54. Berpacaran

69 4 1
                                    

Cerita Lucas 🍀

Setiap perjalanan punya ceritanya masing-masing. Berhadapan dengan buntu, tersandung beberapa kali. Kadang lancar, kadang bertemu tanjakan, kadang bertemu tanjakan yang curam dan licin. Kadang datar namun tak berarah. Kadang tersesat di liku labirin, kadang terbentang luas namun hanya kabut yang tampak. Di sanalah cerita ditulis. Kita tersendat dan merasakan makna di setiap persinggahannya. Kita rehat dan bertemu lanjutan kisah di setiap jedanya. Langkah demi langkah.

And here I am. Di depan meja hijau penentu akhir perjalanan di kampus ini. Serba rapi dengan kemeja putih, lengkap berjas hitam selepas keluar dari ruangan yang lumayan mencekam.

Karangan bunga berdatangan dari mana-mana, bahkan dari orang yang tidak disangka. Kubilang ini perayaan sesaat sebelum kembali memikirkan kehidupan pascakampus. Aku apresiasi semua ucapan selamat dan bingkisian ini, tapi sumpah, tanganku yang hanya dua tidak mungkin cukup untuk mengangkut semuanya.

Seseorang yang kemudian mengaku bersedia menjadi manager sehari berlari ke arahku seolah sudah sangat terlambat. Sampai selangkah di depanku hanya tinggal nafas yang terengah-engah. Sambil memeluk karangan bunga, dia menatap tanah, mencoba menstabilkan dirinya kembali. Memang betul berpacaran membuatmu berpikir semua tingkah yang dilakukan pasanganmu selalu terlihat menarik, seberantakan apapun penampilannya.

Aku menyelipkan sebagian rambutnya yang jatuh menghalangi wajahnya ke belakang telinganya.

"Maaf ya, aku gabisa bolos lagi. Kamu tau kan kemarin aku udah ngambil banyak jatah bolos?" ucapnya di sela-sela usaha meembetulkan tempo nafas. Setelah diusap-usapnya sedikit, dia menyerahkan karangan bunga itu dengan mata yang memancarkan cahaya kehangatan.

"— Dari pacar Lucas paling cantik," tertulis pada memonya.

Setelah beberapa degupan yang kembali teratur, tidak ada yang ditahan dari raut wajahnya. Dia menggeleng beberapa kali seperti keheranan.

"Kok bisa ganteng banget ya?"

"Siapa?"

"Ya elu lah pake nanya."

"Pacarnya."

"Gue dong."

Percakapan kami seperti biasa tidak berarah namun memicu sedikit warna merah muda di bawah mata. Sesaat Leo datang dengan tangan yang penuh, walau beberapa sudah diamankan di ruang BEM sementara. Beberapa di antaranya, cokelat, bunga, atau barang lain dari mahasiswi yang kukenal saat aku menjadi panitia masa orientasi mereka. Leo nampak menggerutu, tampang lelahnya bahkan mengalahkan Gigi yang usai berlari.

"Buset dari cewe semua nih? gue pikir yang begini cuma ada di series." Gigi terheran-heran, matanya berbinar menatap cokelat-cokelat itu dan dari yang kutangkap memang dia ingin mengakuisisinya.

"Ambil aja kalo mau," ucapku menawarkannya apapun yang dia mau dari atas tangan Leo. Sedangkan Leo, tanpa dihiraukan, masih merasa dunia berputar tidak seimbang di porosnya.

"Beneran? Semua ga?" Gigi memastikan.

"Terserah lo." Wajahnya memang selalu ceria, tapi satu kalimat itu bisa membuat skala menyenangkan dari parasnya naik dan naik lagi. Seolah-olah aku sudah melakukan hal besar. "Aaa sayang deh."

🍀 🍀 🍀

Ada beberapa hal yang perlu kuurus bersama dengan dosen pembimbing. Terpaksa aku meninggalkannya sebentar sampai aku kembali lagi. Namun nyatanya dia memang sulit untuk berdiam diri sebentar. Perlu ekstra langkah sampai aku menemukannya diantara orang-orang. Dia menunduk tak lepas menyimak sesuatu di dalam ponselnya. Baru saja aku ingin menyusul, sebuah dialog muncul membuatku mengurungkan langkah.

"Kak Lucas ganteng bgt tadi plis!" seru seseorang yang membuat dahiku mengkerut otomatis. Membuatku semakin tidak ingin lewat di depan kerumunan tiga anak perempuan itu. Gigi di sebelahnya, dia mendengar dengan jelas menggunakan ekor matanya.

"Apa lagi pas pake jas, ya Allah," sahut yang lainnya. Well, aku tidak bilang aku tidak senang dengan situasi ini tapi betapa narsistiknya aku kalau mengakui semuanya. Lebih baik aku tidak mendengar ini semua. Mereka terlalu asik ngobrol sampai tidak sadar di sini ada Gigi yang semakin memasang telinganya baik-baik dan aku yang kesulitan memilih timing untuk masuk.

"Iyakann! Apa lagi pas marah hadehh ganteng banget!" Jauh dari apa yang kubayangkan, Gigi seketika malah turut bergabung dengan mereka.

"AAAA setuju!!! Kamu pernah diospek sama dia juga ya?"

"Apalagi kalo dari deket masyaAllah. Tadi aku teh disenyumin sama kakanya waktu lewat eee ya Allah pingsan beneran ini aku."

Aku tidak mengerti letak kewajaran topik seperti ini di dalam percakapan wanita-wanita. Namun tidak ada yang lebih aneh dari pada respons Gigi. "Aaa selamattt beruntung bgtt!!" serunya.

Disamping itu semua, dia selalu berbicara dengan matanya. Apa yang dia rasakan, apa yang dia pikirkan, bibirnya bercerita namun matanya menyelami cerita. Maka aku tidak heran kenapa dia bisa sangat mudah masuk ke tengah-tengah keceriaan. Satu hal yang semua orang tau namun dia tidak, dia selalu diterima.

"Guys duluan yaaa. Nanti kita bikin grup fangirl Lucas okk," pamitnya pada teman sepersekian detiknya. Sialnya aku ketahuan mengamati. Dia lantas mendekat ke tempat di mana aku salah tingkah tapi harus tetap cool

"Dorr!" Dan senyuman adalah yang pertama kali dibawanya. "Tau ngga, banyak loh ternyata yang naksir kamu."

"Kamu tau-tauan dari mana?" Dan aku yang sudah jatuh cinta dengan pembicaraan kecilnya.

"Beneran. Sampe ada namanya. Perkakas."

Aku menaikkan sebelah alis.

"Persatuan Pacar Kakak Lucas. Seneng banget!"

Memang aneh anak ini. "Hah kok kamu malah seneng?"

"Ya seneng lah! Aku jadi banyak temen ngefangirl."

Alasan macam apa itu, Gita Selvina? "Pe-persatuan apa tadi namanya?"

"Pacar Kakak Lucas."

Sekarang bukan sebelah lagi, kedua alisku naik. "Kamu gapapa aku pacarnya banyak?"

"Gapapa, kan aku ketua umumnya," ucapnya tanpa ragu sambil menyeringai.

"Ok, besok aku nonton sama salah satu dari mereka."

"Gaboleh bangsat gitu dong mentang-mentang ganteng." Ucapan dan rautnya tidak selaras. Sumpah serapah itu keluar dari bibir yang dipaksa tersenyum, menyeringai seram.

"Katanya gapapa."

"Ya bukan begitu ih kamu gatau si rasanya suka sama orang. Eh boleh ngga sih aku panggil kamu Kak Lucas?"

Apa katanya, 'ngga tahu rasanya suka sama orang'?

"Kamu pikir aku pacarin kamu karena apa? kegiatan amal?" protesku spontan. Dia hanya tertawa kecil. Menertawakan hal yang tidak penting tanpa mengetahui kondisi hatiku yang sepenuhnya. Memang tidak terlihat, tapi dari dalam aku juga bisa kaget sendiri sewaktu-sewaktu menyadari bahwa pacarku cantik. Kadang aku iri, tidak bisa menyuarakan hati selantang dia.

"Hahhh Aku pacarnya kak Lucas??"

"Kita seumuran ya, Gi. Kamu malah lebih tua dua bulan."

"Ihh tapi kan kamu kuliah duluan," rengek Gigi dengan senjata manyunnya. "Ayo, Kak, kita nonton apa ntar malem?" Tangannya merengkuh erat lenganku dan dia jatuhkan kepalanya bersandar di sana.

Aku harap akan banyak hari-hari seperti ini. Tanpa luka dan trauma, hanya bergandengan dan berpacaran.

🍀 🍀 🍀

Jeda VuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang