16. Tanggung jawab?

59 9 0
                                    

Dari Bagas🌸

Cuma berdasarkan foto, gue harap gue di tempat yang bener. Sampe gue celingak-celinguk mantau orang-orang yang lewat di tiap sudut mall ini, hp Dyra masih belum aktif. Dyra anaknya polos banget, gimana kalo dia beneran diapa-apain? Sial. Kenapa dua-duanya gaada yang bisa ditelfon?

"Kenapa, Gas?" Akhirnya diangkat.

"Dyra buat apa sih lo punya hp kalo telfon masuk ga diangkat?"

"Kenapa marah-marah sih? Ya maaf aku habis dari toilet."

"Ke toilet juga bawa hp dong. Lo gatau orang kalo berak sekarang gabisa kalo ga bawa hp?"

"heh aku ga-"

"Bukan itu yang penting, sekarang lo di mana?"

"Di Rafflesia emang kenapa?"

"Hahhh ngapain lo di hotel?" Begitu tau tempatnya gue langung buru-buru ke motor lagi.

"Nggak yaa. Bukan gitu. Ini tadi Riki dompetnya ketinggalan, yaudah sekalian dinner di sini aja kata dia."

Bgst juga tu anak nyari alasan. Tapi kalau mereka emang lagi makan malam-

"Yaudah ya laper aku tutup-"

"Eh Dyr, Dyr. Lo baru dari toilet tadi lo bilang?"

"Hmmmm."

"Jangan makan jangan minum ya sampe gue dateng."

"Hah? Gimana maksudnya ini kan aku laper. Ngapain juga nungguin kamu?"

"Gue juga laper. Pokoknya lo ga boleh makan sama minum sampe gue dateng."

"Ih aneh bang-"

Telfon gue tutup dan langsung tancap gas ke lokasi mereka. Nggak liat-liat speedometer, yang gue pikirin cuma gimana caranya biar cepet sampe. Dyra mungkin juga kebingungan liat gue yang maksa dan buru-buru, Nampak dari ekspresi dia ngeliat gue nyamperin dia dengan langkah yang cepat.

"Ayo pulang." Riki saat itu nahan tangan gue yang berusaha narik tangan Dyra.

"Tenang aja, nanti gue anter dia pulang." Riki nampaknya belum bisa membaca kemarahan gue. Sikapnya masih tenang gaada rasa bersalahnya.

"Lo disuruh pulang sekarang, katanya kucinglo hilang."

"Kok bisa?" Tanya Dyra.

"Ya mana gue tau. Pokoknya lo pulang dulu." Pokoknya alasan apapun, asal mereka ga lanjut pertemuan yang beresiko ini.

Gue antar Dyra saat itu juga, ninggalin Riki yang masih cluesless tapi nampak gak senang sama perbuatan gue. Sebelum naik ke atas motor, gue merhatiin Dyra sebentar.

"Kenapa?" Bingung Dyra. Gue juga bingung nyampeinnya gimana.

"Bisa-bisanya lo pake baju yang bikin sesek kalo habis makan." Kata gue sambil melepas jaket untuk dipakein ke Dyra. Dress yang dia pake malam ini bikin s-linenya keliatan. Sebenernya terserah dia mau pake baju apa, tapi gara-gara otak mesum anak itu gue jadi mikir hal yang harusnya keliatan bagus jadi ga aman.

Dyra ngekeh, "Aku kan makannya ga banyak kaya kamu."

"Banyak aja. Lo nambah porsi dua kali lipat lagi juga masih beratan gue kok. Tenang aja." Gue naik ke atas motor siap menyalakan mesin untuk berangkat.

"Masa sih? Dua kali lipat berat badan aku bakalan 90? -an?" Kata Dyra begitu dia naik di belakang gue. "an"nya dia bilang belakangan setelah sadar diri berat badannya udah nambah beberapa kilo.

"Ya kan lo berak sih Dyr. Ni gimanasi ga belajar metabolisme apa lo dulu? Porsi makan lo tuh sama gue gaada apa-apanya. Dah ah. Jalan nih." Tutup gue yang langsung tancap gas saat itu juga."

"Cih. Ntar kalo aku gendut terus ga laku gimana? Emang kamu mau nikahin aku?" Dyra pasti mikir gue ga denger karena kita sama-sama pake helm dan banyak angin. Dia juga ngomongnya gak kenceng kaya orang yang lagi ngobrol sama mas-mas ojol.

"Sori gak dulu." Dyra mukul pundak gue setelah denger jawaban dari gue.

"Makanya jangan ngatur." Sekarang leher gue disentil sama dia.

"Aduh sakit bego lo mau kita kecelakaan apa gimana?"

Di sela-sela topik becanda itu gue masih aja merasa bersalah udah ngenalin dia ke Riki. Walaupun gue belum bisa pastiin niatnya dia, tapi udah gue pastiin otaknya ga beres. Sakit tuh anak. Gue juga. Bisa-bisanya gue nuker Dyra sama game. Dyra juga. Bisanya dia mau-mauan. Apa emang lagi nyari pacar ya ni orang? Tapi kan ga begitu juga. Ga tau aja dia percaya sama cowok tuh taruhanya nalar.

Habis nurunin Dyra di rumahnya gue langsung putar balik ke tempat Riki. Gue tunggu di depan lobby beberapa menit setelah ngehubungin dia. Akhirnya turun juga. Karena takut ganggu orang sekitar dan gue pasti kalah kalo ngelawan security, akhirnya anak itu gue bawa agak jauhan, ke tempat yang lebih mendukung untuk berantem.

"Ngapa lo serius banget? Santai aja lah kaya ga demen liat yang bagus-bagus." Katanya setelah gue pukul pelipisnya.

"Dia bukan barang anjing"

"Anjing lo kenapa? Gue belom macem-macem sama dia."

Belum katanya? Emang sinting.

"Dyra-"

Satu pukulan lagi mendarat ke rahangnya.

"Gue ga suka nama Dyra keluar dari mulut kotor." Dia tak terima. Berakhir kami adu jotos melampiaskan emosi.

"Hari ini terakhir lo ketemu Dyra." Gue langsung cabut saat itu juga sebelum emosi gue tambah tambah. Kebetulan ada telefon dari Dyra.

"Gimana Dyr?"

"Apaan. Mana ada kucing aku hilang."

"Oh engga? Perasaan tadi gue denger gitu. Kunci kali ya."

"Denger dari mana orang gaada yang ngomong sama kamu."

"Yaudah pokoknya gitu deh mungkin gue halu. Dah ya." Telefon langsung gue tutup sebelum Dyra nanya lebih lanjut lagi. Bersamaan dengan itu, 11 misscalled terpampang di layar hp gue. Dari Hana. Bukannya gue lupa, tapi sengaja gue abaikan dari tadi. Gue yang salah, tapi hp yang gue banting.

Gue ngapain sih hari ini.

Jeda VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang