Disinilah Aska berada sekarang, taman rumah sakit. Terhitung sudah tiga bulan dia tidak menginjakkan kaki ke tempat ini. Bukan tanpa alasan dia kemari. Aska hanya ingin memeriksakan kesehatannya yang ia rasa makin hari makin memburuk. Aska juga ingin tahu apakah dia masih bisa berjuang atau menyerah adalah pilihan terbaik.
Sedari tadi Aska hanya diam sembari menatap lurus ke depan dengan pandangan kosong. Ingatannya kembali melayang saat percakapannya dengan Dokter Haris, dokter yang menanganinya sejak 4 tahun terakhir.
*Flashback on*
"Sudah lama kamu tidak kemari, apakah penyakitmu jarang kambuh?", Tanya dokter tampan tersebut.
"Tidak dok, akhir akhir ini saya memang disibukkan dengan tugas sekolah", jawab Aska disertai senyum tipis yang menghiasi wajah pucatnya.
Dokter Haris menghela napas sejenak. Dia tahu bahkan sangat tahu seberapa banyak beban yang harus ditanggung Aska sendiri walaupun Aska tidak mau menceritakan perihal kehidupan pahitnya. Dia bisa tahu dari tatapan Aska, tatapan yang mengandung begitu banyak luka tak kasat mata. Tapi sejauh ini Aska sangat pandai menyembunyikannya dengan senyum di wajahnya.
"Bagaimana dok?", Tanya Aska.
"Aska..", dokter Haris menatap Aska dengan pandangan sendu.
"Jantungmu sudah sangat rusak, kamu butuh transplantasi jantung segera", ujar dokter Haris. Dia sebenarnya tidak mau menyakiti hati Aska dengan mengatakan ini. Tapi apa boleh buat dia harus mengatakan yang sebenarnya.
Mendengar ucapan dokter Haris, Aska tidak bereaksi apa apa. Dia hanya diam dengan pandangan kosong. Dia sudah menduga ini akan terjadi. Cepat atau lambat jantungnya akan kehilangan fungsinya.
"Aska kamu bisa menjalani perawatan intensif di rumah sakit sembari menunggu donor jantung yang cocok untuk kamu", dokter Haris berusaha menenangkan Aska.
Tapi Aska hanya diam."Aska..", ujar dokter Haris pelan.
Aska memberanikan diri menatap dokter Haris. Dia berusaha tersenyum tenang.
"Terima kasih dokter, mengenai saran dokter barusan akan saya pikirkan dulu. Saya pamit dokter", ucap Aska lantas berlalu ke luar ruangan.
Dokter Haris hanya bisa menatap punggung ringkih itu dan kemudian menghilang di balik pintu.
*Flashback off*
Dari sana, Aska bisa mengambil kesimpulan kalau hidupnya tidak akan lama lagi. Aska sedih? Pasti. Aska takut tidak akan mendapatkan donor jantung? Tidak, sama sekali tidak. Aska hanya takut, disaat waktunya telah tiba tapi dia belum mendapatkan maaf dari sang mama dan kakaknya. Aska takut saat Tuhan mengambilnya tapi mama dan kakaknya masih membenci dirinya. Hanya itu.
Mengenai transplantasi jantung yang dibicarakan dokter Haris tadi, Aska sama sekali tidak berniat untuk melakukannya. Aska bahkan tidak punya cukup uang untuk melakukan pengobatan. Aska tidak mau lagi merepotkan mama dan kakaknya. Diberikan tempat tinggal dan uang bulanan oleh mama saja Aska sudah sujud syukur.
Drrtt drrtt
Suara dering telpon membuyarkan lamunan Aska. Tanpa melihat si penelpon Aska langsung mengangkatnya.
"Ka, lo bolos ga ngajak ngajak gue anjir", ujar si penelpon di sebrang. Siapa lagi kalau bukan Zidan.
"Gue tadi sakit perut, ga keburu ke sekolah", jawab Aska.
"Aelah, alasan lo doang. Tadi Pak Imran bikin kelompok buat tugas presentasi. Dan lo tau ga?", Ujar Zidan ceria.
"Engga", jawab Aska.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASKA
Teen FictionSemua orang punya batas kesabaran masing-masing bukan? *** Hai hai selamat datang di cerita pertamaku Masih belajar😊 Jangan lupa follow dulu yaa Vomentnya jangan lupa Don't copy paste my story!! Ini murni dari imajinasiku ya😉😊 Happy reading✨