37. Afraid

264 21 0
                                    


'Ku kira seseorang tak perlu saling mengenal baik karena setiap manusia selalu bisa berubah setiap waktu.'




*

Setelah mandi dan membeli makanan Maxcel kembali ke ruangan Selena. Kakinya menekuk, duduk berlutut didepan wanitanya lalu tangannya terjulur membelai pipi Selena. Kulit yang sangat ingin ia sentuh, seseorang yang diam-diam dia rindukan selama ini.

"Apa gunanya keluarga? Lupakan mereka, lupakan apa pun dan siapa pun selain aku. Karena mulai sekarang kita akan hidup berdua." Maxcel menyatukan hidung mereka. "Hanya kita berdua."

Tangan Maxcel menjalar kebawah, membelai paha Selena yang terekspos. Matanya memperhatikan seksama sebelum dia berdecih. "Aku tidak tahu mengapa Jeremy mengizinkan mu memakai gaun ini."

Sejurus kemudian Maxcel menggendong Selena membawanya ke ranjang. Pergerakan Maxcel yang mengambil gunting di laci membuat Selena sedikit was-was. Maxcel menggunting gaun Selena serta pakaian dalamnya membuat Selena terlonjak namun pria itu telah mengunci pergerakannya.

"Emmm.enmm." raung selena karena mulutnya masih dilagban dan kaki tangannya terikat, semakin membuatnya tersiksa.

Akhirnya Selena tak memakai sehelai benang pun. Air mata tengah merembes keluar, tubuhnya gemetar, dan dia takut. Dia takut sekarang. Shit.

Pertanyaan baru bermunculan dibenak Selena, mengapa dia bisa mengenal dan terlibat hubungan dengan pria ini. Yang dulunya ia banggakan karena merasa satu frekuensi dan mengalami derita psikis yang sama namun sekarang nyatanya Maxcel lebih dari itu.

Itu semua karena Selena ingin berubah, bahkan dirinya berencana menjadi pasien Miss Tessa. Namun sekarang kegelapan menarik dan mengurungnya lagi nan jauh.

Maxcel tersenyum, menikmati ekspresi Selena.

"Aku tidak akan macam-macam. Kau tahu itu, aku hanya mengompres dan menghapus make up mu."

Maxcel melap semua tubuh Selena dengan telaten, tak ada yang bisa dilakukan Selena selain memejamkan mata berharap semua ini cepat berlalu.

Setelah melepaskan ikatan Selena Maxcel memakaikan pakaian dalam dan baju baru untuk Selena. Celana panjang dan baju lengan panjang. Dan mengikat kembali tali-tali ditubuh Selena. Dia tidak memiliki niatan membuka ikatan kaki dan tangan Selena serta lagban mulutnya. Ia tahu Selena jago bela diri, dia tidak akan mengambil resiko yang berujung menyakiti kekasihnya itu. Dan lagi pula Maxcel tak ingin mendengar umpatan gadis itu.

Maxcel membenarkan baju Selena yang belum dia kancingkan. Selesai dengan kancing terakhir Maxcel ikut tidur disamping Selena, tak hanya itu dia menyusupkan tangannya kedalam baju Selena dan memegang satu payudara Selena membuat Selena membulatkan mata.

"Aku yakin aku satu-satunya pria yang melakukan semua ini pada mu."

Menelanjanginya? Memakaikannya pakaian? Dan menyentuh payudaranya? Tentu hanya pria psiko ini.

Beruntunglah Maxcel segera menarik tangannya keluar, "Belum saatnya tidur sayang, kau harus makan." Maxcel beranjak mengambil sepiring nasi lengkap dengan lauknya. Barulah dengan ekstra hati-hati maxcel membuka lagban mulut Selena.

"Yak sialan kau Max, beraninya kau memperlakukan ku seperti itu. Kau sendiri yang menyuruh ku pergi-" teriakan Selena terhenti karena jari telunjuk Maxcel bertengger dibibirnya.

"Jangan berbicara hal-hal yang tidak ku sukai. Atau aku akan menutup mulut mu lagi, kebetulan aku ada infus jadi kau tak perlu makan hm?"

Selena membuang muka. Maxcel hendak menyuapi Selena namun Selena tak bergeming.

"Jangan sebut aku Maxcel jika tak bisa membuat mu menghabiskan makanan ini."

Maxcel memasukkan makanan itu ke mulutnya sendiri membuat Selena bingung. Sejurus kemudian Maxcel menerjang Selena hingga menindihnya dan menyuapinya langsung dari mulutnya. Memegang pipi Selena kuat bahkan tak segan mengigit bibir Selena.
"Cepat telan." Perintahnya, sambil menutup mulut Selena dengan tangannya. Selena tak punya pilihan lain selain menelannya.

"Good girl. Kau ingin disuapi seperti itu? Ayo makan dengan benar!" Sekali lagi Maxcel menyodorkan sendoknya namun Selena masih terlihat ogah.

"Kau suka makan melalui mulut ku Sayang? Tapi aku tidak tahan untuk bersentuhan dengan bibir mu, apalagi sudah lama aku tidak mencicipi bibir mu aku takut kelepasan." Kalimat santai itu membuat Selena menoleh.

"Jadi menurut saja ok." Maxcel menyuapi Selena lagi, gadis itu tampak menimang dan ragu hingga ia hanya memandang hambar satu sendok makanan itu. Tak sabar menunggu, Maxcel meremas payudara Selena keras sabagai ancaman.

"Auchhh." Adu Selena kesakitan.

Maxcel tersenyum kemenangan. "Ayamnya sayang."

Mungkin Selena sudah lelah dan pasrah hingga dia mau menghabiskan semua makanannya. "Nah saatnya kau tidur." Maxcel meletakkan piring kosong ditangannya dan memeluk Selena bersiap untuk tidur.

"Jangan memeluk ku, aku tidak bisa tidur." Selena berontak.

Cup

"Satu perlawanan satu ciuman."

Tubuh selena bereaksi berbanding terbalik dari ucapannya. Begitu cepat dia terlelap, harus dia akui sentuhan Maxcel selalu membuatnya nyaman.

Tengah malam Maxcel membuka ikatan Selena, meniup-niup kecil bekas kemerahan ditangannya. Lalu melanjutkan tidur indahnya.


*

Pagi hari hanya suara bisinglah yang ada di X-zone, vila itu diserbu polisi, Jeremy, miss Tessa dan Robert juga ikut serta, betapa terkejutnya mereka begitu masuk banyak darah dan mayat dilantai dan yang lebih parah mereka tidak menemukan Maxcel.

"Kau bilang Maxcel membawanya kemari." Jeremy frustasi bercampur panik.

"Aku yakin dia kemari." Sanggah Miss Tessa.

Selena berusaha bertahan dipintu agar orang-orang tahu dia ada disana. Sebuah sengatan kecil dileher Selena membuatnya melemah. Tak ada cara lain selain membius Selena.

Firasat Selena menjadi sangat buruk, semuanya akan diluar kendalinya jika ia tidak sadar kali ini.

"Aku yang membuat jalan bawah tanah ini. Karena aku tidak bodoh. Sampai mati kalian tidak akan menemukan ku." Itulah perkataan terkahir yang Selena dengar sebalum akhirnya pingsan.


*

Akhirnya hari ini pria itu menjadi egois untuk sesuatu yang menurutnya adalah miliknya. Tuhan tidak memberinya keluarga hangat, sahabat yang selalu ada, atau hal-hal kecil yang membuatnya sedikit berharga. Tapi kali ini satu cinta akan menjadi satu-satunya cinta dalam hidup Maxcel, menjadi lentera dalam gelapnya tanpa dia mau tahu kapan lentera itu akan terus menyinarinya. Namun begitu, Maxcel ingin memiliki seseorang yang menemaninya walau dia akan terjerumus lagi ke dasar paling gelap sekali pun.

"Halo... Ya aku sudah dalam penerbangan." Ucap Maxcel, dia akan membawa Selena jauh.

"Terimakasih untuk jet pribadi mu." Orang yang ditelponnya adalah Abraham. Mungkin Abraham akan menjadi satu-satunya yang ia anggap keluarga setelah ini. Ah keluarga, kekasih, kedengarannya bagus jika ia segera memiliki keluarga kecil juga.

"Dimana Selena? Aku ingin berbicara padanya." Suara diseberang sana berubah menjadi suara wanita yang Maxcel yakini suara Jessica, istri Abraham.

"Dia terlihat lelah, sekarang dia sedang tidur."

"Mm..mmmph...mphh"

"Maxcel, suara apa itu?" Tanya Jessica. Maxcel segera menjauh dari Selena yang rupanya baru saja siuman.

"Tidak, bukan apa-apa."

"Baiklah, jika ada apa-apa kau bisa mengabari kami. Kau sudah ku anggap sebagai adik ku bukan?" Kini Abraham yang mengambil alih telpon.

"Ya tentu." Maxcel mematikan sambungannya. Ia melihat Selena sebentar dan memejamkan mata. Tidak memperduli akan gerakan-gerakan yang mengganggunya, sekeras apa pun Selena berontak tidak akan ada yang berubah termasuk takdir yang akan Maxcel pilih.


#TBC

My Knight (Complete)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang