sepatu tertukar

2.4K 690 109
                                    

2 EPISODE LAGI NOVEL INI TAMAT. KITA AKAN BERTEMU DI MAIN STORYNYA "SEPASANG SEPATU"

🍁🍁🍁

Sorot mata Tiffany masih melihat ke arah tas kertas di atas meja. Tak lama ia membuka tas kertas itu dan mengeluarkan dus sepatu dari dalamnya. Begitu tutup dus itu dibuka, terlihat sebuah sepatu hak tinggi putih dengan hiasan permata di talinya. Khas sekali itu sepatu untuk pengantin.

Senyum Tiffany kembali. Ia melirik ke arah pintu di mana Daniel pergi setelah pamitan hendak dinas ke luar negeri. Kembali lagi pada sepatu itu, Tiffany tak sabar mencobanya di salah satu kakinya.

Kembali senyumnya hilang. Sepatu itu kebesaran dan jelas tak akan bisa diubah kecuali ditukar. Dengan apa? Ini sepatu yang dipesan berbulan-bulan lamanya khusus hanya untuk Tiffany. Nyatanya, tak bisa digunakan. Gadis itu melepas sepatu dan mengembalikan ke dalam kotak.

Ema keluar dari kamar mandi. Ia tersenyum dan kembali duduk di sofa. Ia mengintip kotak sepatu yang belum sempat Tiffany tutup. "Wah, sepatunya bagus!" puji Ema.

Lekas Tiffany mengeluarkan lagi sepatu itu. "Cobain, Kak! Nyaman, lho!" tawarnya.

Ema mengeleng. "Itu sepatu pernikahan kamu. Masa aku coba," tolak Ema.

"Nggak apa-apa. Kalau benar nyaman nanti kakak ikut pesan di tokonya," dusta Tiffany.

Ia memberikan sepatu kirinya pada Ema. Awalnya ragu, Ema mengambil sepatu itu kemudian mencobanya. Dalam hitungan detik, Tiffany terbelalak. "Wah, bagus sekali di kaki kakak," pujinya dengan senyum dan mata berbinar meski hatinya pedih. Sepatu itu pas di kaki Ema.

"Benar nyaman, ya. Daniel pesan di toko mana? Aku juga mau pesan sepatu kerja."

Dan malam itu Tiffany menyetir mobilnya sendiri. Ia melewati jalanan yang mulai sepi. Sesekali terdengar suara knalpot motor bising melintas di jalan raya dengan cepat tiba-tiba menyalip dari sisi kanan dan menabrak spion. Tiffany kaget dan membanting setirnya ke kiri. Jantungnya berdebar kencang, lekas ia matikan mesin mobil di tepi.

Ia turun dari mobil. Seorang polisi menghampirinya. "Selamat malam, Mbak!"

"Maaf, Pak. Ini bukan saya menghentikan mobil sembarangan. Ada motor ngebut hampir menabrak mobil saya. Kaget saya, Pak," jelas Tiffany sambil memegang lututnya.

Polisi itu mengangguk. Ia meminta Tiffany duduk di tangga Gasibu dan memberikan sebotol air mineral. "Tenangkan diri dulu, mbak. Tak apa, saya mengerti. Saya melihat peristiwanya dari pos," jelas polisi itu.

Tiffany masih duduk di sana. Sementara Pak Polisi memberikan laporan kejadian itu. Syukur Tiffany hanya dimintai keterangan dan juga rekaman kamera dashboard mobilnya.

Gadis itu tak kuat untuk kembali menyetir karena syok. Ia masih menunggu tubuhnya berhenti bergetar. Sambil menatap Gedung Sate di depannya yang terlihat indah dicahayai lampu LED berbagai warna, Tiffany merasakan embusan angin.

Ia sempat melirik ke sisi dan mengingat jika di tempat itu pernah ada ia bersama Daniel. Mereka makan kuaci bersama. Tiffany bisa tersenyum. Setidaknya ia juga pernah memiliki kenangan masa lalu yang manis dengan Daniel. Bukan hanya Ema.

Namun, kenangan lain pernah terjadi. Alasan kenapa Daniel sering mengajaknya makan kuaci.

Saat itu Tiffany mengantar Bunda untuk menyetrika di rumah keluarga Ema. Ia seperti biasa membantu memilih baju yang harus di setrika lebih dulu. Kadang menggantikan Bunda jika sudah pegal. Masa SMA dalam kehidupan yang perih, ia selalu rajin membantu Bunda bekerja mencari tambah pemasukan.

"Fany!" Panggil Ema yang mengintip dari pintu. Ia masuk ke dalam ruangan belakang tempat Bunda dan Fany bekerja.

"Mau kuaci? Daniel belikan untukku. Aku memang suka kuaci, sih. Biasanya pacaran berdua di taman sambil makan kuaci," cerita Ema.

Ia menyimpan piring di meja dan menuangkan kuaci susu ke atasnya. "Makan kuaci dulu, Bun!" tawar Ema.

"Neng Ema masa pacaran sambil makan kuaci? Romantis ke bioskop sambil makan jagung beledug, lho!" timpal Bunda.

Fany mengangguk.

Sedang Ema tertawa. "Lebih romantis makan kuaci, Bun. Dia yang kupas, aku yang makan. Mana disuapin." Bisa terlihat jelas senangnya wajah Ema dengan rona di wajahnya. Ekspresi cinta yang tak terbantahkan lagi.

"Aku sayang dia, Bun. Dia juga sayang aku. Kalau dia lulus SMA, kami mau menikah saja. Biar hidup ngontrak dulu juga," tambah Ema.

Tiffany hanya bisa tersenyum melihat Ema. Saat itu ia juga merasakan kegilaan yang sama dengan Dylano. Terbalut cinta hingga rasanya tak ingin terpisahkan.

Jika diingat, kenangan itu begitu membuat perih. Hingga ia dan Daniel pacaran pun, Daniel masih mengajak Tiffany makan kuaci. Daniel hanya ingat ukuran sepatu Ema. Bagian lebih sakit adalah permintaan Ema saat mengantar Tiffany ke kampus pada Daniel dulu.

"Aku lulus tahun ini! Kamu yang harus jaga, Fany! Awas kalau Fany lecet! Meski nggak ada aku, dia jangan sampai sedih," titah Ema.

"Siap, komandan!" timpal Daniel sambil memberikan Ema gerakan hormat.

Berkali-kali Tiffany menarik dan mengembuskan napas. "Kenapa aku nggak pernah sadar? Alasan dia menjagaku selama ini bukan karena merasa senasib, tapi karena Kak Ema yang memintanya."

🍁🍁🍁

Sepatu Tanpa Pasangan (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang