Tulisan Dyra 🌼
"Tạm biệt." Yen sudah mengajarkan kami kata ini sejak hari pertama sampai hari ini di akhir kelas dan telah menjadi salah satu kata Vietnam pertamaku. Kami jadi sering bertukar bahasa walau tidak semua bisa aku ingat dengan benar. Bagiku sangat menarik mendengarkan Bahasa Indonesia diucapkan oleh lidah asing. Kecuali saat dia berhadapan dengan Gita dan Bagas. Kau tahu, kadang aku setuju kalau ada yang bilang dua orang itu tidak boleh disatukan.
"How do you say thirsty in Indonesian?" tanya Yen saat kami berkumpul sebelum bersiap untuk pulang
"It's anjay," jawab Bagas sembarangan.
"Okay. I'm so anjay." Aku merasa bersalah karena Yen percaya itu. Gita di samping Bagas malah mengulum bibirnya untuk menawah tawa karena tingkah Bagas.
"Mau minum doang pake ngode dulu. Nih." Gita menawarkan air mineral kepada Yen setelah bisa menangani ekspresi wajahnya. Walaupun tidak tahu artinya, dia paham kalau Gita sedang menawarkan minum untuknya.
"Jamet banget sih lo." Gita melanjutkan keisengan Bagas. Tentu saja Yen tampak tidak paham. "It means you're cool." Sambungnya.
"Oh, thank you. How did you say that?"
"Ja-met—lo."
"Okay, you too. Jamet lo."
Kecuali Yen, semuanya tertawa. Ini mungkin terlihat tidak sopan, namun Yen sudah sering becanda dengan kami maka aku pikir tidak apa-apa. Dia melihatku dengan tatapan kebingungan. Seperti minta dijelaskan. Dia juga mengerti, di sini yang bisa dipercaya cuma aku.
"Just don't trust them." Penjelasan yang paling singkat yang bisa kuberikan.
Di tengah-tengah suasana yang cair ini, aku jadi teringat dengan ucapan Yen saat masih di kelas tadi. Kebetulan aku mendampinginya saat mengajar. Sesaat setelah kelas berakhir, aku basa-basi menanyakan apakah ada kesulitan saat tinggal dengan Bagas. Dia bilang keluarganya menerimanya dengan sangat baik, dia diperlakukan seperti anak terakhir di rumah itu. Namun katanya rasanya aneh kalau dia diperlakukan terlalu hangat saat tuan rumahnya sendiri malah jarang tidur di rumah.
Apa maksudnya? Apa maksudnya Bagas jarang tidur di rumah? Aku baru tahu saat ini. Kenapa dia tidak pernah bilang? Karena aku tidak tanya? Bagaimana cara menanyakannya tanpa terkesan mencampuri kehidupan pribadinya?
"Gimana, Dyr, menurut lo?" tanya Gita tiba-tiba membuyarkan lamunanku. Tentu aku tidak mendengarkan apa yang dimaksud.
"Eh? Iya boleh, aku ok aja," jawabku ngasal, berharap nyambung dengan pertanyaannya. Namun mereka malah tertawa. Termasuk Bagas, dia tersenyum geli melihat aku yang tidak fokus dengan percakapan namun berpura-pura mendengarkan.
"Kita gak ngomongin apa-apa kok, Dyr. Cuma mau ngetest lo doang karena bengong mulu. Mikirin apa sih?" jelas Gita yang kubalas dengan senyuman sambil menggelengkan kepala.
Setelahnya Gita memeriksa notifikasi di ponselnya dengan senyuman yang otomatis muncul begitu dia memastikan pengirim pesannya. Sepertinya itu adalah laki-laki yang kemarin sempat dia janjikan untuk diceritakan tapi sampai sekarang belum juga aku dengar. Tidak apa-apa, aku akan tunggu kapan dia siap untuk cerita.
"Guys, gue duluan ya," pamitnya begitu dia membaca isi pesannya. "See you, Yen." Pamitnya kemudian pada Yen.
Melihat Gita yang akan berlalu, Yen mengikuti kepergiannya, meninggalkan kami berdua.
"Yuklah, kita juga balik," ajak Bagas yang langsung beranjak.
"Gas.." tahanku.
"Hmm?" Dia menunggu lanjutannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeda Vu
ChickLitPertemuan pertama setelah 12 tahun, di stasiun kereta lepas petang, Gita mendapati orang itu kembali dengan raga yang jauh tumbuh dari yang dia lihat terakhir kali. Tinggi badan yang dulu ada di bawahnya kini harus membuatnya mendongak sedikit untuk...