43. Ke mana pun mata angin mengarah

39 7 0
                                    


playlist Jeda vu bisa didengar di spotify. just let me know whenever you want to listen.

selamat membaca!



Cerita Lucas 🍀

Beberapa hari berlalu cukup panjang bagiku. Hari-hari tanpa Gigi. Benar kata orang, kehadiran seseorang akan berkali-kali lipat lebih berharga saat dia tidak ada. Karena telalu sering, istimewa menjadi biasa. Manusia terbuai dengan perasaan nyaman, hingga lupa waktu selalu misterius. Ia bisa mengambil kembali semua momentum sebelum sempat dimaknai.

Mungkin karena sudah terbiasa. Mungkin karena aku takut kehilangan dua kali. Di mana pun dia berada di sekarang, aku cuma mau dia di sini, atau aku yang ada di sana. Sekarang aku yang akan bergerak duluan. Seperti kakimu yang cepat mengejarku di stasiun. Seperti semangatmu yang tidak pernah habis saat mencariku ke ujung gedung universitas. Aku tidak akan membiarkanmu berjalan sendirian lagi.

Saat mereka bilang dia hilang, pikiranku buntu karena rupanya aku belum terlalu mengenalnya yang sekarang. Di mana dia akan berhenti, ke mana dia akan berlabuh. Aku tidak tahu.

Hanya kota ini tujuan terakhirku. Hanya ini yang tersisa dari aku yang terlewat banyak hal tentangnya. Ternyata benar. Dari semua sudut bumi, kenapa dia memilih kembali ke kota ini? Kota di mana semuanya direggut dari kami. Kota yang mengambil ibuku, kota yang memecah belah keluarganya.

Aku melihatnya berdiri di tepi pantai. Tempat kami mengumpulkan kerang dulu. Pantai yang menerbangkan anak rambutnya dulu, yang membuat wajahnya merekah indah dengan senyuman paling jujur yang dia punya. Tapi ternyata baginya itu bukan hanya tempat untuk merayakan ceria. Juga tempat untuk menemani gundah, membiarkan bebannya terurai bersama dengan pasir putih.

Kalau ini tentang jujur, aku ingin sekali menghampiri dan memeluknya dari sejak sore pertama aku melihatnya di pantai itu. Namun yang dia butuhkan lebih dari dukungan, dia butuh penjelasan dan pengertian atas semua yang ditemuinya secara beruntun. Pada akhirnya aku hanya bisa mengawasinya dari jauh, cukup jauh sampai aku tidak bisa melihat raut wajahnya. Apakah dia lega, apakah dia merasa tersudutkan, apakah dia menyesal, sedih, senang, aku tidak tahu.

Aku menjaga langkah beberapa meter di belakangnya, mengawasi punggungnya berjalan kemana pun niatnya membawanya. Aku mungkin sudah tahu rute perjalanannya setiap hari, tapi tidak perasaannya.

Jangan buru-buru kembali. Biarkan aku mencarimu sedikit lebih lama.

🍀 🍀 🍀

Semua pikiran tertuju untuk Gigi. Semuanya kehilangan. Termasuk mereka yang hari-harinya selalu punya tempat di hidupnya. Pikirku, tidak ada yang lebih parah dari membiarkan pikiran larut dengan kecemasan. Mereka juga berhak tau. Aku sudah mengundurnya cukup lama. Maka itu aku memanggil semuanya hari ini. Untuk menjemputnya.

"Ya Allah, mau Lucas yang bisa dipeluk!!"

Aku terkesiap, bingung harus bereaksi seperti apa. Ungkapan itu tidak pernah kuduga sebelumnya. Aku merasa seperti seseorang yang sengaja membawa temannya ke rumah hanya untuk pamer koleksi baru. Aku ingin tetap diam saja tapi mereka tidak akan membiarkannya.

"Yeee... Lucas doang otak lo!" sahut Bagas.

"Yaudah kita cabut aja nih nggak diharapin?" Dyra menimpali.

Aku? Berusaha setenang mungkin walau dalam hati berantakan. Aku sengaja membuka tanganku seolah menyambutnya. Lucunya dia berlari kecil menghampiri seperti anak anjing. Beberapa langkah sebelum jaraknya benar-benar dekat, aku berpindah ke belakang Hana. Senyuman polosnya hilang bersama dengan Hana yang mendorong keningnya dengan telapak tangannya.

Jeda VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang