Cinta

2.3K 677 173
                                    

Ingat lagu atas nama cinta milik Rossa? Walau hanya berupa lagu, bisa saja terjadi dalam hidup dua kekasih. Atas nama cinta, hati ini tak mungkin terbagi. Sampai nanti bila aku mati. Tak akan ada yang dapat mengukur besar dan dalam rasa cinta seseorang. Ada yang mencintai dalam rasa senang. Ada yang mencintai dalam kesedihan. Ada yang menganggap cinta tak harus memiliki. Ada yang mencinta dalam diam.

Tak memperjuangkan cinta bukan kebodohan ataupun kelemahan. Orang yang mampu menerima takdir lebih kuat daripada yang memaksakan diri. Dari awal Tiffany tahu apa itu cinta, dari menemukan, kehilangan, menemukan kembali dalam bentuk yang lain, ia belajar sesuatu ... cinta yang sebenarnya bukan untuk menghapus rasa sedih, tapi untuk mengenal apa itu rasa.

📨 : Aku tunggu kamu di butik. Katanya mau fitting baju hari ini.

Sekilas tak ada yang salah dari pesan Tiffany. Namun, sejak pesan itu ia kirim, tak ada jawaban dari Daniel. Pria itu juga tak membacanya.

Jam pertama menunggu di sana, Tiffany mencoba mengirim pesan lagi. Tak dibaca, apalagi dijawab.

"Mungkin lagi ada di jalan, Fany. Bisa macet atau apa." Merry, desainer yang membuat gaun pengantin Tiffany memberikan pengertian.

Jam kedua, Tiffany berusaha menelpon. Lagi, tak ada jawaban dari pria itu. Harapan Tiffany rasanya mulai pupus. Jam ketiga dan keempat, ia masih menunggu di sana. Satu per satu calon pengantin yang datang sudah meninggalkan butik itu lagi. Hanya Tiffany yang masih ada di sana.

"Kamu coba sendiri dulu. Nanti kalau Daniel siap, dia bisa ke sini langsung. Yang penting itu pengantin perempuan karena rombaknya paling susah," saran Merry.

Daripada pulang dengan rasa kecewa, Tiffany akhirnya mencoba gaun pengantinnya sendiri. Beberapa staff membantunya memakai kebaya putih dengan ekor panjang juga rok batiknya yang mengembang dari lutut ke lantai. Empat gaun gadis itu coba tanpa pengantin laki-laki yang melihat hasilnya.

"Bagaimana? Ada yang mau dirubah tidak?" tanya Merry. Tiffany menggeleng.

Tiba-tiba terdengar suara ponsel yang berdering. Lekas Tiffany mengambil benda itu dari satchel bagnya. Harapan Tiffany, itu adalah Daniel. Bukan, itu Amelia, sahabatnya.

"Fany, kamu di mana?" tanya Lia.

"Lagi fitting gaun pengantin. Kenapa?"

Amelia mendengus. "Sama siapa? Sendiri?" tanyanya dengan suara tinggi. Terdengar sekali ia kesal akan sesuatu.

"Iya. Daniel susah dihubungi. Aku nggak tahu kenapa. Mungkin dia lagi ada rapat mendadak."

"Dia nggak akan datang. Berapa kali kami tekankan. Jangan baik pada Ema. Kamu pikir dia juga begitu sama kamu?"

Di sana hati Tiffany kembali tak tenang. Ia tak ingin mendengar apa yang akan Amelia katakan selanjutnya, tapi ia juga penasaran.

"Daniel lagi sama Ema. Mereka lagi makan bareng di restoran. Aku sampai tak jadi masuk. Di sini juga aku bingung, mau ngelabrak bukan tempatku untuk ikut campur."

Pantas jika Tiffany meneteskan air mata. Ia menunggu begitu lama. Menunggu dan hasilnya ... kecewa. "Biarkan saja, tak apa." Ia sudah cukup kuat menghadapi kenyataan. Ia sudah pernah kehilangan dan ia sudah siap jika itu terjadi kedua kalinya.

Merry kembali ke dalam ruangan. Ia kaget melihat Tiffany menangis di sudut ruangan sambil memeluk ponselnya. Desainer itu lekas menghampiri Tiffany dan mengusap rambutnya.

"Kamu kenapa? Mau aku telponkan Daniel atau keluargamu?" tanya Merry khawatir.

Tiffany menggeleng. Ia pegang tangan Merry. "Tak apa, hanya biarkan aku menangis. Setelah ini tak akan apa-apa," jawab Tiffany.

Merry menatapnya iba. Seorang pengantin cantik yang harusnya tersenyum saat mencoba gaun pengantin, malah menangis hingga tersedu-sedu.

Merry berlari keluar. Ia mencoba menelpon Daniel dengan ponselnya. Tak ada jawaban sama sekali dari pria itu. Sedang Tiffany duduk sambil memeluk lutut. Air matanya masih mengalir meski mulut tak mengeluarkan suara.

Dalam hati ia terus melakukan dialog dengan dirinya sendiri. "Hai Tiffany, memiliki milik orang lain tidak akan membuatmu bahagia. Kamu akan selalu merasa tidak tenang jika pemiliknya kembali."

Ia menatap layar ponsel dan terlihat jelas foto yang dikirim Amelia. Daniel sedang tertawa dengan Ema. "Anggap aku memaklumi, mungkin ponselmu tidak kamu hidupkan notifikasinya. Hanya kamu sudah janji hari ini akan datang. Kamu janji," batin Tiffany.

🍁🍁🍁

Sepatu Tanpa Pasangan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang