26. Stay or Leave

201 34 0
                                    

Selena hanya seseorang yang terlambat menyadari jika kebahagiaan begitu dekat menyertainya sama seperti kesedihan yang berjalan beriringan. Semua orang harus berpisah, itu fakta yang tak bisa ia terima dari dunia ini.

Hadir lalu pergi, lahir untuk mati, dan cinta juga mungkin akan membenci. Sungguh tak jelas seperti mimpinya saat ini. Ia hanya melihat kabut putih tanpa adegan karena alam bawah sadar berbeda dengan mimpi. Lalu kelopak itu perlahan terbuka, ya terbuka untuk mengeluarkan tetes-tetes air mata yang membebaninya sedari tadi.

"Hiks.. Hiks.. Hiks.." Mulanya hanya isakan, hatinya terlalu sakit saat raganya kembali ke dunia nyata dimana disana ada beberapa bahkan banyak kenyataan yang tak mau ia akui.

"Tidak...tidak..TIDAK..!" Kali ini Selena menjerit sejadi-jadinya kepalanya terasa berdentum hebat. Maxcel datang dengan kekhawatiran tersirat jelas diwajahnya. Ia memegangi tangan Selena yang memukul kepalanya sendiri.

"Hei ada apa Sayang? Sadarlah." Maxcel tak menyangka tenaga Selena cukup kuat walau begitu tetap tak sebanding dengannya.

"Tenanglah. Aku bersama mu," Maxcel membawa Selena ke pelukannya, memeluknya erat sampai gadis itu tak bisa bergerak dan sedikit  kesakitan, perlahan tangis itu meredah menjadi sesenggukan.

Setelah dirasa tenang Selena menegakkan kepalanya yang bersender didada Maxcel karena mendengar pintu terbuka. Wajahnya memucat, ia kini teringat apa yang dilihatnya sebelum tak sadarkan diri.

"Selena." Panggil wanita itu diambang pintu. Suaranya merdu namun membuat air mata Selena semakin menganak sungai, suara yang mampu menembus sampai ke hulu hatinya.

"Ini kami Nak." Tegas seorang pria disebelahnya menandakan ini nyata dengan mencoba meyakinkan keberadaan mereka.

"Mom, Dad." Selena melepaskan pelukan Maxcel, mencoba turun tak menyadari bahwa tangannya diinfus. Mereka sedang berada di rumah sakit,    mengingat itu kepala Selena semakin kacau teracak-acak. Belum satu langkah kakinya telah melemas seperti jelly, untung Maxcel sigap memeluknya dari belakang.

"Giooo." Tatapan Selena kosong, menerka-nerka apa yang ia tak ketahui hingga tubuhnya merosot ke lantai.

"Gio, Giorald..." Selena tak mampu menanyakan kondisi adiknya itu hingga ia hanya bisa menyebut namanya saja dengan suara gemetar.

Dua orang yang menyaksikan itu mendekat cemas. "Selena..."

Selena kembali mendongak, melihat wajah orang tuanya lebih dekat. Ini bukan halusinasi karena kecelakaan? Atau bukan karena gila akibat beban hidup yang berat.

Orang tuanya masih hidup, masih bernafas dan mengingat namanya.

"Tenanglah dulu, karena banyak yang akan kita ceritakan."

*

Selena menaruh secangkir teh yang tinggal separuh itu. Kekalutannya terbayarkan dari cerita daddynya. Ternyata kedua orang tuanya berhasil keluar dari mobil sebelum mobil mereka meledak. Kini Selena baru sadar bahwa lokasi jurang kecelakaan Giorald adalah jurang yang sama dengan jurang kecelakaan orang tuanya. Tidak bisa dibayangkan jika Selena kembali kehilangan orang yang dicintainya dengan cara yang sama dan ditempat yang sama, setelah itu mungkin Selena berniat bunuh diri dan berakhir dengan cara yang sama. Agar keluarga yang dulu harmonis menjadi ironis dengan sempurna.

Prang..

Bunyi suara jatuh terdengar dari pintu rupanya Lussy datang diikuti Margaret di belakangnya. Wajahnya pucat, Selena mengerti apa yang dia pikirkan.

"Re..rena..ta..? Mr. Gibr..an?"
Ucapnya terbata-bata menahan pingsan, sembari Margaret memeganginya.

"Kau pasti terkejut, tapi ini aku. Kami masih hidup." Mr. Gibran menjelaskan kejadiannya.

My Knight (Complete)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang