Bagian 16

8.6K 814 70
                                    


Sudah tiga puluh menit berlalu, tapi diantara mereka tidak ada yang mau memulai pembicaraan. Masih setia dengan pemikiran masing masing.

Tidak kuat dengan suasana canggung tersebut, salah satu di antara mereka pun buka suara "Ibu, baik?", Tanya Hanna memulai pembicaraan.

Ratih hanya menganggukkan kepalanya sekali. Dia menatap Hanna yang duduk di hadapannya. "Kapan kamu pulang?", Tanya Ratih. Dari nadanya tidak ada kerinduan sama sekali. Yang ada hanya pertanyaan datar.

"Sudah dua hari Bu", jawab Hanna. Dengan melihat respon ibunya, dia tahu ibunya masih marah padanya.

"Kamu tinggal di apartemen?", Basa basi Ratih. Dia sudah mengetahui ini. Samuel yang memberi tahunya.

Hanna menganggukkan kepalanya "Iya Bu", jawabnya kemudian memilih menundukkan kepala. Berbicara dengan ibunya, dia seperti tengah diintrogasi.

Ratih menghela napas sejenak kemudian bersuara "Kamu tau kan Arka butuh kamu?", Tanya Ratih. Dia ingin menyadarkan anaknya ini. Dia bukannya benci pada Hanna, hanya saja dia tidak suka melihat sifat pengecut Hanna. Ratih tau, bahkan sangat tau alasan anaknya ini meninggalkan rumah. Tapi dia seharusnya tidak egois memikirkan dirinya sendiri. Disini ada Arka yang membutuhkannya.

Melihat tidak ada balasan dari Hanna, Ratih lagi lagi buka suara "Berapa hari kamu disini?"

Hanna memberanikan diri menatap ibunya "Dua minggu Bu", jawabnya.

"Kembalilah ke rumah dan berikan apa yang Arka butuhkan selama ini. Jangan jadi pengecut!", Ujar Ratih.

"Ibu tau sendiri aku- "

Belum sempat Hanna menyelesaikan ucapannya, Ratih sudah memotong terlebih dahulu.
"Iya Ibu tau, sangat tau malahan. Tapi kamu tidak boleh egois disini Hanna! Ingat Arka butuh kamu!", Bentak Ratih. Dia sudah muak mendengar semua alasan anaknya ini.

"Kamu bisa bersikap seolah olah anak itu tidak ada disana! Gampang kan?", Ucap Ratih.

"Tidak bisa Bu", jawab Hanna lirih. Dia sudah mencoba seperti itu, tapi tidak bisa. Seolah bayang bayang Aska selalu berlarian di pikirannya.

"Kenapa? Kamu sudah mulai menerimanya?", Tanya Ratih dengan nada meremehkan.

Hanna menggelengkan kepalanya. Tak terasa satu tetes air matanya jatuh begitu saja. Tidak. Dia tidak akan pernah menerima kehadiran anak itu. Tapi kenapa akhir akhir ini setiap memikirkan Aska dia selalu saja merasakan kerinduan yang begitu dalam. Ada apa dengannya?

"Kamu yang membawanya ke dalam keluarga ini! Semenjak dia hadir, keluarga kamu jadi berantakan.  Kenapa tidak kamu kembalikan saja dia ke wanita itu Hanna?", Lepas sudah emosinya. Dia berteriak keras di hadapan Hanna sehingga membuat pengunjung lain menatap aneh ke arah mereka.

"Ibu!!", Balas Hanna berteriak. Entah kenapa dia tidak terima dengan ucapan ibunya.

"Kenapa? Mau bela suamimu yang sudah mati itu?"
Sudah cukup. Ibunya sudah keterlaluan.

Inilah alasan mengapa setiap melihat wajah Aska, Hanna selalu teringat dengan seorang wanita pada saat itu yang tengah menangis di depan rumahnya. Dia meminta mas Wisnu dan Hanna untuk merawat bayi yang ada di gendongannya. Bahkan dia mengancam akan bunuh diri kalau permintaannya tidak dituruti. Mas Wisnu yang pada saat itu panik, mau tidak mau menurutinya.

Hanna bisa melihat wanita yang datang pada saat itu.  Dia masih remaja sepertinya. Pakaiannya juga berantakan dan wajahnya juga sembab seperti sehabis menangis seharian. Tidak lama setelah itu, wanita tersebut pergi dan sampai saat ini tidak muncul muncul bahkan sekedar menanyakan keadaan anaknya.

ASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang