kerja sampai malam.
"Tante Mira mana, Cas? Kangen deh."
Aku dan Niki saling tatap sebentar karena bingung mencari jawabannya. Aku memutuskan untuk mengajak Gita berjalan-jalan sekitar. Dia pun mau, nostalgia katanya.
"Kok kita ke sini, Cas," bingung Gita saat aku berhenti di depan makam bersih, tempat terbaringnya orang yang paling indah.
Tidak butuh lama untuknya memahami semuanya, menjawab pertanyaannya yang tadi. Tapi aku tidak menyangka dia akan seterkejut itu. Ekspresinya membatu seperti masih denial dengan kenyataan.
"Hari ini?" Dia menoleh ke arahku. Aku terkejut melihat matanya yang sudah memerah. Wajahnya terlihat berat dan tidak stabil. Ah, aku tidak sampai berpikir ke arah sana. Iya, ibu sudah di sini sejak dua belas tahun yang lalu hari ini. Maksud kunjunganku tadinya pun untuk memperingati hari kematiannya. Tapi membuat dia sadar bahwa hari dia pindah bersamaan dengan hari ibuku meninggal adalah di luar niatku.
"Tapi bukannya waktu itu kita ketemu ya? Kita seharian main bareng sebelum gue pergi. " Entah kenapa kali ini dia tidak berani menatapku. Aku mungkin masih terlihat santai dari luar, namun perasaanku di dalam juga sudah bercampur. Memang benar dulu aku tidak sempat melihat jasad terakhirnya.
"Lo pasti benci banget sama gue." Gita mulai menyalahkan dirinya. Dia buru-buru pergi walau tangannya sudah kutahan.
"Gue lupa ada janji sama Hana. Gue harus pulang sekarang."
"Naik apa? Bentar lagi udah malem."
"Tenang aja, gue bisa kok. Maaf," ucapnya sambil menguraikan tanganku. Aku tidak memaksanya tetap di sini.
Setelah itu dia menghilang. Saat aku sampai di rumah pun barang bawaannya sudah tidak ada lagi. Kelak aku tau dari Niki bahwa malam itu dia pulang dengan travel dengan penjelasan Niki.
Aku masih hafal lokasi "markas" yang dulu aku buat dengan Gita. Kini ruangan yang penuh kayu lapuk itu sudah tidak ada lagi, berubah menjadi beberapa pohon manga milik tetangga.
Kutempelkan sebuah kertas memo di sana seolah itu masih tempat yang sama.
Untuk Lukas di 2008, mereka akan pergi, satu per satu.
Minta maaf dan terima kasih lah, sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeda Vu
ChickLitPertemuan pertama setelah 12 tahun, di stasiun kereta lepas petang, Gita mendapati orang itu kembali dengan raga yang jauh tumbuh dari yang dia lihat terakhir kali. Tinggi badan yang dulu ada di bawahnya kini harus membuatnya mendongak sedikit untuk...