Suci Dalam Debu

2K 608 79
                                    

Apa itu reuni? Pertemuan orang-orang di masa lalu yang sudah lama terpisah atau pesta pamer jabatan dan kekayaan. Sudah lelah Daniel mendengar cerita-cerita kesuksesan teman-temannya. Ada yang jadi bos minyak sawit, minyak kelapa, minyak bahan bakar sampai minyak keletik. Dia yang masih PNS di kementrian luar negeri hanya bisa memamerkan kemampuan lulus tes dan masa tua yang terjamin.

"Mau nikah katanya kamu, Dan?" Aryo menepuk pundak Daniel. Sambil menyeruput segelas soda, Daniel mengangguk.

Lagu jazz mengalun dari panggung di depan sana. Lagu-lagu kenangan tahun 90 sampai 2000an dinyanyikan. Suara tawa, suara orang yang ngobrol sampai asap rokok bertebaran. Kalah sudah sepertinya makhluk halus di ballroom hotel itu oleh manusia-manusia yang datang.

Pria itu bangkit, hendak ke kamar mandi. Melangkah melewati beberapa meja, ia mendengar suara rewel seorang anak kecil. Mata Daniel berpaling, melihat anak kecil menarik-narik rok ibunya sambil menangis duduk di atas lantai. Hendak ia hampiri jika saja tak melihat wajah ibunya. Pria itu lebih memilih mundur dan pergi sambil mengusap wajah.

Tangannya mengepal, ingin memaki diri yang masih berdegup melihat wajah wanita itu, istri orang lain yang dulu pernah jadi miliknya. "Kenapa dia datang?"

Kembali ke tempat duduk setelah mencuci muka dan menenangkan diri di kamar mandi, rasa hati Daniel semakin tak nyaman. Apalagi di depan sana penyanyinya seakan mengejek Daniel.

Kuharapkan kau kan terima
Walau dipandang hina
Namun hakikat cinta kita
Kita yang rasa

Iklim - Suci dalam debu

Dari sekian banyak lagu, kenapa lagu itu yang dilantunkan. Daniel seakan terjerat dalam kenangan. Ia berbalik menatap Ema tengah menggendong anak lelakinya yang menangis.

"Tak ada yang bisa mengerti seberapa sayangnya aku sama kamu, Ma. Nyaman aku tuh sama kamu, meski tak nyaman juga tetap masih mau dengan kamu," ucap Daniel ditemani lampu petromak di atas meja tenda pecel lele dan laron bertebangan mencari cahaya.

"Kamu cinta mati?" tanya Ema sambil tertawa kecil ia, begitu ayu dan manis, seperti gula jawa.

"Kalau aku jadi lele, tahu kamu suka pecel lele ... aku rela digoreng buat kamu," timpal Daniel.

"Kamu mati, donk!"

"Tak apa, yang penting kamu kenyang. Sejauh itu aku ke kamu, rela berkorban."

Ema merasa gila, ia yang sudah kuliah dibuat tergila-gila oleh pria yang malam ini masih memakai seragam abu-abu lengkap. Mereka berkencan, sampai lupa waktu pulang. Dengan motor vespa, Daniel baru mengantar Ema pulang jam delapan malam.

"Kapan lagi menemukan wanita yang mau dibonceng dengan vespa, kecuali kamu," puji Daniel. Tangannya menyentuh dagu Ema hingga mesem gadis itu.

Ema tak masalah, tapi ayahnya iya. "Kamu jangan balik lagi ke sini! Mau aku bacok kamu!" hardik pria itu. Benar saja, kadang ayah Ema sudah menunggu di teras sambil membawa golok. Akibatnya, mereka harus diam-diam berpacaran.

Daniel bergidik. "Ah, itu masa lalu," keluhnya. Lalu kembali berpaling ke panggung. Beberapa kali hatinya tertarik untuk berbalik, hanya ia berusaha bertahan. "Ingat, Tiffany menunggu kamu jemput nanti," batin Daniel.

Ponselnya berdering. Atasannya menelpon. Suara musik yang keras tak memungkinkan Daniel membuka telpon di sana. Ia pergi ke luar.

Tiba di lobi, baru Daniel mengangkat telpon. "Baik, Pak," ucapnya menerima instruksi untuk pekerjaan esok hari.

Selesai mendengar atasan mengomel, Daniel menutup telpon. Benda itu kembali masuk saku. Hanya, Daniel tak kembali ke dalam ballroom. Dari kaca lobi, ia melihat Ema terjatuh ke lantai teras. Seorang pria berdiri di depannya sambil berkacak pinggang.

Bukannya menolong, pria itu menendang kaki Ema. Tercengang Daniel. Anak lelaki yang sebelumnya dalam gendongan Ema menangis keras, tapi pria itu dengan kasar menoyor kepalanya.

"Ini bukan karena dia mantan, Ema manusia!" pekik Daniel memantapkan diri. Ia berlari keluar dan pria itu semakin keras sikapnya pada Ema. Tamparan keras mendarat di pipi Ema. Daniel menyesal, terlambat datang ke sana.

"Wanita gak guna! Bikin kesal saja! Cuih!" pria itu bahkan meludahi wajah Ema.

Daniel meremas tangannya. Dalam sekali hentak, ia tonjok pria itu hingga terhuyung dan jatuh ke tanah. "Dasar setan! Pengecut kamu! Beraninya dengan perempuan!"

"Siapa kamu berani ikut campur! Dia istriku!" Pria itu bangkit lalu menunjuk Daniel.

"Halah! Gak pantas kamu jadi suami kalau kelakuan kayak gitu! Kamu itu siluman! Penjahat! Aku laporin kamu!"

Ema menahan lengan Daniel. Ia menggeleng. "Jangan, Dan. Pernikahanku bisa hancur. Biar saja," keluh Ema. Basah matanya.

Daniel tertegun. Ia kesal. "Segitu cintanya kamu sama dia?" Jika saja Daniel tak melihat lebam di wajah Ema bahkan juga di lengan dan di bahu, Daniel mungkin akan pergi dan membiarkan perempuan itu.

"Dengar! Ada CCTV di sini! Kalau kamu gak pergi, aku laporin!" ancam Daniel. Mungkin memang begitu pria pengecut, gagah menyakiti wanita lalu mundur begitu dilawan pria.

"Lihat saja kamu nanti, wanita jalang!" umpat pria itu sambil berjalan pergi masuk ke dalam mobil.

"Mas!" panggil Ema berusaha mengejar pria itu. Daniel menariknya. Anak Ema ikut menangis dan membantu Daniel menahan Ema.

"Oom, jangan kasih mamah ke papah, tolong!" pinta anak itu sambil menjerit. Daniel sungguh tak tega. Ini bukan masalah rasa ... iya, ini tentang kemanusiaan. Daniel mengangguk. Ia tarik Ema ke parkiran diikuti putra wanita itu.

"Dan! Aku mau susul suamiku!"

"Jangan bodoh kamu! Aku antar pulang ke orang tua kamu!" tegas Daniel sambil menarik Ema. Satpam sempat bertanya tentang apa yang terjadi. Daniel menjelaskan dan satpam langsung membuat laporan sementara Ema terus Daniel bawa ke mobilnya.

Putra Ema masih menangis sambil mengusap air matanya. "Naik dulu! Oom antar ke rumah kakek," saran Daniel.

🍁🍁🍁

Hohoho ... Jangan dulu nanya MKS, aku masih belibet sama alurnya.

Sepatu Tanpa Pasangan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang