Sahabat = Saling Hancurkan Martabat

1.8K 600 61
                                    

Teruntuk para wanita yang ingin memiliki sahabat lelaki, tapi pria. Memiliki sahabat dengan jenis kelamin yang berbeda akan berpikir itu asik dan menyenangkan. "Kata siapa?" suara Tiffany melengking saat ia duduk bersama Ope, sahabatnya semasa kuliah di UNPAD dulu.

"Daniel itu lucu, loh. Humor banget hidupnya. Pasti tiap hari kamu dibikin ketawa," Penelope yakin akan pemikirannya jika Tiffany dan Daniel akan memiliki ikatan indah persahabatan.

Cafe yang menjual kopi itu menempati sebuah gedung tua yang berseberangan dengan Museum Asia-Afrika. Dari jendela kacanya yang besar, bisa dilihat deretan bendera yang berkibar di atas barisan tiang-tiang menyambut peringatan konferensi negara Asia dan Afrika.

Gedung serbaguna yang dikenal dengan nama De Vries ini pernah mengalami pemugaran sekitar tahun 1909 dan 1920. Temboknya putih dan tebal serta bergaya indis. Gedung itu memiliki sebuah menara di sisi timur yang masih ada hingga sekarang.

Ibu muda dan jomlo kepala dua itu duduk di samping kaca jendela. Mereka menikmati secangkir kopi hangat tanpa gula seperti yang mereka sukai selama ini. Tiffany masih rindu dengan Bandung. Pulang ke sini dibanding jalan-jalan membasuh rindu, ia malah fokus pada usaha rotinya yang semakin pesat.

"Aku makin lama makin kesal sama dia. Kamu tahu nggak?" Baru Tiffany ingin bercerita, tiba-tiba seorang wanita menyiramkan segelas air padanya. Baik Ope atau pun Tiffany sama kagetnya. Raut wajah mereka berubah kaku. Mata dan mulut Tiffany sampai terbuka lebar.

"Kamu yang namanya Tiffany, kan?" bentak wanita yang menyiramnya dengan segelas kopi dingin. Tiffany meraih tissue di atas meja dan membersihkan wajah serta pakaiannya.

Ope meraih tangan wanita yang menyiram Tiffany karena hendak menampar sahabatnya itu. "Bu, jangan main kasar, ya? Kalau ada apa-apa baiknya bicarakan dulu!" omel Ope.

Wanita itu membalasnya dengan mata melotot. Ia menepis tangan Ope. Cafe saat itu mendadak jadi sepi. Mulut orang-orang di sana dibungkam dengan kebingungan. Mata mereka tertarik ke arah tiga wanita itu.

"Ibu? Emang wajahku kayak ibu-ibu?"  Suara wanita itu semakin meninggi. Rasa Ope ingin tertawa, tapi tetap kesal mendengarnya. "Emang ya kalian itu komplotan pelakor. Main ambil saja pacar orang!" Wanita itu menunjuk Tiffany dan Ope bersamaan.

"Mbak, jangan asal nuduh! Sembarangan! Kapan aku ngerebut pacar orang?" balas Tiffany.

Terdengar suara orang-orang berbisik tentang kejadian yang kini menjadi tontonan. "Apalagi aku, Mbak. Aku nikah sama duda, dudanya kakak ipar sendiri!" tambah Ope.

Sempat Tiffany melirik Ope kemudian mengangguk. "Sekarang gini saja. Jangan asal nuduh! Mana buktinya kalau kami pelakor?"

"Emang ya, pelakor di mana-mana gak tahu diri. Gak mau ngaku ujung-ujungnya iya juga! Jelas banget Daniel nunjukin foto kalian berdua lagi mesra-mesraan. Jangan pura-pura gak tahu kalau Daniel punya pacar," omel wanita itu.

Tiffany berkacak pinggang. "Mana aku tahu, urusannya apa Daniel sama aku. Mesra-mesraan macam apa? Aku gak mau mesra-mesraan sama dia, jijik!"

"Halah! Omong doank kamu, tuh! Sudah jelas Daniel sendiri ngomong kalau dia mutusin aku karena kamu! Dasar munafik!"

Tangan Tiffany langsung memegang tengkuk. Ia bisa merasakan tekanan darahnya mendadak naik. "Apa? Daniel bilang aku sama dia apa?" tanya Tiffany berusaha memastikan jika apa yang ia dengar benar.

"Dia bilang mutusin aku demi kamu!" tunjuk wanita itu sambil membentak Tiffany.

Justru yang dituduh malah tertawa. "Tuh, dengar gak, Pe. Makanya aku males sama Daniel tuh kayak gini," keluhnya sambil memegang kening.

Tiffany menarik napas. "Maaf, mbak. Biar aku jelaskan. Aku sama dia gak ada hubungan apa-apa. Mbak bukan orang pertama yang labrak aku kayak gini. Daniel selalu jadiin aku pacar palsu kalau mau mutusin cewek. Kalau gak percaya, aku siap rundingin ini sama Daniel," jelas Tiffany.

Wanita itu kebingungan antara siapa yang harus ia percaya. "Kamu jangan bercanda, ya!" ancamnya.

Fany menggeleng. "Aku serius, mbak. Aku sudah capek dikatain pelakor terus. Pacar saja gak punya. Boro-boro rebut pacar orang, nyari cowok single saja aku gak mampu."

"Iya, Mbak. Aku jamin. Dia sama Daniel gak ada hubungan apa-apa. Mereka cuman teman dekat saja."

Butuh waktu yang cukup lama bagi Ope dan Fany menjelaskan posisi mereka pada wanita itu. Meski untuk menenangkannya, Tiffany sampai berjanji untuk mempertemukan dia dengan Daniel dalam satu meja.

"Aku gak tahu salahku apa. Tiba-tiba dia blokir nomorku. Dihubungi lewat DM gak balas, hanya dibaca saja. Nah terakhir itu, dia kirim foto kamu sama dia dan bilang kalau dia sudah gak cinta aku lagi dan bahagia sama kamu," jelas wanita itu sambil menangis di meja tempat Tiffany dan Ope tadi minum kopi.

Baik Ope dan Tiffany hanya bisa menanggapinya dengan anggukan. Butuh beberapa lama, hingga akhirnya orang yang dipancing datang. Daniel membuka pintu kaca cafe. Dari meja, Tiffany bisa melihatnya. Dibanding membiarkan Daniel kabur, Tiffany lekas berlari menghampiri dan menarik tangan Daniel.

"Ada acara apaan sih, Fan?" tanya Daniel tak curiga sama sekali hingga melihat mantan pacarnya ada di sana. Daniel mendadak ketakutan dan berusaha kabur. "Jangan pengecut begitu! Hadapi sana!" Tangan Tiffany mendorongnya hingga Daniel terduduk di sofa hitam.

Wanita itu memandang Daniel dengan mata melotot. Raut muka pria itu mendadak membeku. "Maksud kamu apa ngakuin aku jadi selingkuhan kamu? Sadar gak sih? Sudah banyak wanita yang datang tiba-tiba nampar dan ngatain aku pelakor? Jahat banget kamu tuh!"

Begitu gemasnya Tiffany sampai mencubit lengan Daniel. Pria itu mengaduh kesakitan sampai mengusap lengannya.

"Jadi yang mana wanita selingkuhan kamu itu? Kamu sengaja sembunyiin dia supaya aku gak nyerang dia, kan?"

Daniel menggeleng. "Terus kalau gak, kenapa pakai alesan selingkuh segala?" Tiffany ikut mengomeli.

"Aku sudah coba mutusin kamu, tapi kamu gak mau juga. Makanya aku terpaksa bilang kalau aku selingkuh," jelas Daniel.

Tiffany mengusap punggung mantan pacar Daniel. Napas wanita itu berburu saking kesalnya. "Oke, kalau memang begitu. Aku sadar aku banyak kekurangan. Aku gak akan ganggu kamu lagi," ucapnya lirih lalu berlari keluar cafe sambil menangis. Tiffany merasa kasihan. Ia berencana mengejar wanita itu, tapi Daniel menahannya.

"Kamu bisa gak berhenti kayak gini? Pasti karena Kak Ema lagi, kan? Berapa banyak lagi wanita yang kamu beri harapan palsu?" omel Tiffany.

Daniel menunduk. "Aku sudah nyoba, Fan. Lagi-lagi terus begini. Setiap kali lihat mereka, aku selalu bayangin Ema. Mau gimana lagi? Aku juga gak mungkin kasih mereka cinta palsu," tanya Daniel lirih.

Ope menyentuh lengan Tiffany dan memberi kode agar Fany menurunkan emosinya. "Dan, aku tahu kamu sudah berusaha keras buat move on. Kalau memang sulit, gak perlu dipaksakan. Kamu fokus saja sama pekerjaan," nasehat Ope.

Tiffany mendelik. "Apalagi kalau mutusin perempuannya pakai bawa-bawa namaku jadi selingkuhan," sindir Tiffany.

🍁🍁🍁

Sepatu Tanpa Pasangan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang