Bagian 30

12.7K 1K 250
                                    

Aska masih bisa merasakan saat tubuhnya didorong kuat menghantam meja yang dipenuhi oleh minuman keras. Pecahan beling berserakan di lantai hingga mengenai telapak tangannya. Aska masih tidak paham dengan situasi saat ini. Raganya dihajar habis-habisan seolah tidak dibiarkan untuk menghirup udara esok hari.

Seharusnya sehabis dari rumah sakit, Aska berniat mengistirahatkan tubuh lemahnya di rumah. Niat baiknya untuk melihat keadaan Delvin malah sakit yang dirasa relung hatinya makin bertambah.

Kenapa dia tidak bisa membantah saat makian yang dilontarkan oleh orang tersayangnya membuatnya menjadi orang paling hina disini. Aska hanya ingin merasakan bagaimana menjadi bagian dari tawa mereka, tersenyum pahit saat perhatian hangat yang diberikan mamanya pada Delvin tidak pernah sekali pun dia rasakan.

Mungkin pada saat itu terlalu larut dalam lamunannya hingga Aska tidak menyadari saat beberapa orang dibelakangnya  menyeret paksa tubuhnya ke tempat seperti ini.

Saat mengetahui seseorang yang sudah puas memberi hantaman pada tubuhnya, Aska merasa tidak pernah punya masalah dengan teman kakaknya ini. Tapi kenapa Vino menatapnya dengan tatapan yang sering dia dapatkan dari keluarganya dulu. Raut mukanya sangat jelas menandakan ketidaksukaan.

Sesaat Aska menatap tangannya yang sudah dipenuhi dengan darah. Menatap miris, kenapa tubuhnya tidak pernah lepas dengan cairan pekat berwarna merah ini. Mengelap kasar tangannya pada baju kaos yang dia kenakan, Aska berusaha bangkit dengan tertatih. Memegang erat meja yang menjadi tumpuannya.

Sementara itu Vino yang menyaksikan adik sahabatnya itu, ralat mantan sahabat lebih tepatnya tertawa remeh. Bermain main sedikit tidak masalah bukan?

Berjalan pelan ke arah Aska yang kembali jatuh terduduk. Vino mengambil salah satu pecahan kaca dan memainkannya di hadapan wajah Aska yang sudah bersusah payah mempertahankan kesadarannya.

Aska menatap sayu Vino yang tersenyum remeh ke arahnya "Kenapa?", Tanyanya lirih. Dia hanya perlu alasan kenapa dia diperlakukan seperti ini.

Vino tersenyum miring lalu menekan pelan kening Aska menggunakan pecahan kaca di tangannya. Hanya pelan, tidak mengeluarkan darah.

"Kakak lo pengecut, tau gak lo?", Sarkasnya tajam.

Aska menyingkirkan pelan tangan Vino yang masih memegang beling di hadapan wajahnya. Dia kembali berusaha berdiri. Namun tungkainya masih tidak bisa menahan beban tubuhnya dan kembali tersungkur saat Vino dengan sengaja menendang tulang keringnya. Oh tidak, seluruh tubuhnya benar- benar sakit saat ini.

Aska berusaha untuk mengeluarkan suara membela diri "Masalah lo sama kak Arka bukan sama gue", ujarnya pelan.

Ujung mata Aska masih dapat melihat saat Vino mengeluarkan benda tajam dari sakunya. Itu pisau, mau apa teman kakaknya ini? Jantung Aska sudah berdetak tidak karuan, dadanya sesak luar biasa saat ujung benda tajam itu disodorkan di hadapannya.

"Masalah gue emang sama si bangsat kakak lo itu, tapi gue mau main-main sama lo dulu ga papa kan?", Ujarnya tersenyum tidak waras. Apakah dia sudah gila? Bermain-main dengan benda tajam?

Pening mendera kepalanya saat benda tajam itu menggores pelan lehernya, darah segar kembali mengalir dari luka panjang yang ditorehkan Vino.

Aska tidak tahu lagi sudah berapa banyak darah yang keluar dari tubuhnya sejak tadi. Bibirnya sudah memucat tidak ada rona. Dirinya sudah benar-benar seperti mayat hidup.

Vino kembali tersenyum smirk saat melihat darah segar mengalir dari leher Aska. Tidak begitu dalam, namun mampu membuat Aska meringis menahan sakit. Entah kenapa dia senang sekali melihat wajah kesakitan adik temannya ini. Tunggu, ada apa dengannya? Kenapa dia jadi sekejam ini? Dia sudah seperti seorang psikopat. Dendam sudah mengambil alih kewarasannya.

ASKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang