Hanya hening yang menemani suasana mereka berdua. Setelah pembicaraan dengan pak Iwan barusan, Arka maupun Aska hanya duduk terdiam dengan pikiran masing masing. Mereka masih duduk di kursi depan ruang guru.Banyak sekali hal yang ingin Arka tanyakan langsung pada Aska saat ini. Pikirannya mendadak menjadi tidak tenang. Dia tengah gelisah.
Arka memutar pandangannya ke samping. Memperhatikan Aska yang masih menatap kosong ke depan. Wajahnya pucat. Apakah dia sakit?
Ingin sekali berdamai dengan semua, tapi Arka tidak bisa. Arka selalu teringat darimana anak ini berasal. Selalu terbayang bagaimana Aska kecil yang selalu merebut kasih sayang ayah untuknya. Hatinya masih sakit membayangkan itu semua.
Arka selalu berpikir kenapa Aska harus hadir dalam keluarganya. Kenapa ayah selalu membelanya? Padahal yang anak kandung disini Arka bukan Aska.
Tetapi Arka tidak bisa berbohong. Akhir akhir ini entah perasaan khawatir atau apa, Dia selalu mendapati Aska pulang larut dengan seragam yang masih melekat pada tubuh kurusnya. Dan tentunya dengan wajah pucat yang bahkan setiap hari menghiasi wajahnya.
Dia teringat perkataannya beberapa hari lalu saat dia berdebat dengan Aska. Saat itu dia tidak sadar. Kata kata itu terlontar begitu saja dari mulutnya. Dia tidak ada niat sama sekali untuk menyuruh Aska pergi dari rumah. Dia hanya terbawa emosi saat itu.
Arka menghela napas sejenak lalu memberanikan diri untuk buka suara.
"Sejak kapan?", Tanyanya. Masih dengan nada datarnya. Masih gengsi rupanya.Aska yang asik melamun sedikit tersentak saat mendengar pertanyaan Arka. Dia mengerutkan keningnya dan menatap bingung ke arah Arka.
Arka berdecak sebal "Sejak kapan mama gak ngirimin lo uang lagi?", Ulangnya kesal.
Oh ternyata ini. Kenapa kakaknya bertanya? Memangnya itu penting baginya?
Aska menundukkan kepalanya lebih memilih manatap lantai "Kenapa?", Lirih Aska.
"Tinggal jawab aja kenapa sih!!", Jangan sampai Aska memancing emosinya saat ini.
"Tiga bulan", jawab Aska lirih masih menundukkan kepalanya. Jujur kepalanya masih pusing sekarang setelah acara mimisannya di toilet tadi. Dia hanya ingin tidur sekarang.
"Kenapa lo gak bilang sama gue? Lo anggap gue apa sih? Gue ini kakak lo Aska!!", Bentak Arka yang kini sudah berdiri di depan Aska dan menatap tajam Aska.
Aska memberanikan mendongakkan kepalanya menatap Arka yang masih menatapnya tajam. Apa kata kakaknya?
Di terkekeh miris "Gue aja gak pernah ngerasain gimana rasanya punya kakak", ujarnya menatap mata Arka dengan pandangan kosong.
"Kalaupun gua kasih tau lo, emang lo bisa apa kak?", Tanya Aska. Mata itu masih menatap kosong ke arah Arka. Tidak ada binar sama sekali. Sungguh dia juga bisa marah dengan Arka bukan? Kakaknya ini seolah berlagak kalau dia adalah kakak terbaik sedunia. Seolah apa pun akan dia lakukan untuk melindungi adiknya.
Benar. Tepat sekali. Emang apa yang akan Arka lakukan? Apa dia akan marah pada mamanya sendiri? Jelas itu tidak akan terjadi. Dia tidak akan pernah melakukan itu.
Tapi kenapa hatinya seolah tidak terima. Dia ingin marah pada siapa sekarang? Tunggu, Kenapa juga dia harus memperdulikan Aska? Arka harus membuang jauh jauh pikirannya ini.
"Uang haram dari mana yang lo gunain sekarang?", Tanya Arka menatap sinis Aska.
Kenapa sakit sekali mendengar pertanyaan tersebut keluar langsung dari mulut kakaknya sendiri. Uang haram? Aska rela relakan mencari pekerjaan ini disaat kondisinya makin kesini makin tidak bisa diajak kompromi. Apakah pelayan itu pekerjaan haram?

KAMU SEDANG MEMBACA
ASKA
Ficção AdolescenteSemua orang punya batas kesabaran masing-masing bukan? *** Hai hai selamat datang di cerita pertamaku Masih belajar😊 Jangan lupa follow dulu yaa Vomentnya jangan lupa Don't copy paste my story!! Ini murni dari imajinasiku ya😉😊 Happy reading✨