"Ini dimasukin sekarang?" tanya Tiffany. Mereka harus segera pulang ke Indonesia karena visa kunjungan sudah habis esok hari. Dengan pesawat malam, Tiffany dan Daniel akan pulang.
Kini mereka sibuk memasukan koper ke dalam taksi. Tiffany sudah pamitan dengan Laurace di depan kantornya. "Biar aku masukan sama sopirnya. Kamu masuk saja ke dalam taksi," saran Daniel.
Tiffany mengangguk. Ia membuka pintu mobil. Hanya begitu masuk, pandangannya terkunci saat tanpa sengaja melihat ke seberang,di mana ada sebuah gedung tinggi putih menjulang. Ada seorang wanita duduk di bawah lampu lalu lintas sambil memegang perutnya.
Beberapa detik Tiffany memperhatikan wanita itu hingga, ia sadar ada yang salah. Lekas gadis itu berlari menyeberang meski lampu merah belum menyala.
"Tiffany!" panggil Daniel kaget melihat pacarnya hampir saja tertabrak. Tiffany masih terus berlari ke arah wanita yang ia lihat.
Daniel cepat menyusul dan meninggalkan sopir taksi di sana. Sementara itu, Tiffany tiba pada wanita tadi. "Are you oke?" tanya gadis itu. Ia hampir memekik melihat darah keluar hingga mengalir ke kaki wanita itu.
Wanita hamil itu mendongak. Melihat Tiffany, ia mendadak terkejut lalu terbelalak. "Let me take you to the hospital," saran Tiffany.
Wanita itu memegang tangan Tiffany dengan erat. "Tolong anakku. Aku mohon," ucapnya. Tiffany tertegun mendengar wanita itu bicara dalam bahasa Indonesia.
"Anda orang Indonesia?" tanya Tiffany. Wanita itu mengangguk. Daniel yang baru tiba mematung melihat banyaknya darah di sana.
"Aku telpon ambulan," ide Daniel.
"Gak. Gak ada waktu! Suruh taksi ke sini. Kita bawa dia ke rumah sakit," saran Tiffany.
Daniel mengangguk. Syukur seluruh koper sudah dinaikan. Ia panggil supir taksi untuk segera memutar. Keadaan terasa mencekam karena jalanan itu sangat sepi. Jika saja Tiffany tak melihat wanita ini tadi, tak tahu siapa yang akan menolongnya.
Supir taksi sangat baik hati mengantar ke rumah sakit terdekat. Daniel duduk di kursi depan dan wanita itu duduk di kursi belakang. Tiffany mengusap keringat yang keluar membasahi wajahnya.
Wanita itu memegang tangan Tiffany lagi. "Terima kasih," ucapnya meski sambil melenguh menahan sakit dan nyeri.
"Sama-sama. Anda harus kuat demi bayi anda. Pasti keluarga juga menunggu di rumah. Suami anda juga," nasehat Tiffany sambil mengusap perut wanita itu.
Senyum miris terkembang di wajah wanita itu. "Maafkan aku. Katakan pada suamiku, aku pantas mendapatkan ini. Aku melepaskannya, ini yang terbaik," ucapnya.
"Kenapa ...." Baru akan bertanya, wanita itu pingsan. Tiffany semakin khawatir. "Dan, cepat ke rumah sakitnya!"
Syukur, tak lama mereka tiba di sana. Daniel turun dan memanggil staff rumah sakit. Wanita itu diturunkan dari taksi lalu dinaikan ke atas ranjang pasien dengan hati-hati.
Keadaan semakin rumit karena tak satu pun barang wanita itu yang menunjukan identitasnya. Hanya pakaian mahal yang membalut tubuhnya seakan menjelaskan ia bukan wanita dari keluarga biasa.
"Mereka akan mencari melalui laporan kehilangan," ucap Daniel.
Tiffany menunggu di depan ruang tindakan. Pihak rumah sakit cukup bijak. Mereka langsung mengambil tindakan medis meski latar belakang wanita itu belum ditemukan.
"Kamu menjadi penjaminnya?" tanya Tiffany. Daniel mengangguk. Ia jelaskan kronologinya pada polisi setempat. Mereka masih mencari keberadaan keluarga wanita itu.
Dua jam berlalu. Tak lama seorang suster mendorong inkubator berisi seorang bayi di dalamnya. Mata Tiffany tertarik pada pemandangan itu. "Cute," puji Tiffany.
Suster itu tersenyum. "Cute baby boy," ungkap suster itu. Karena lahir secara sesar, bayi itu masih harus berada di dalam sana. Tiffany hanya bisa menyentuh kacanya.
"Bayi kecil, kamu yang kuat, ya. Semoga ibumu lekas sembuh," ucap Tiffany.
"Kita harus pulang. Nanti kita ketinggalan pesawat," saran Daniel.
"Tapi, Dan. Bayi itu sendirian. Ibunya masih belum sadar," keluh Tiffany.
"Hei, dengar sayang. Kita gak bisa melebihi izin tinggal di sini. Bisa kena denda dan hukuman. Aku sudah titipkan identitasku pada polisi. Mereka akan menghubungi jika sesuatu buruk terjadi."
Tiffany masih menatap ke pintu ruang operasi. "Aku sudah janji akan menyampaikan pesan wanita itu pada suaminya. Bagaimana?" tanya Tiffany.
Daniel menggeleng. "Nanti mereka telpon. Aku langsung sambungkan padamu, ya?"
Mau tidak mau, Tiffany harus menurut. Ia tahu keadaanya yang pelik. Tiffany berlari mengejar suster yang mendorong inkubator ke ruang bayi. "Bayi kecil, Tante pulang dulu. Nanti kita bertemu lagi, ya?" pamitnya.
Setelah itu Tiffany berjalan ke luar gedung rumah sakit dengan Daniel. Mereka bisa dibebaskan karena CCTV gedung menunjukkan jika mereka tak terlibat atas kecelakaan yang dialami wanita itu.
"Kasihan dia. Semoga bisa bertemu suaminya lagi, ya?" tanya Tiffany setelah ia dan Daniel berada di dalam taksi. Supir taksinya sendiri menunggu di parkiran rumah sakit. Tak ada noda darah di sana akibat Tiffany mengalasi dengan beberapa mantelnya yang ia buang karena penuh darah.
"Mudah-mudahan dia baik dan bertemu suaminya lagi," tambah Fany.
Daniel melihat ke luar jendela. Maaf aku egois, hanya ini harus aku lakukan. Aku baru mendapatkanmu dan tak mau jika harus melepasmu begitu saja, batin Daniel. Iya, dia harus membawa Tiffany pergi sebelum suamu wanita itu datang dan mereka bertemu. Biar Daniel menyimpan rahasia ini sendiri.
🍁🍁🍁
AKU UP SEKARANG DUA. HARI SENIN SELASA JANGAN NAGIH YA, AKU MAU FOKUS NULIS BIRU SAMA BONCHAP ADA.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepatu Tanpa Pasangan (TAMAT)
RomancePercuma aku mengejar matahari. Dia saja turut kemana aku pergi. Jika malam aku tidur, ia hilang. Begitulah Dylano. Tidak seperti kamu. Tidak jelas adanya kenapa. Perginya juga kenapa. 🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁🍁 Daniel dan Tiffany ditinggal menika...