27. The beautiful killer

192 36 2
                                    

Mobil hitam menembus gelapnya malam. Gelap, jalanan yang dilalui benar-benar gelap karena memang wilayah itu bukanlah pemukiman penduduk atau semacamnya.

"Adakah rumah sakit disekitar sini? Ah maksud ku apa tidak apa-apa Giorald dirawat disana?" Tanya Gibran. Mereka memasuki daerah pedalaman dan telah menempuh waktu kurang lebih tiga jam. Wajar saja Gibran bertanya, mana mungkin ada rumah sakit jika tempatnya saja tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Selena melihat dikursi belakang, Giorald masih tak sadarkan diri dipangkuan sang mommy lalu ia beralih menatap Maxcel. Dia percaya sepenuhnya pada pria itu.

"Perjalanan ini masih setengah jalan. Tenang saja." Maxcel bersidekap memejamkan mata. Bukan karena lelah atau hendak tidur melainkan otaknya sedang berpikir.

Hanya ada suara-suara hewan nokturnal didaerah itu. Gibran memelankan laju mobilnya karena jalanan yang mananjak.

"Kau bisa melihat ujung menaranya."

Gibran mengernyit, tak berniat mengalihkan perhatiannya sedikit pun pada jalanan. Buntu, didepan sana hanyalah jalan setapak yang tak bisa dilalui mobil. Sedangkan pucuk bangunan putih telah terlihat dibalik rimbunnya pepohonan.

"Apa-apaan ini? Apa kau tidak memperhitungkan hal ini? Anak ku masih butuh penanganan." Gibran mulai kesal. Sedangkan Maxcel masih bermuka tenang. Jemarinya mengetuk kaca mobil seakan menghitung sesuatu tanpa bicara.

"Suara apa itu?"

Gibran meliarkan penglihatannya ke arah atas. Benar dugaannya suara yang ia dengar adalah helikopter.

"Sayang, ayo keluar." Dengan lembut Maxcel membukakan pintu.

"Pindahkan dia hati-hati." Perintah Maxcel pada beberapa pria yang keluar dari helikopter itu. Selena tahu raut kekhawatiran Renata. Orang tuanya belum mengenal Maxcel.

"Jangan cemas, percaya saja mom."

Setelah Giorald yang hanya berbekal selang infus itu telah dipindahkan baru mereka naik menuju bangunan putih.

Kini mereka telah berhadapan dengan bangunan bercat putih yang sangat kontras dengan pakaian serba hitam orang-orang yang berlalu lalang. Antara seperti rumah siluman atau kastel rapunsel ditengah hutan, Selena yakin orang tuanya pasti berdebar memasuki rumah ini. Nanti saat Giorald telah ditangani Selena akan memperjelas semua pertanyaan dibenak mereka.

"Suster sebelah sini." Seorang dokter mengintrupsi. Setelah melihat keadaan Giorald selesai ditangani dari jendela kaca Selena melihat dokter itu keluar. Tersenyum hangat dan ramah seperti seorang dokter pada umumnya.

"Giorald aman disini. Kalian tenang saja." Dokter bername tag Leo itu menatap mereka satu-per satu sebelum menepuk pundak Maxcel.

"Kau lama sekali tak kemari. Kau tak rindu huh?"

Maxcel tak menyahut tapi membalas rangkulan itu.

"Ah kau tak usah memperkenalkannya. Aku sudah mengenalnya." Ucap dokter Leo melihat tatapan Maxcel mengarah pada Selena.

"Tapi dia belum mengenal mu."

"Sayang, dia teman ku Leo." Lanjutnya.

Hingga akhirnya Gibran, Renata, Selena dan Maxcel menghabiskan waktu untuk makan bersama diruangan yang telah disediakan.

"Mom, Dad, aku akan menemani Giorald. Kalian beristirahatlah." Izin Selena.

"Sayang?" Panggil Selena pada Maxcel sedang yang dipanggil menganggukkan kepalanya tanda ia tak masalah dengan itu. Kini hanya tinggal mereka bertiga, mendadak suasana asing seperti seseorang yang tak saling mengenal menyergap. Nyatanya kedua orang tua Selena belum mengenal Maxcel.

My Knight (Complete)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang