18. Poison

265 47 2
                                    

'Kau tahu sifat ku? Ketika mencinta, aku akan mati-matian mencintai. Ketika membenci, aku akan benci sampai mati.'    ~Selena

Waktu berhenti sejenak, seringaian pria yang memperkenalkan dirinya tanpa diminta itu membuat Selena tertegun sesaat.

Buru-buru Selena membetulkan posisinya. Tersenyum singkat lalu hendak pergi sebelum pundaknya ditahan dari belakang.

"Maaf nona tadi aku sudah menyebutkan nama ku. Maksud ku aku ingin berkenalan dengan mu. Itu jika kau tidak peka."

Selena memutar tubuhnya. "Aku sedang terburu-buru."

Pria itu menekan cemgkramannya. "Bagaimana jika kita bertemu kedua kali kau harus memperkenalkan diri mu hm?"

"Dan jika sampai tiga kali kau harus memberi ku nomor ponsel mu. Bagaimana?" Tanya Jeremy kembali menarik tangan Selena.

"Terserah kau saja Tuan." Selena pergi cepat. Ia tak mau memikirkan hal iseng karena rapatnya akan segera dimulai setengah jam lagi. Jika saja Maxcel tak menahannya untuk pergi ia tak akan tergesa-gesa seperti ini. Sulit menahan Maxcel jika ia sudah mengeluarkan sifat manjanya.

Jemery terus memperhatikan punggung Selena sampai tak terlihat lagi. Kemudian melanjutkan langkahnya memasuki gedung. Ruang si pemilik perusahaan tepatnya.

Kring kring

Belum sampai tiga kali telponnya berdering Maxcel langsung mengangkat gagangnya dan mengapitnya dengan pundak agar stabil menempel di daun telinganya.

"Hm?" Gumamnya sembari tangannya sibuk menandatangani berkas-berkas.

"Tamu Anda sudah datang Sir." Lapor sekretarisnya.

"Suruh dia masuk lima menit lagi."

Sambungan terputus.

Pintu dibuka tanpa permisi. Maxcel menghentikan aktivitasnya dan menyiapkan tatapan sinis pada siapa pun sosok yang akan muncul dibalik pintu.

Hanya pintu terbuka, terdengar seseorang mempersilahkan masuk.

"Hallo. Aku Jeremy Alexander Jazley. Senang bertemu dengan mu." Sapa seseorang tersenyum ramah namun Maxcel tetap memperhatikannya datar.

Bukannya Maxcel telah menyuruhnya untuk menunggu lima menit. Jeremy? Maxcel telah membaca data orang itu sebagai partnernya untuk proyek besar. Perusahaannya mengajukan kerja sama dan berhasil disetujui oleh perusahaan Jeremy.

"Sekretaris ku tidak menyampaikan sesuatu?" Tanya Maxcel menaikkan satu alisnya.

"Ah ya tapi orang sibuk seperti ku mana mungkin bisa menunggu bukan begitu Tuan?"
Jeremy mendekatkan kepalanya. "Aku juga sibuk." Bisiknya seduktif.

"Baiklah tidak usah perkenalan dan basa-basi. Karena aku yakin kita telah mengetahui profil masing-masing. Jadi aku akan langsung pada intinya. Ah aku lupa, umur ku lebih tua satu tahun dari mu tapi kau panggil saja aku Jeremy karena wajah kita terlihat sebaya." Tawa renyahnya berlangsung singkat akan hal tak lucu itu.

Jeremy tanpa dipersilahkan mendaratkan dirinya duduk, membuka laptop yang sejak tadi ditentengnya.

"Kita harus bekerja sama dengan baik so, berhenti menatap ku seperti itu."

"Lihatlah proposal yang ku kirim ke email mu bung." Lanjutnya.

Maxcel melirik laptopnya.

"Bagaimana menurut mu? Bacalah dulu kau bisa memperbaikinya."

Setengah jam kedua pria itu berkutat dengan kegiatan masing-masing. Entak sejak kapan suasana mulai mengalir.

"Formal bukan berarti harus kaku." Kritik Maxcel. Jemarinya lincah mengetik diatas keyboard dan kembali memfokuskan diri pada layar didepannya.

My Knight (Complete)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang